BAB 10. WASIAT

Apa dia baru saja menawariku pekerjaan? Jilena mencondongkan tubuh ke depan. "Saya tidak tahu jika Anda mendengar bahwa papa saya meninggal dunia kemarin.”

"Saya memang dengar kabar itu, Rafael Ginanjar, pengacara, kan? Beliau cukup terkenal dikota ini. Papamu seorang pria yang baik dan jujur."katanya dengan nada rendah.

"Ya." Jilena duduk kembali dan dengan santai menyilangkan tangannya. “Sebenarnya saya tidak bermaksud untuk menemui tuan hari ini, papaku yang baru saja meninggal dan kami harus mengatur acara pemakamannya, tapi Tante Dewi mendesak saya untuk tidak menunggu lama dan segera melamar pekerjaan ini.”

“Izinkan saya menyampaikan turut berduka atas kehilangan Anda, Nona Jilena. Saya tidak mengenalnya secara pribadi, tapi papamu memiliki reputasi yang baik di kota ini.”

"Terima kasih tuan. Dan tolong, panggil saya Jilena, apalagi kita akan bekerja sama.”

"Jilena." Kursi kulit hitam yang besar mencicit saat dia bersandar ke belakang. "Jadi, menurutmu kapan kamu bisa mulai? Kalu kamu tidak keberatan, saya akan senang sekali jika kamu bisa mulai kerja secepatnya."

"Coba saya cek, hari ini hari Rabu ..." Dia melihat catatanya tentang hal-hal yang harus dikerjakan berapa hari kedepan, acara pemakaman kemungkinan akan dilakukan pada hari Jumat atau Sabtu. “Saya rasa saya bisa mulai bekerja Senin depan."

“Baiklah, tapi jika Anda punya jadwal kosong lebih cepat dari itu, tolong beritahu saya. Berita itu tidak menunggu.”

SENANG, Jilena hampir menari keluar dari kantor surat kabar. Dia mendapat pekerjaan! Akhirnya, punya penghasilan lagi. Meskipun dia bersyukur atas campur tangan tantenya — kali ini — dia berharap tidak ada hal-hal aneh terjadi nantinya.

Jilena berjalan beberapa blok menuju kantor biro hukum papanya. Dia memasuki lobi besar, mengagumi lantai marmer abu-abu yang dipoles dan hiasan dinding mahoni, dan kemudian naik lift ke lantai dua gedung kantor tua itu. Dia keluar dari lift dan disambut oleh seorang wanita muda, mungkin baru lulus dari sekolah menengah, duduk di belakang granit berkilau meja resepsionis. Nama Ginanjar and Hardi terukir di perunggu di dinding berpanel kayu belakangnya.

'Papa....hari ini aku datang mengunjungi kantormu. Tapi papa tidak ada untuk menyambutku' bulir airmata jatuh dipipi nya, sedih dan rasa bersalah yang besar mengingat semua.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya si wanita muda berambut warna pirang. Jilena dengan percaya diri melangkah ke konter. “Ya, saya Jilena Ginanjar, Putri alm. Rafael Ginanjar.”

“Oh, Nona Jilena, saya turut prihatin tentang ayah Anda. Dia adalah pria yang baik. Saya ada di sini ketika mereka—”ucapannya terputus.

"Terima kasih," potong Jilena. "Apakah saya bisa berbicara dengan Tuan Hardi selama beberapa menit?”tanya Jilena.

"Tentu. Sebentar saya tanyakan apakah dia bersedia menemuimu sekarang.” Dia menelepon ke kantornya, kemudian mengalihkan perhatiannya kembali ke Jilena ketika telepon utama mulai berdering. "Ya, dia bisa menemuimu.Ruangannya ada di ujung lorong belok kanan.” Wanita muda itu mengangkat telepon lagi. "Ginanjar dan Hardi, ada yang bisa saya bantu?"

Jilena mengikuti instruksi wanita itu dan mengetuk pintu ruangan Tuan Hardi. Dia belum pernah ke tempat ini selama beberapa tahun, tapi dia ingat menghadiri pesta pembukaan open house ketika kedua pria itu pertama kali bekerjasama dan pindah ke kantor ini. Betapa bangganya sang papa saat itu bisa membuka biro hukum bersama temannya. Masa itu, Ginanjar dan Hardi adalah biro hukum pertama di kota Lembayung.

"Masuk," dia mendengar suara laki-laki berkata. Dia membuka pintu dan Tn. Hardi melompat dari kursinya, melangkah ke arahnya dengan tangan terulur. Mengenakan setelan yang dirancang dengan baik, Iyan Hardi sedikit lebih tua dari papanya, sebagian besar rambutnya beruban, tetapi dia tampak dalam masih sehat dan dia memiliki pegangan yang kuat.

“Senang bertemu denganmu lagi, Jilena. Saya berharap kita bertemu dalam situasi yang jauh lebih baik." Suaranya hangat dan terdengar tulus. “Sini, duduklah.” Dia mengangguk ke arah dua kursi di seberang mejanya sebelum kembali ke tempat duduknya.  Mereka duduk dan berbasa-basi sejenak dengan obrolan ringan selama beberapa menit sebelum membahas alasan sebenarnya dia ada di sana.

“Maaf pak Hardi, kedatangan saya kesini ingin menanyakan perihal surat wasiat papa. Saya sudah mencari di ruang kerja papa di rumah soal surat wasiat keinginan terakhir soal pemakaman, tapi saya belum menemukan apapun. Apakah Anda tahu sesuatu tentang itu? ”

"Kami punya surat wasiatnya di sini dan mungkin ada sesuatu yang penting dalam arsip itu." Dia menekan tombol interkom di telepon mejanya. “Kathleen, bisakah kamu membawakan file surat wasiat Rafael Ginanjar?"

"Segera," suara wanita menjawab melalui pengeras suara.

"Apakah kamu tahu kapan acara pemakamannya?" Dia bertanya.

"Belum pak. Kami ingin tahu apa keinginan terakhir papa sebelum kami melakukan acara pemakaman. Itu sebabnya saya datang kesini.”

"Maksudmu kami, kamu dan kakak perempuanmu?"tanyanya.

"Ya, dan Tante Dewi juga."jawab Jilena sambil menatap kearah pak Hardi.

"Ah iya." Matanya berbinar dan senyum nakal tersungging di bibirnya. 'Dewi....adik perempuan Rafael. Wanita yang pernah kudambakan'

“Dewi Ginanjar.”gumamnya pelan sambil menundukkan kepala, mencoba mengingat wajah wanita itu.

Jilena tidak mengerti apa maksud perkataannya. Apakah pak Hardi punya semacam hubungan pribadi dengan tante dewi di masa lalu? Bukan hal mengejutkan jika memang betul, tante dewi kan cantik banyak laki-laki yang jatuh cinta padanya. Apa mungkin pak Hardi ini salah satu pengagum tante dewi atau mantan pacar? Jilena menebak-nebak.

"Menurut saya, pemakaman akan dilakukan hari Jumat atau Sabtu," katanya. “Saya akan memberitahu bapak."

"Berapa lama rencanamu tinggal di kota?"tanya pak hardi lagi.

“Sebenarnya, saya akan menetap disini. Saya mendapat pekerjaan di Lembayung Post, dan saya akan tinggal di rumah orang tuaku untuk sementara waktu.”jawab jilena menjelaskan.

Asistennya mengetuk ringan, lalu masuk dengan folder yang dia serahkan pada pak Hardi.

"Terima kasih, Kathleen."

Dia berjalan keluar dan diam-diam menutup pintu di belakangnya. Pak Hardi membuka folder di meja dan memakai kacamatanya.

"Ayo lihat." Pria itu membolak-balik beberapa halaman dan mengeluarkan dokumen. "Ia mengatakan di sini ingin dimakamkan di samping makam istrinya. Rupanya, dia sudah membeli plot setelah pemakaman ibumu.” Di bawah pohon elm besar. Dia menyerahkan selembar kertas dan Jilena memindainya. Semua tentang detail dari model peti mati, tempat papanya ingin dimakamkan acara kebaktian, mencantumkan pendeta yang dia pilih untuk memimpin doa dan musik yang dia inginkan untuk dimainkan. Itulah sang papa, disiplin dan tertib, berhati-hati mengatur kehidupan kecilnya yang sempurna dan damai—termasuk apa yang akan terjadi pada akhirnya itu.

"Papa benar-benar sudah memikirkan dan mempersiapkan segalanya," katanya, suaranya terdengar agak sarkastik. Dia tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan. Tuan Hardi mengerutkan kening bingung. “Aku tahu dia tidak ingin membebani kalian,” ujarnya. “Oh, dan omong-omong, mobilnya masih di tempat parkir."

“Saya sudah yakin itu. Setelah saya dapatkan kunci dari kantor koroner, saya akan datang dan mengambil mobilnya.” Jilena melipat kertas itu dan memasukkan dalam tasnya. "Apa ada hal lain yang harus saya ketahui?”tanyanya kembali ingin memastikan tidak ada yang terlewatkan.

"Seperti apa?"tanya Tuan Hardi.

“Keuangan misalnya. Bagaimana saya tahu jika papa ada cicilan kredit rumah atau mobil? Bapak pasti tahu, hal semacam itu. ”kata Jilena.

“Rumah dan mobil sudah lunas, jadi kalian jangan khawatir soal itu. Papamu sangat disiplin—dia benci berutang apapun pada siapa pun. Dia juga punya tabungan dan deposito di bank, kalian bisa mengurusnya nanti, jika butuh bantuan apapun jangan sungkan untuk menghubungi saya ya."

Sepertinya semua sudah lengkap, Jilena memastikan kembali tidak ada yang terlewatkan mumpung dia masih berada di kantor ini. Dia pun pamit pulang, sebelumnya dia masuk keruang kerja papanya dikantor itu. 'Hmmm....papa. Aku rindu pa.' airmatanya kembali mengalir, menatap sekeliling ruangan mengingat kenangan sang papa.

...*****...

Begitu Jilena meninggalkan kantor biro hukum, dia pergi ke rumah tantenya untuk memberitahu soal surat wasiat sekaligus meluangkan waktu bersama keluarga. Duduk di ruang makan, Sarah dan Tante Dewi sudah tidak sabar mulai mengatur acara pemakaman.

Jilena duduk di samping tantenya. Setelah dia menjelaskan apa yang dia temukan, bahu Tante Dewi turun dan wajahnya tampak santai, jelas lega bahwa kakaknya telah meninggalkan warisan untuk putrinya beserta surat wasiat berisi permintaan terakhirnya.

"Kamu belum bicara apapun tentang wawancara kerjamu, sayang," Tante Dewi mencatat. “Bagaimana hasilnya?”

"Berjalan luar biasa," dia berseri-seri. “Aku mulai kerja hari Senin.”

“Oh, Jilena, tante tahu kau pasti mendapatkannya,” Tante Dewi menyembur.

Jilena meletakkan tangan di lengan tantenya. “Tante tidak memberitahuku kalau tante sudah nelpon duluan—dan mendesak Tuan Keenan untuk menerimaku.”

"Tante tahu kamu akan melarang, tapi tante ingin membantu."jawab tante dewi.

"Aku menghargai bantuan tante, sungguh," katanya, menarik tangannya kembali. “Tapi aku ingin agar aku mendapatkan pekerjaan itu sendiri.”

“Tentu saja bisa, sayang, tapi tak ada salahnya sedikit dorongan dari orang yang tepat. Nepotisme masih kental di kota ini.”tante dewi tersenyum melirik Jilena.

"Maksud tante?" tanya Jilena.

“Apa menurutmu Noah Arsyanendra bisa sesukses sekarang ini tanpa bantuan ayahnya yang membukakan pintu peluang untuknya, kan?” ujar tante dewi. Keluarga Arsyanendra punya pengaruh besar di kota ini, mereka adalah orang terkaya dikota Lembayung.

Jilena teringat Anton Arsyanendra, tidak diragukan lagi pria paling berkuasa di kota ini. Selain menjadi walikota belum lama ini, dia adalah presiden salah satu bank kota, serta memiliki perusahaan real estata, perusahaan hipotek, dan The Lembayung Post. Anton Arsyanendra telah menjadi klien terbesar papanya tak lama setelah mereka pindah ke kota ini, dan sekarang dia adalah majikannya. Fakta terakhir itu membuatnya terbatuk. Tapi inilah kenyataan, kini dia harus bekerja disalah satu perusahaan milik keluarga Arsyanendra.

Membuatnya cemas, jika ia akan sering bertemu Noah. 'ahhhh....kenapa harus seperti ini' pikirnya.

"Apakah kamu baik-baik saja, sayang?"tante dewi bertanya karena ia melihat raut wajah Jilena berubah.

Jilena menelan ludah dan menyilangkan tangannya. “Aku mencoba untuk tidak memikirkan Noah Arsyanendra—akan sangat membantuku.”

"Aku berani bertaruh." Sarah memutar matanya, suaranya nyaris menuduh.

Jilena menatap kakaknya. "Maksudnya?"

“Aku tahu kamu ketemu dan ngobrol dengannya di kafe kemarin. Percikan api cinta lama berkobar lagi?” Sarah menekan, menyipitkan matanya

Apa maksud Sarah bicara begitu? Bagaimanapun juga, Jilena tidak akan mengakui apa yang terjadi saat ia bertemu dengan pria itu yang telah memicu emosi dalam dirinya. “Noah dan aku adalah cerita lama. Jadi biarkan saja, gak perlu diungkit lagi kak.” Jilena mengangkat alis dan memiringkan kepalanya, berharap Sarah akan menangkap petunjuknya. Mengangkat pergelangan tangannya, Jilena melirik jam tangannya. “Kita harus  kantor koroner dan mengambil barang pribadi papa sebelum terlambat.”katanya.

"Aku yang menyetir," bentak Sara. "Aku ogah naik mainan rongsokan yang kau kendarai itu."

Jilena menatap sang kakak dengan cemberut.

Sarah benar, tentu saja itu mainan rongsokan, terima kasih banyak. Tidak ingin berdebat, Jilena mengalihkan perhatian pada tantenya. “Apa menurut tante kunci papa ada di antara barang pribadinya?”

"Harusnya," jawab Tante Dewi. "Kenapa?"

“Mobil papa harus diambil dari kantor. Plus, aku harap kunci lemari dan laci diruang kerjanya akan ada di gantungan kunci.”jawab Jilena

“Kenapa kalian tidak mengurusnya, tante akan hubungi rumah duka untuk mulai  mengaturan pemakaman,” usul Tante Dewi. “Aku rasa akan lebih baik jika kita berbagi tugas.”

“Oke,” Jilena setuju, “dan aku akan menulis obituari saat kembali nanti dan—mengirimkannya ke koran. Mungkin nanti tante punya ide tentang kapan dan di mana pemakaman akan dilakukan dan aku dapat memasukkan dalam daftar.”

Kedua gadis itu melambaikan tangan saat mereka melangkah keluar dari pintu depan.

...**...

Seperti yang diduga, kunci mobil dan kunci lainnya milik papa mereka ada di antara barang-barang pribadinya, kedua gadis itu mengambilnya dari kantor koroner. Setelah mengambil semuanya, Sarah menyetir mobilnya menuju ke kantor papa mereka lalu Jilena turun.

“Aku yang bawa pulang mobil papa, sekalian aku mau jalan-jalan sebentar. Oh iya...aku juga mau ngecek lemari yang kemaren terlewatkan. Sampai jumpa dirumah Tante Dewi untuk makan malam."katanya pada Sarah.

"Okay," balas Sarah dan pergi.

Apa ada yang salah?

Saat Jilena melihat kakaknya melaju kencang, tiba-tiba terpikir bahwa—dia tidak tahu mobil yang dikendarai papanya, kecuali dari kunci yang ada ditangannya itu kunci mobil Mercedes. Sarah telah memberitahunya kalau sang papa membeli mobil baru beberapa bulan setelah kematian mama mereka, tetapi Jilena belum pulang sejak pemakaman.

Ia berdiri di tengah-tengah tempat parkir, mengamati semua kendaraan, dia melihat ada beberapa model Mercedes yang berbeda parkir di sana. Dia mulai mengarahkan fob kunci ke mobil yang berbeda, menekan tombol buka kunci, berharap ada suara dari mobil itu atau lampu berkedip sebagai petunjuk mobil mana miliknya.

Pada percobaan ketiga dia menemukan kesuksesan. "Astaga!" perasaan senang menyeruak di sekujur tubuhnya ketika SLK 250 Roadster biru tua berbunyi dan lampunya berkedip. Mengendarai ini adalah selangkah lebih maju dibandingkan mobil rongsokannya.

 *visual mobil mercedes benz SLK 250.....keren ya guys 👍👍😊😊 ini mobil sport, tingkap atas bisa dibuka tutup.

Terpopuler

Comments

beby

beby

mobil yg keren

2023-03-17

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 JILENA MARGARETHA
2 BAB 2 MASALAH BERUNTUN
3 BAB 3. DIUSIR DARI APARTEMEN
4 BAB 4. KABAR DUKA
5 BAB 5. TANTE DEWI
6 BAB 6. KEMBALI KE KOTA LEMBAYUNG
7 BAB 7. BERTEMU NOAH ARSYANENDRA
8 BAB 8. RUMAH TUA
9 BAB 9. MELAMAR KERJA
10 BAB 10. WASIAT
11 BAB 11. PENEMUAN MAYAT
12 BAB 12. DANAU HIJAU
13 BAB 13. KISAH MASA LALU
14 BAB 14. MENELUSURI TKP
15 BAB 15. MENCARI KEBENARAN
16 BAB 16. MAKAN MALAM KELUARGA
17 BAB 17. BERTEMU NOAH LAGI
18 BAB 18. MAKAN SIANG BERDUA
19 BAB 19. TAMAN BANGAU
20 BAB 20. FOTO DI LIONTIN
21 BAB 21. IDENTITAS MAYAT TERUNGKAP
22 BAB 22. ACARA PEMAKAMAN
23 BAB 23. MENCARI BUKTI
24 BAB 24. PERSELINGKUHAN ARSYANENDRA
25 BAB 25. RAHASIA KELUARGA ARSYANENDRA
26 BAB 26. MAKAN MALAM DENGAN NOAH
27 BAB 27. BERDAMAI DENGAN MASA LALU
28 BAB 28. JONATHAN CEMBURU
29 BAB 29. BERSAMA JONATHAN
30 BAB 30. DUA DUDA KEREN
31 BAB 31. JONATHAN DAN VINO
32 BAB 32. ARLINA ARSYANENDRA
33 BAB 33. KECURIGAAN
34 BAB 34. BUKTI REKENING BANK
35 BAB 35. MENYELIDIKI BUKTI TRANSFER
36 BAB 36. BERTEMU RATIH ARSYANENDRA
37 BAB 37. PENGAKUAN RATIH
38 BAB 38. NOAH DAN RAMIRA
39 BAB 39. ANCAMAN TUAN ARSYANENDRA
40 BAB 40. ANCAMAN BALIK DARI JILENA
41 BAB 41. MENGAMBIL SAMPEL DNA
42 BAB 42. MENYERAHKAN BUKTI
43 BAB 43. SENTUHAN JONATHAN
44 BAB 44. PEMBAGIAN WARISAN
45 BAB 45. DI TAMAN KOTA
46 BAB 46. SIAPA AYAH KANDUNG RAMIRA?
47 BAB 47. NOAH ARSYANENDRA DITANGKAP
48 BAB 48. MENGUNJUNGI NOAH
49 BAB 49. NOAH MINTA MAAF
50 BAB 50. PENGGELEDAHAN
51 BAB 51. BUKTI DARAH
52 BAB 52. KEMARAHAN SARAH
53 BAB 53. PERSIDANGAN NOAH
54 BAB 54. MEREKAM PERCAKAPAN
55 BAB 55. BUKTI BARU
56 BAB 56. BUKTI KANCING
57 BAB 57. APAKAH PAPA TERLIBAT?
58 BAB 58. MENEMUKAN PACAR MARIANA
59 BAB 59. VINO
60 BAB 60. THE UPPER SPOT CAFE
61 BAB 61. HENDRA BASKORO
62 BAB 62. KETERANGAN HENDRA
63 BAB 63. MENCARI BUKTI LAIN
64 BAB 64. REKAMAN DVD
65 BAB 65. REKAMAN DVD 2
66 BAB 66. PROSES INTEROGASI
67 BAB 67. INTEROGASI 2
68 BAB 68. KEBENARAN TERUNGKAP
69 BAB 69. MERAYAKAN KEMENANGAN
70 BAB 70. MEMAAFKAN
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 1 JILENA MARGARETHA
2
BAB 2 MASALAH BERUNTUN
3
BAB 3. DIUSIR DARI APARTEMEN
4
BAB 4. KABAR DUKA
5
BAB 5. TANTE DEWI
6
BAB 6. KEMBALI KE KOTA LEMBAYUNG
7
BAB 7. BERTEMU NOAH ARSYANENDRA
8
BAB 8. RUMAH TUA
9
BAB 9. MELAMAR KERJA
10
BAB 10. WASIAT
11
BAB 11. PENEMUAN MAYAT
12
BAB 12. DANAU HIJAU
13
BAB 13. KISAH MASA LALU
14
BAB 14. MENELUSURI TKP
15
BAB 15. MENCARI KEBENARAN
16
BAB 16. MAKAN MALAM KELUARGA
17
BAB 17. BERTEMU NOAH LAGI
18
BAB 18. MAKAN SIANG BERDUA
19
BAB 19. TAMAN BANGAU
20
BAB 20. FOTO DI LIONTIN
21
BAB 21. IDENTITAS MAYAT TERUNGKAP
22
BAB 22. ACARA PEMAKAMAN
23
BAB 23. MENCARI BUKTI
24
BAB 24. PERSELINGKUHAN ARSYANENDRA
25
BAB 25. RAHASIA KELUARGA ARSYANENDRA
26
BAB 26. MAKAN MALAM DENGAN NOAH
27
BAB 27. BERDAMAI DENGAN MASA LALU
28
BAB 28. JONATHAN CEMBURU
29
BAB 29. BERSAMA JONATHAN
30
BAB 30. DUA DUDA KEREN
31
BAB 31. JONATHAN DAN VINO
32
BAB 32. ARLINA ARSYANENDRA
33
BAB 33. KECURIGAAN
34
BAB 34. BUKTI REKENING BANK
35
BAB 35. MENYELIDIKI BUKTI TRANSFER
36
BAB 36. BERTEMU RATIH ARSYANENDRA
37
BAB 37. PENGAKUAN RATIH
38
BAB 38. NOAH DAN RAMIRA
39
BAB 39. ANCAMAN TUAN ARSYANENDRA
40
BAB 40. ANCAMAN BALIK DARI JILENA
41
BAB 41. MENGAMBIL SAMPEL DNA
42
BAB 42. MENYERAHKAN BUKTI
43
BAB 43. SENTUHAN JONATHAN
44
BAB 44. PEMBAGIAN WARISAN
45
BAB 45. DI TAMAN KOTA
46
BAB 46. SIAPA AYAH KANDUNG RAMIRA?
47
BAB 47. NOAH ARSYANENDRA DITANGKAP
48
BAB 48. MENGUNJUNGI NOAH
49
BAB 49. NOAH MINTA MAAF
50
BAB 50. PENGGELEDAHAN
51
BAB 51. BUKTI DARAH
52
BAB 52. KEMARAHAN SARAH
53
BAB 53. PERSIDANGAN NOAH
54
BAB 54. MEREKAM PERCAKAPAN
55
BAB 55. BUKTI BARU
56
BAB 56. BUKTI KANCING
57
BAB 57. APAKAH PAPA TERLIBAT?
58
BAB 58. MENEMUKAN PACAR MARIANA
59
BAB 59. VINO
60
BAB 60. THE UPPER SPOT CAFE
61
BAB 61. HENDRA BASKORO
62
BAB 62. KETERANGAN HENDRA
63
BAB 63. MENCARI BUKTI LAIN
64
BAB 64. REKAMAN DVD
65
BAB 65. REKAMAN DVD 2
66
BAB 66. PROSES INTEROGASI
67
BAB 67. INTEROGASI 2
68
BAB 68. KEBENARAN TERUNGKAP
69
BAB 69. MERAYAKAN KEMENANGAN
70
BAB 70. MEMAAFKAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!