Kata-kata Tante Dewi sebelumnya menorehkan rasa perih dihatinya, namun Jilena berusaha menyembunyikan perasaannya dan—ucapan tantenya itu terdengar seperti sesuatu yang tiba-tiba menyelinap keluar dari tempat yang gelap dan terluka.
‘Kenapa kata-kata itu bisa keluar dari mulutku? Pasti Tante Dewi tersinggung’ Dia satu-satunya perempuan yang sudah kuanggap seperti ibuku sendiri. Tante Dewi lah yang selama ini selalu peduli padaku......ahhhhh suasana hatiku sungguh kacau.
Jilena teringat kembali ke masa lalu dimana sang papa mulai bersikap dingin dan menjauhinya, saat itu Jilena melakukan sebuah kesalahan yang membuat kedua orangtuanya sangat marah, kala itu dia mengacaukan hidupnya dan membuat satu kesalahan itu—satu kesalahan yang sangat sangat besar—ketika dia berusia tujuh belas tahun. Kesalahan yang takkan pernah ia lupakan, luka yang masih membekas di hatinya sampai sekarang.
Tidak seharusnya dia membalas ucapan Tante Dewi, tidak peduli seberapa besar dia keinginanya untuk mengatakan sesuatu, Jilena tidak bisa menarik kembali kata-kata dinginnya kembali. "Maaf Tante, aku seharusnya tidak mengatakan itu," hanya itu yang bisa dia ucapkan.
“Tante mengerti, kamu sedih, sayang. Kita semua juga sedih, sayang. Kapan kamu bisa pulang?” Tante Dewi bertanya dengan suara lembut. Jilena tidak memberi tahu siapa pun di keluarganya bahwa dia telah kehilangan pekerjaan. Dia berharap bisa mendapatkan pekerjaan lain secepatnya sebelum dia kehabisan uang, sebelum dia mengecewakan sang papa sekali lagi.
#ini visualnya Tante Dewi Ginanjar.....gimana menurut kalian? 😊😊
Dia bahkan belum menceritakan tentang masalahnya saat ini pada sahabatnya, Ramira Rahayu, yang masih tinggal di kota Lembayung. Dia dan Ramira bertemu di sekolah setelah keluarganya pindah di sana. Mereka teman sekelas dan sejak saat itu mereka menjadi sahabat baik.
“Aku akan segera berangkat setelah mengemasi barang-barangku." Mungkin perjalanan akan mengambil waktu sekitar tiga jam lewat tol, dengan asumsi mobil Toyota lamanya siap untuk perjalanan. “Aku akan menelepon tante jika sudah sampai.”
"Sarah dan Ramira pasti senang bertemu denganmu, Sayang, begitu juga aku. Hati-hati dijalan ya." Ramira mungkin akan senang bertemu dengannya, tapi Jilena ragu jika Sarah juga akan senang. Jilena jarang pulang ke kampung halamannya setelah dia meinggalkan rumah pada usia tujuh belas tahun, tapi dia tetap berhubungan dengan Ramira, bahkan Ramira juga berteman dengan kakaknya Jilena. Ramira dan Sarah berteman dekat hingga saat Jilena pergi, Sarah menyalahkannya karena sebagai penyebab keretakan hubungan Sarah dan sang papa. Dia bahkan juga menyalahkan Jilena atas kematian ibu mereka.
Ramira, sahabatnya yang manis selalu ada untuknya. Ramira bukan saja sahabat bahkan sudah seperti saudara perempuannya Jilena. Dia dibesarkan oleh seorang ibu tunggal yang telah menjadi pecandu alkohol dan pengguna narkoba selama bertahun-tahun, membuat kehidupan rumah Ramira sengsara dan terkadang berbahaya.
Jilena sering mengajak Ramira main kerumahnya dan menginap disetiap akhir pekan, gadis itu sudah seperti putri ketiga dalam keluarga Ginanjar. Akankah pertemuannya dengan Ramira nanti akan memberinya sedikit titik terang dalam kesedihan yang sedang dialaminya sekarang. Sarah? Yah, lihat saja bagaiman reaksi Sarah nanti saat bertemu. Setelah mengganti setelan jasnya, dan mengenakan celana jins dan kaos yang nyaman,
Jilena mulai berkemas. Kehilangan pekerjaan dan tidak punya jalan keluar bagaimana membayar uang sewa apartemen. Tanpa pikir panjang, Jilena menjejalkan semua pakaiannya ke dalam koper dan barang-barang lain miliknya yang dia butuhkan lalu memasukkannya ke dalam kotak.
Dia memuat bagasi dan kursi belakang dengan semua barang yang bisa dia bawa, dengan hati-hati memasang bingkai foto ibunya di kursi depan di samping tasnya. Manajer apartemen dapat memiliki sofa lamanya, peralatan makan, dan tempat tidur usang—Jilena sudah memutuskan tidak akan kembali. Dia mengisi tangki mobil dengan bensin dan memastikan radiator diisi ulang
dengan air sebelum dia memulai perjalanannya.
Lega karena mobilnya menyala ketika dia menyalakannya, dia melihat ke foto ibunya dan mengelus dengan jemarinya dengan lembut. mamanya keturunan Sunda Belanda, dan dalam foto itu terlihat sang mama sangat menarik perhatian, wajah cantik dengan rambut pendek kecoklatan dan mata cokelatnya yang hangat. Jilena melirik bayangannya sendiri di kaca spion dan tersenyum—dia senang bisa mewarisi kecantikan sang mama, memiliki rambut dan mata berwarna espresso seperti sang mama. "Aku pulang, mama.”
#Hi readers.....tolong bantu up ya. Like dan berikan komentar kalian, biar makin semangat** 😘😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
beby
i like it
2023-03-17
1