Keesokan harinya, tepat jam 8 pagi Jilena telah sampai ditempat interview. Terlihat ramai yang menunggu giliran, duduk di kursi panjang. Saat gilirannya di interview, Jilena melangkah dengan pasti dan penuh kepercayaan diri seolah-olah yakin bahwa dia akan mendapatkan pekerjaan hari ini.
Tak lama berselang, terlihat dia berjalan keluar dari ruang interview dengan wajah kesal, terlihat marah dan kecewa. Langsung melangkah keluar menuju area parkir dimana dia memarkirkan mobil Toyota yang selama ini setia menemaninya.
"Wanita bodoh, sialan itu!" Jilena tergagap saat dia duduk di belakang kemudi dan membanting pintu dengan keras. "Aku tidak mendapatkan pekerjaan itu." Dia memasukkan kuncinya ke kunci kontak dan memutarnya. Mesin mobil toyota yang berusia dua belas tahun itu mengerang beberapa kali, dia mencoba kembali. "Tidak tidak tidak!" dia berteriak, sambil memukul mukulkan tangannya ke setir mobil. "Aku tidak butuh ini sekarang, sial! Kenapa harus mogok sih?"
Matahari yang terik di bulan Juli membuat bagian dalam mobil terasa seperti oven, panas terpanggang. Rambutnya yang panjang mulai menempel akibat keringat yang menetes ke lehernya dan ke blus sutra putihnya. Dia menurunkan kaca jendela mobil untuk melepaskan panas yang menyesakkan. Mesin mobil masih belum menyala menambah kekesalannya hari ini, seakan kesialan beruntun menimpanya.
Pagi ini Jilena pergi wawancara kerja dengan setelan bisnis warna biru laut, berharap dapat memberi kesan terbaiknya, tetapi dia bisa mengetahui dari cara pewawancara bertanya, dan bersikap kurang berminat, bahkan wanita itu pergi begitu saja tanpa menunjukkan reaksi apaun pada Jilena, sepertinya wanita itu sudah memutuskan siapa yang akan dia pekerjakan.
Jilena berusaha menenangkan diri didalam mobilnya dan berdoa dengan menyilangkan jarinya, dia mencoba kembali menyalakan mobilnya beberapa kalu. Berhasil! Mobil akhirnya menderu menyala dan terdengar stabil. Menyalakan AC, menyetel ac sedingin-dinginnya, dia melajukan mobilnya keluar dari tempat itu, pulang menuju ke apartemen.
Jilena Margaretha, bekerja sebagai reporter untuk sebuah surat kabar di Jakarta selama lima tahun terakhir, namun baru-baru ini bosnya memberinya kabar bahwa perusahaan terpaksa berhemat dan memberhentikan Jilena.
"Maaf, tetapi lebih banyak orang membaca secara online akhir-akhir ini dan itu berdampak buruk pada perusahaan." Sejak hari itu, Jilena telah mengirimkan seratus resume dan pergi wawancara yang jumlahnya tidak terhitung, yang membuatnya cemas, belum ada tawaran kerja. Hingga akhirnya dia merasa putus asa, dia tidak bisa pilih-pilih lagi, secepatnya harus mendapatkan pekerjaan.
Meskipun profesi sebagai reporter adalah pilihan utamanya, pada saat ini jika ada pekerjaan apapun akan diterimanya, baik sebagai sekretaris, teller bank, atau pegawai toko jika terpaksa. Gelar sarjana bidang jurnalisme dan tujuh tahun pengalaman bekerja di surat kabar tidak membawa karir yang cemerleng baginya. Bahkan, saat ini jika harus bekerja sebagai pelayan restoran ataupun kerja hotel, sudah tidak ada masalah, yang penting kerja!
"Bagaimana ini? Tabunganku kian menipis, tak lama lagi bakal habis." Ia mengeram. "Sewa bulan ini sudah telat berapa hari, bahkan aku belum membayar sewa bulan lalu." Semakin berat beban pikirannya. Apalagi mobilnya sekarang rusak dan tidak ada uang untuk memperbaikinya. Tidak mungkin kan pergi wawancara kerja tanpa transportasi?
Dia memarkir mobil di halaman gedung apartemennya dan menaiki tangga luar apartemen di lantai tiga. Saat mendekat, manajer yang berbadan gemuk memakai baju kaos dan celana pendek berdiri di depan pintu menempel selembar kertas. Huffff....apalagi ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
beby
mengikuti jejah karyamu thor
2023-03-17
1