Begitu keluar dari area perbukitan dan berada di jalan utama, Jilena meletakkan kakinya dengan berat di pedal gas, mempercepat laju mobilnya, mencoba untuk melarikan diri dari kenangan menyakitkan tentang apa yang pernah terjadi di rumah danau itu pada malam yang naas itu. Dia mengendarai mobilnya mengitari tikungan. Terkadang, suara ban mobil berdecit akibat dia menginjak rem tiba-tiba saat berada ditikungan, ia mencoba untuk tetap fokus di jalan. Alih-alih merasa bebas, sekarang dia merasa terikat, terbatas, urutan-urutan kejadian dimasa lalu bermain di pikirannya yang kacau.
...****...
Enam minggu setelah malam yang penuh gairah di rumah danau, Jilena telah menemukan dia hamil. Berbeda dengan semua yang didengarnya sebagai remaja, hanya butuh satu waktu — suatu malam ketika dia menyerahkan dirinya pada Noah dan kini dia hamil. Noah akan kembali ke bangku kuliah dalam beberapa minggu lagi, dan Jilena telah merencanakan untuk menyelesaikan tahun terakhirnya di sekolah menengah dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Tapi semuanya hancur berantakan setelah malam itu—semuanya berubah—setidaknya untuknya.
Orang pertama yang dia beri tahu tentang kehamilannya adalah sahabatnya Ramira. Mendengar kabar itu Ramira menangis bersama Jilena dan meratapi apa yang akan terjadi berikutnya, padanya dan bayinya. Kemudian Jilena memberi tahu Noah. Noah datang menjemputnya di rumahnya malam itu, dan mereka sedang dalam perjalanan ke bioskop. Dia mengarahkan mobilnya ke tempat parkir dan mematikan mesin.
Jilena meraih lengan kekar sang kekasih saat dia hendak meraih pegangan pintu. "Tunggu, Noah.” Dia berbalik dan menatapnya. "Aku punya sesuatu yang harus kukatakan padamu."kata Jilena.
"Apa itu?" Kerutan kecil dikening saat mengernyitkan alisnya, dia kembali duduk. Jilena berhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikan kabar kehamilannya agak Noah tidak begitu terkejut, tetapi tidak ada—kata yang tepat keluar dari mulutnya, kecuali. "Aku hamil."
"Hamil? Jangan becanda! Kita hanya melakukannya malam itu.”
"Aku tahu itu, tapi kita melakukannya berulang kali dan sekarang aku hamil." Dia menahan napas, menatap wajah Noah, menunggu tanggapannya. Apakah Noah mencintainya seperti Jilena mencintainya? Dia menatapnya dalam diam untuk waktu yang lama, lalu akhirnya berbicara. “Kita tidak mungkin punya bayi.
Jilena bergeser di kursinya untuk menatap lurus padanya. “Kita tidak berbicara tentang anak anjing, Noah.” Jilena berpikir apa Noah bermaksud menyuruhnya untuk aborsi.
“Tentu saja tidak, aku tahu itu, tapi aku akan kembali ke kampus dalam beberapa minggu lagi, aku—punya jadwal latihan sepak bola yang padat. Dan kamu masih memiliki satu tahun lagi untuk menyelesaikan sekolah menengah dan melanjutkan ke perguruan tinggi. Kita tidak bisa terjebak untuk membesarkan bayi. Pikirkan itu!”
Air mata membasahi wajahnya mendengar kata-kata Noah. Keputusasaan mengguncangnya dan Noah menggenggam tangannya. “Mungkin kita bisa—”
Jilena menarik diri darinya. "Ya Tuhan, jangan bilang--."
“Dengarkan aku, Noah. Kita bisa menikah. Aku akan selesaikan sekolahku dan menyusulmu ke kota. Perguruan tinggi memiliki perumahan untuk siswa yang sudah menikah, kita bisa tinggal di sana sampai bayi ini cukup besar untuk dititipkan dipenitipan anak. Kemudian aku bisa mulai mengambil kursus atau kuliah. Kamu bisa bekerja.”
“Tidak, itu tidak bisa.” Raut wajahnya berubah dalam kesedihan untuk sesaat, lalu—dia menyandarkan kepalanya dan menghembuskan napas. Terlihat ekspresi wajahnya sedikit melunak saat Noah mencondongkan tubuh ke arahnya dan berbicara. “Kita tidak mungkin menikah — itu tidak mungkin — kita masih terlalu muda untuk itu.”
Rahangnya mengeras, terlihat dia sedikit tegang saat berbicara. “Masa depan dan hidup kita masih panjang, Jilena. Sebaiknya kamu gugurkan kandunganmu, itu satu-satunya jalan terbaik.”
Itu yang Noah mau. Ya, dia tak ingin menikah dan punya anak sekarang. “Aku tidak akan pernah membunuh anak kita, tega sekali kau! ”bentak Jilena.
"Kalau begitu, kamu bisa pertahankan kandunganmu, tapi setelah anak itu lahir, kamu harus berikan bayi itu untuk diadopsi," balasnya. “Mempertahankan bayi itu hanya akan menghancurkan hidup kita.”
"Apa?" Jilena terkejut, matanya melebar karena marah.
“Bukan begitu maksudku.” Dia menggelengkan kepalanya dan menjatuhkan dagunya dengan kejengkelan. Kemudian tatapan mereka bertemu dan Noah meraih lengannya. “Tidak masalah jika bayi itu laki-laki atau perempuan, saat ini masih berupa gumpalan kecil, jadi singkirkan.”
“Jangan konyol, Noah. Itu bukan gumpalan, itu bayi, —bayi kita.” Dia terlepas dari genggamannya. Dia tidak bisa lagi menahan air mata yang tumpah di pipinya. Mereka berdua tidak menginginkan semua ini terjadi namun mereka pikir bahwa mereka harus memberitahu orang tua mereka. Kedua orang tua mereka adalah teman baik. Sebenarnya, ayah Noah adalah klien terbesar ayahnya dan mereka berada di lingkaran sosial yang sama.
Takut dan gugup, Jilena dan Noah mengumpulkan orang tua mereka di satu ruangan, di rumah megah keluarga Arsyanendra, dan menyampaikan berita kehamilan Jilena kepada mereka. Ayah dan ibu tiri Noah sangat marah, orang tua Jilena merasa sangat malu. Tak ada satupun dari orang tua mereka yang menanyakan pendapat sepasang kekasih itu, tetapi Jilena mengungkapkan keinginnannya untuk mempertahankan kandungannya dan menikah.
Sementara Noah, dia ingin melakukan aborsi sehingga mereka berdua bisa melanjutkan hidup mereka. Dan akhirnya, kedua orang tua mereka memutuskan akan lebih baik jika Jilena pergi meninggalkan kota Lembayung, melahirkan bayinya, dan menyerahkan bayi itu untuk diadopsi.
Sangat mudah bagi mereka menolak kehadiran bayi itu, tanpa hati nurani mengucapkan kata-kata itu pada Jilena. Dengan alasan demi kebaikan dirinya dan masa depannya, seolah-oleh mereka peduli padanya. Dia tidak peduli apapun yang mereka sebut tentang bayinya, Jilena tahu dia akan selamanya memiliki ikatan emosional dengan anak itu.
Malam itu, keluarga Arsyanendra menawarkan untuk membiayai hidup Jilena dan biaya medis selama persalinan. Ada sesuatu yang kuat dan gelap di mata pria itu yang selalu membuatnya tidak nyaman berada di hadapannya, tapi malam ini—ayah Noah terlihat lebih buruk, dia seorang laki-laki yang tidak punya hati nurani. Didalam hatinya, Jilena yakin mungkin itu hal yang terbaik untuknya, dia tidak menjadi bagian dari keluarga arsyanendra. Malam ini, dia tahu siapa sebenarnya keluarga Arsyanendra.
Ayah Jilena berdiri dan dengan suara keras berkata “Ini kesalahan kalian berdua!” sambil mengarahkan jarinya pada Jilena dan Noah, “Kalian sudah membuat keluarga malu!” Jadi keputusan akhir telah dibuat. Demi kebaikan semua pihak, orang tuanya berkata, Jilena akan dikirim ke rumah neneknya dan tinggal disana sampai—bayinya lahir dan diserahkan untuk diadopsi, dan Noah akan melanjutkan kuliah dan karirnya sebagai pemain sepak bola, seperti keinginanya. Sejak hari itu, ayah Jilena berubah dan tidak pernah memperlakukannya sama seperti sebelumnya. Dia membangun dinding pembatas yang tinggi dan kokoh diantara mereka.
...***********...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
beby
anaknya lahir ga ya
2023-03-18
1