BAB 16. MAKAN MALAM KELUARGA

Mereka duduk untuk makan malam. Obrolan di sekitar meja makan terdengar hanya suara Jilena yang tidak terdengar, dia duduk terpaku diam tidak bersuara, pikirannya tertuju pada Jonathan dan anak laki-lakinya. Dia ingin tahu semua hal tentang mereka, dia merasa penasaran. Apalagi setelah tahu jika Jonathan memiliki seorang putra.

"Salmonnya enak, Ramira," puji Tante Dewi. "Enakkan, Jilena?"

Mendengar namanya disebut membuat perhatiannya kembali ke meja. "Apa?"

“Salmonnya.” Tante Dewi mengangkat garpu ikannya. “Enak, iyakan?”

"Oh ya. Enak. Kerja bagus, Ramira, ”Jilena tersadar.

“Bumbu spesial?” Sarah bertanya.

“Resep ibumu,” jawab Ramira. “Risotto itu resep miliknya juga.”

“Aku senang kamu belajar memasak dari mama, karena resepnya akan terbuang sia-sia, tidak dipakai olehku dan adikku, ”kata Sarah.

Jilena mengangguk tanda setuju. Perhatian dan minat mereka sepertinya selalu terletak di tempat lain.

“Mungkin sekarang setelah kami dewasa, kamu bisa mengajari kami beberapa resep masakan, Ramira.”

“Laki-laki selalu terkesan dengan makanan enak,” kata Tante Dewi. "SAYA tidak percaya saya punya tiga gadis lajang yang cantik-cantik di sini, tapi tidak ada seorang priapun bersama kalian.” Dia meringis dan menggelengkan kepalanya.

"Oke, pindah ke topik lain," potong Jilena, melirik ke sekitar meja. “Apakah ada di antara kalian yang keberatan jika aku memakai mobil Ayah untuk sementara waktu? Mobil Toyota tuaku berada di bengkel, dan aku, sejujurnya, tidak punya uang untuk memperbaikinya sekarang."

"Aku ingin tahu kepada siapa papa mewariskanya dalam Surat wasiatnya," kata Sarah, menggigit risotto. Hal terakhir yang diinginkan Jilena adalah bertengkar dengan saudara perempuannya untuk memperebutkan mobil dan juga harta lainnya. “Sampai kita menemukan itu, apakah kalian keberatan jika aku mengendarainya? Aku membutuhkan kendaraan yang dapat diandalkan untuk pekerjaan baruku.”

"Selama kamu tidak merusaknya," Sarah memperingatkan. “Mungkin papa mewariskannya untukku."

"Mungkin tidak," balas Jilena.

Sarah mengerutkan kening. “Kalau begitu kita bisa menjualnya dan membagi hasilnya, setelah kita—memilah harta papa. Rumah juga.”

"Rumah?" Suara Jilena meninggi. "Kau ingin menjual rumah kita?" Saat dia akhirnya mulai merasa betah di suatu tempat, merasa menjadi bagian dari keluarga lagi, dan sekarang saudara perempuannya berbicara tentang menjual rumahnya.

“Terlalu besar untuk ditinggali oleh satu orang saja,” jawab Sarah, mengibas-ngibaskannya garpu pada Jilena. Sarah tinggal di sebuah rumah yang memiliki dua kamar tidur yang nyaman yang berada beberapa blok dari rumah orangtua mereka, Tante Dewi yang membantunya mendekorasi rumah Sarah.

“Tidak! Jika salah satu dari kalian menikah dan memulai sebuah keluarga.” Tante Dewi menatap Sarah dan Jilena dengan harapan di matanya. “Rumah itu akan menjadi milik salah satu dari kalian.”

“Lebih baik kita membahas soal itu lain waktu,” kata Jilena. "Semuanya setuju?.”

"Aye," teriak ketiga wanita yang lebih muda. Ekspresi Tante Dewi berubah. “Baiklah, gadis-gadis. Aku tahu kalau aku kalah suara.”

Jilena menoleh ke tantenya. “Aku membawa laptopku untuk mengerjakan obituari untuk papa setelah makan malam. Apa tante sudah mengetahui detail acaranya?”

Tante Dewi memberitahunya bahwa acara pemakaman akan dilaksanakan pada hari Jumat pukul sepuluh pagi di Capel Monte Vista di ujung jalan. Dari instruksi tertulis ayah mereka, di situlah dia menginginkan acara pemakamannya diadakan.

"Setelah kita membersihkan piring, aku akan mengerjakan obituarinya," kata Jilena. “Bagaimana kalau kita berenang?”

"Aku tidak punya baju?" tanya Ramira, tampak sedikit ragu, seolah-olah—dia berharap alasan untuk tidak ikut berenang.

"Jangan khawatir, sayang, aku punya satu kotak penuh di lantai atas," kata Tante Dewi.

“Mau model apa? Ada bikini, one-piece, semua ukuran ada. Handuk juga.”

"Aku pikir kamu serius bilang mau berenang." Jilena menyeringai pada Ramira.

...*******...

Setelah mengirimkan berita kematian ke surat kabar melalui email, gadis-gadis itu menghabiskan beberapa waktu berenang dan bermain di kolam renang, sementara tante mereka berbaring di kursi malas, di bawah payung biru besar di teras, menyeruput es teh. Jika bukan karena fakta bahwa ayahnya baru saja meninggal tiba-tiba, Jilena akan menganggap ini salah satu malam paling bahagia yang dia habiskan setelah sekian lama. Sebuah kenyataan paling menyedihkan tentang hidupnya selama ini.

Sekitar pukul sembilan, saat malam semakin larut dan lampu ditama mulai berkedip, Jilena mengatakan dia sudah cukup berenang dan saatnya untuk istirahat. Dia menaiki tangga kolam, keluar dari air, dan meraih handuk, melingkarkannya di pinggangnya seperti sarung. "Aku segera kembali," katanya kepada yang lain.

Setelah mengganti bikini dan mengenakan kembali pakaiannya, Jilena muncul kembali di teras. Ramira dan Sarah telah keluar dari kolam juga dan—sedang mengeringkan badan. Jilena mengucapkan selamat tinggal pada mereka, membungkuk dan menciumnya pipi tante dewi, dan mengucapkan selamat malam pada mereka semua.

"Aku akan menemui kalian berdua besok pagi untuk sarapan," kata Jilena, menunjuk kakaknya dan Ramira, dia tahu salah satu dari mereka akan berada di The Upper Spot Cafe besok pagi-pagi sekali. "Simpan roti gulung kayu manis untukku."

"Jaga mobil itu," perintah Sarah.

Jennysa menjulurkan tangannya ke udara dan melambai pada mereka santai saat dia—berjalan keluar dari gerbang samping. Mengemudikan Roadster pulang kerumah yang sangat menyenangkan. Dia menurunkan jendela, menikmati angin malam yang menyenangkan mengalir mengibaskan rambutnya. Mobil dengan model ramping dan kuat, tanpa ada suara sekecil apa pun, mobil itu terasa seperti dibuat untuknya. Meskipun ada sedikit keberatan dari keluarganya, dia memutuskan untuk menganggap mobil ini miliknya, setidaknya untuk saat ini.

Begitu dia sampai di rumah dan berbaring diatas ranjang sendirian di kamarnya, dia memikirkan kembali hari ini—terutama perjalanan ke danau. Mungkin itu bukan ide yang bagus. Itu telah membangkitkan kenangan lama yang telah berusaha keras untuk dia lupakan namun hari ini kenangan itu begitu menyesakkan dan menyakitkan baginya. Jika saja dia bisa menghindari untuk tidak pergi ke danau hijau, tetapi dengan cerita yang sedang dia selidiki, itu—tidak mungkin baginya untuk menghindar.

Dia menarik lemari atas, membukanya mengambil piyama, dan ada—foto prom usang yang dia simpan disana pada malam sebelumnya, kenangan dari kisah asmara yang salah dengan Noah, yang merupakan awal dari akhir kehidupannya saat itu. Dia mengambil foto yang menyedihkan itu dan merobeknya menjadi dua, lalu melemparkannya ke keranjang sampah di sebelah lemari.

Tidak akan ada mimpi tentang apa yang mungkin terjadi di antara mereka. Itulah kenyataan yang sebenarnya dari apa yang ada. Kematian ayahnya yang mendadak sungguh ironis, namun memberinya kesempatan kedua untuk hidup bahagia, dan dia tidak akan mengacaukan hidupnya lagi dengan mengingat tentang Noah Arsyanendra. Sekarang, ada yang lain hadir dihidupnya, Jonathan Benedictus adalah cerita baru. Masih tak percaya dengan apa yang dikatakan Ramira tentangnya, membuatnya penasaran ingin tahu lebih banyak tentang Jonathan. Mungkin sudah saatnya Jilena menerima tawaran untuk makan malam bersama.

...*********...

Keesokan paginya, Jilena terbangun karena suara telepon berdering di meja samping tempat tidur. Dia berguling dan memeriksa jam yang ada di sampingnya. Dibaca jam tujuh tiga puluh lima (7.35).

"Halo," jawabnya dengan grogi.

“Jilena? Jilena Margaretha?” suara seorang pria bertanya.

"Ya."

"Maaf, apa aku membangunkanmu?"

Dia menarik napas dalam-dalam dan mencoba memaksa matanya untuk tetap terbuka. "Masih terlalu pagi," gerutunya. "Siapa ini?"

“Ini Keenan.”

“Keenan?”

“Ya, Keenan Hadinata. Apa kau yakin aku tidak membangunkanmu?”

"Tidak, tidak sama sekali." Dia berguling di sisinya.

“Saya ingin memberitahumu bahwa kami sudah menerima berita acara pemakaman yang kamu kirimkan melalui email kepada kami tadi malam. Ini akan ada di koran besok.”

"Terima kasih."

"Saya lihat pemakamannya Jumat pagi."

"Ya itu betul." Jilena menarik dirinya ke posisi duduk dan mengusap wajahnya dengan tangan.

"Ini mungkin sedikit berlebihan, tapi tolong beri tahu saya jika kamu tidak ingin melakukannya,  maukah kamu membuat cerita pendek tentang ayahmu dan pemakamannya? Kami mengenal ayahmu dengan baik, seperti yang kamu tahu, ayahmu cukup terkenal di masyarakat. Kami ingin memberikan kehormatan padanya dan—”

"Tentu, aku akan dengan senang hati melakukannya," jawabnya datar. Dia menutupi mulutnya saat dia menguap. Apa lagi yang bisa dia katakan? Pria ini cukup baik untuk mempekerjakannya. Dan dia benar—ayahnya layak mendapat kehormatan itu. "Ada yang lain?"

“Kami telah menerbitkan ceritamu tentang kasus pembunuhan di koran pagi ini, dan saya sudah mendapatkan banyak respon tentang itu.”

“Respo apa?” tanya Jilena.

“Panggilan telepon, email, orang-orang membicarakan cerita itu di The Upper Spot Cafe pagi ketika saya mampir untuk minum kopi dan sarapan pagi. ”

Secepat itukah berita ini menjadi pembicaraan dan menarik perhatian bukan saja dikota kecil lembayung bahkan di kota lain? Mungkin ini dikarenakan, kota kecil yang damai itu yang dikenal tidak pernah ada kejahatan, tiba-tiba dihebohkan dengan penemuan kerangka seorang wanita yang dibunuh?

...**...

Saat Jilena tiba di The Upper Spot Cafe, pagi-pagi sekali kerumunan pelanggan sudah berkurang. Dia memarkirkan mobil sport tepat di depan toko. Perutnya keroncongan memikirkan roti gulung kayu manis yang menunggu untuk dilahap. Dia meraih pegangan pintu kafe pada saat yang sama ada tangan lain yang mencengkeramnya. Terkejut, dia mendongak. Tangan itu milik Noah.

Terpopuler

Comments

beby

beby

mulai didekati noah

2023-03-18

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1 JILENA MARGARETHA
2 BAB 2 MASALAH BERUNTUN
3 BAB 3. DIUSIR DARI APARTEMEN
4 BAB 4. KABAR DUKA
5 BAB 5. TANTE DEWI
6 BAB 6. KEMBALI KE KOTA LEMBAYUNG
7 BAB 7. BERTEMU NOAH ARSYANENDRA
8 BAB 8. RUMAH TUA
9 BAB 9. MELAMAR KERJA
10 BAB 10. WASIAT
11 BAB 11. PENEMUAN MAYAT
12 BAB 12. DANAU HIJAU
13 BAB 13. KISAH MASA LALU
14 BAB 14. MENELUSURI TKP
15 BAB 15. MENCARI KEBENARAN
16 BAB 16. MAKAN MALAM KELUARGA
17 BAB 17. BERTEMU NOAH LAGI
18 BAB 18. MAKAN SIANG BERDUA
19 BAB 19. TAMAN BANGAU
20 BAB 20. FOTO DI LIONTIN
21 BAB 21. IDENTITAS MAYAT TERUNGKAP
22 BAB 22. ACARA PEMAKAMAN
23 BAB 23. MENCARI BUKTI
24 BAB 24. PERSELINGKUHAN ARSYANENDRA
25 BAB 25. RAHASIA KELUARGA ARSYANENDRA
26 BAB 26. MAKAN MALAM DENGAN NOAH
27 BAB 27. BERDAMAI DENGAN MASA LALU
28 BAB 28. JONATHAN CEMBURU
29 BAB 29. BERSAMA JONATHAN
30 BAB 30. DUA DUDA KEREN
31 BAB 31. JONATHAN DAN VINO
32 BAB 32. ARLINA ARSYANENDRA
33 BAB 33. KECURIGAAN
34 BAB 34. BUKTI REKENING BANK
35 BAB 35. MENYELIDIKI BUKTI TRANSFER
36 BAB 36. BERTEMU RATIH ARSYANENDRA
37 BAB 37. PENGAKUAN RATIH
38 BAB 38. NOAH DAN RAMIRA
39 BAB 39. ANCAMAN TUAN ARSYANENDRA
40 BAB 40. ANCAMAN BALIK DARI JILENA
41 BAB 41. MENGAMBIL SAMPEL DNA
42 BAB 42. MENYERAHKAN BUKTI
43 BAB 43. SENTUHAN JONATHAN
44 BAB 44. PEMBAGIAN WARISAN
45 BAB 45. DI TAMAN KOTA
46 BAB 46. SIAPA AYAH KANDUNG RAMIRA?
47 BAB 47. NOAH ARSYANENDRA DITANGKAP
48 BAB 48. MENGUNJUNGI NOAH
49 BAB 49. NOAH MINTA MAAF
50 BAB 50. PENGGELEDAHAN
51 BAB 51. BUKTI DARAH
52 BAB 52. KEMARAHAN SARAH
53 BAB 53. PERSIDANGAN NOAH
54 BAB 54. MEREKAM PERCAKAPAN
55 BAB 55. BUKTI BARU
56 BAB 56. BUKTI KANCING
57 BAB 57. APAKAH PAPA TERLIBAT?
58 BAB 58. MENEMUKAN PACAR MARIANA
59 BAB 59. VINO
60 BAB 60. THE UPPER SPOT CAFE
61 BAB 61. HENDRA BASKORO
62 BAB 62. KETERANGAN HENDRA
63 BAB 63. MENCARI BUKTI LAIN
64 BAB 64. REKAMAN DVD
65 BAB 65. REKAMAN DVD 2
66 BAB 66. PROSES INTEROGASI
67 BAB 67. INTEROGASI 2
68 BAB 68. KEBENARAN TERUNGKAP
69 BAB 69. MERAYAKAN KEMENANGAN
70 BAB 70. MEMAAFKAN
Episodes

Updated 70 Episodes

1
BAB 1 JILENA MARGARETHA
2
BAB 2 MASALAH BERUNTUN
3
BAB 3. DIUSIR DARI APARTEMEN
4
BAB 4. KABAR DUKA
5
BAB 5. TANTE DEWI
6
BAB 6. KEMBALI KE KOTA LEMBAYUNG
7
BAB 7. BERTEMU NOAH ARSYANENDRA
8
BAB 8. RUMAH TUA
9
BAB 9. MELAMAR KERJA
10
BAB 10. WASIAT
11
BAB 11. PENEMUAN MAYAT
12
BAB 12. DANAU HIJAU
13
BAB 13. KISAH MASA LALU
14
BAB 14. MENELUSURI TKP
15
BAB 15. MENCARI KEBENARAN
16
BAB 16. MAKAN MALAM KELUARGA
17
BAB 17. BERTEMU NOAH LAGI
18
BAB 18. MAKAN SIANG BERDUA
19
BAB 19. TAMAN BANGAU
20
BAB 20. FOTO DI LIONTIN
21
BAB 21. IDENTITAS MAYAT TERUNGKAP
22
BAB 22. ACARA PEMAKAMAN
23
BAB 23. MENCARI BUKTI
24
BAB 24. PERSELINGKUHAN ARSYANENDRA
25
BAB 25. RAHASIA KELUARGA ARSYANENDRA
26
BAB 26. MAKAN MALAM DENGAN NOAH
27
BAB 27. BERDAMAI DENGAN MASA LALU
28
BAB 28. JONATHAN CEMBURU
29
BAB 29. BERSAMA JONATHAN
30
BAB 30. DUA DUDA KEREN
31
BAB 31. JONATHAN DAN VINO
32
BAB 32. ARLINA ARSYANENDRA
33
BAB 33. KECURIGAAN
34
BAB 34. BUKTI REKENING BANK
35
BAB 35. MENYELIDIKI BUKTI TRANSFER
36
BAB 36. BERTEMU RATIH ARSYANENDRA
37
BAB 37. PENGAKUAN RATIH
38
BAB 38. NOAH DAN RAMIRA
39
BAB 39. ANCAMAN TUAN ARSYANENDRA
40
BAB 40. ANCAMAN BALIK DARI JILENA
41
BAB 41. MENGAMBIL SAMPEL DNA
42
BAB 42. MENYERAHKAN BUKTI
43
BAB 43. SENTUHAN JONATHAN
44
BAB 44. PEMBAGIAN WARISAN
45
BAB 45. DI TAMAN KOTA
46
BAB 46. SIAPA AYAH KANDUNG RAMIRA?
47
BAB 47. NOAH ARSYANENDRA DITANGKAP
48
BAB 48. MENGUNJUNGI NOAH
49
BAB 49. NOAH MINTA MAAF
50
BAB 50. PENGGELEDAHAN
51
BAB 51. BUKTI DARAH
52
BAB 52. KEMARAHAN SARAH
53
BAB 53. PERSIDANGAN NOAH
54
BAB 54. MEREKAM PERCAKAPAN
55
BAB 55. BUKTI BARU
56
BAB 56. BUKTI KANCING
57
BAB 57. APAKAH PAPA TERLIBAT?
58
BAB 58. MENEMUKAN PACAR MARIANA
59
BAB 59. VINO
60
BAB 60. THE UPPER SPOT CAFE
61
BAB 61. HENDRA BASKORO
62
BAB 62. KETERANGAN HENDRA
63
BAB 63. MENCARI BUKTI LAIN
64
BAB 64. REKAMAN DVD
65
BAB 65. REKAMAN DVD 2
66
BAB 66. PROSES INTEROGASI
67
BAB 67. INTEROGASI 2
68
BAB 68. KEBENARAN TERUNGKAP
69
BAB 69. MERAYAKAN KEMENANGAN
70
BAB 70. MEMAAFKAN

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!