"Aku tidak akan membiarkan putriku menjadi tawananmu, Emran!!" Sarkas Tora dengan Arogan. Dia hanya ingin menjemput putrinya pulang. Tidak ada niat membuat keributan, kecuali jika Emran tetap menahan putrinya.
"Lihat, apa kami memperlakukannya seperti tawanan. Justru putramu sendirilah yang membuatmu terluka." Emran menarik tangan Yumna lembut, menunjukkan bekas cengkraman di tangan putih itu.
"Putrimu hampir mati tertabrak mobil malam itu kalau Guntur tidak menolongnya. Aku peringatkan, jangan macam-macam denganku. Apalagi sampai berpikir untuk membalas dendam, tidak ada kejahatan yang aku lakukan." Lanjut Emran dengan tegas, dia sudah bicara baik-baik. Tapi tamunya ini seperti tidak ada niat menyelesaikan masalah dengan kekeluargaan.
Yumna makan sambil menunduk takut. Anindi menggenggam tangan gadis itu untuk meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.
"Aku tidak akan macam-macam kalau kalian mengembalikan Ara sekarang. Satu minggu lagi dia akan menikah!!"
"Daddy," gadis yang dipanggil Ara itu menggeleng. "Aku gak mau nikah dengan lelaki pilihan Daddy!!" Tegas Yumna.
"Kamu harus tetap menikah Ara!!" Tekan Tora pada putrinya. "Aga, bawa adikmu pulang!!" Titahnya.
Sagara mendekati adiknya yang belum selesai makan, menarik paksa tangan mungil itu.
"Daddy, Ara gak mau pulang. Ara gak mau nikah!! Ara mau di sini!!" Ucap Yumna, hanya ini satu-satunya cara agar ia bisa lepas dari pernikahan itu.
"Aga, lepaskan tanganmu! Kau tidak mendengar apa yang barusan Ara ucapkan!!" Guntur mencengkram tangan Aga lalu menyingkirkannya dari tangan mungil Yumna. Ia membawa gadis itu pergi dari sana.
Guntur baru berjalan beberapa langkah. Aga berteriak, mengeluarkan pistol dari balik punggungnya. "Guntur, berhenti atau aku tembak kepalamu!!"
"Abang pistol," gumam Khalisa dengan tubuh bergetar.
"Tutup matanya Sayang." Ghani langsung memeluk sang istri, membenamkan kepala Khalisa ke bahunya.
"Ghani, Tomi. Bawa Mama dan istri kalian ke kamar." Perintah Emran pada putranya, semua di luar perkiraannya. Sagara nekat melakukan serangan di kandang musuh.
"Ayo Mah," Tomi menuntun ibu dan istrinya. Sedang Ghani sudah menggendong Khalisa. Mereka meninggalkan ruang tengah lewat lift yang terhubung ke lantai atas.
"Tembaklah, maka adikmu juga akan mati bersamaku." Guntur tersenyum miring, menggandeng tangan Yumna. Dia yakin Aga tidak akan berani melepaskan satu peluru pun di rumah ini.
"Aku tidak sedang bermain-main Guntur!!" Teriak Aga, menarik pelatuk dan membidik kepala Guntur.
"Biar aku pulang saja," ucap Yumna pelan melepaskan tangan Guntur. Dia tidak bisa mengorbankan orang lain. Cukup dia saja yang menderita.
"Diamlah," Guntur kembali menggenggam tangan gadis yang dinginnya seperti es itu.
"Aku beri waktu lima detik untuk kau berpikir Guntur. Sebelum peluru ini benar-benar menembus kepalamu!!" Teriak Aga.
"Kau tidak pernah menang menembak melawanku Aga!!" Zaky dari lantai atas mengarahkan pistol ke kepala Sagara. Bibirnya tersenyum mengejek pada teman sepermainannya itu. Mereka sering latihan menembak bersama, kadang Yumna juga ikut bersama abangnya.
Guntur menggunakan kesempatan itu untuk membawa Yumna pergi dari sana.
"Zaky!" Gumam Aga terkejut melihat pria itu ada di rumah ini.
"Kenapa? Kau terkejut melihatku ada di sini!" Suami Ghina itu menuruni tangga, mendekati Sagara dan merangkulnya.
"Pulanglah, Ara akan baik-baik saja di sini."
Benar saja mereka merasa wajah gadis itu sangat familiar. Karena tangkapan kamera cctv yang tidak jelas membuat wajah Yumna susah dikenali.
"Aku tidak mengkhawatirkan Ara ada di sini. Tapi kami memerlukan Ara agar acara pernikahan minggu depan bisa tetap berlangsung." Tukas Aga mengikuti Zaky duduk di sofa.
"Adik kecilmu itu belum ingin menikah Aga, dia masih punya mimpi yang ingin digapainya."
"Kami tidak akan pulang sebelum membawa Ara pulang!!" Kekeuh Tora yang tidak melunak sedikit pun.
"Tora, Tora. Jangan mempersulit dirimu sendiri. Mau kau jodohkan dengan siapa putrimu itu hah, ketua mafia seperti daddy-nya!!" Sarkas Emran yang sangat mengenal pria di depannya ini. Dulu mereka memang sempat bermasalah, tapi sudah bertahun-tahun ini tidak pernah saling senggol lagi.
"Itu urusanku Emran, Ara putriku. Kau tidak berhak ikut campur!!"
"Kebahagiaan Ara juga menjadi urusanmu Tora. Jangan gadaikan kebahagiaan putrimu hanya untuk kekuasaan," nasehat Emran.
"Kalau kau tidak bisa membahagiakannya biar aku yang merawatnya." Lanjut Emran seenak jidat ingin mengambil alih putri orang.
"Putriku bukan barang Emran yang bisa kau ambil seenaknya!!" Geram Tora.
"Dia juga bukan barang yang bisa kau perjual belikan untuk kekuasaan!" balas Emran tak ingin kalah dengan senyuman mengejek.
"Beruntung kami yang menemukannya, jadi kau masih bisa melihatnya baik-baik saja. Sekarang pulanglah. Kau sudah membuat putrimu sendiri ketakutan. Batalkan pernikahan itu, aku akan mengganti kerugiaannya." Tukas Emran arogan.
"Aku tidak sedang kekurangan uang Emran, kau menghinaku dengn bicara seperti itu!!"
"Siapa tau kau sudah tidak bisa mengurus putrimu itu. Sampai dia harus berlari tanpa alas kaki di malam buta!!" Sindir Emran kesal.
Tora berdiri dari duduknya, dia tidak pernah bisa menang adu mulut dengan Emran. "Aga, kita pulang."
Biar hari ini dia mengalah dulu, sambil memikirkan cara untuk mengambil putrinya kembali. Masih ada waktu satu minggu.
***
"Abaang, apa Guntur baik-baik aja?" Tanya Khalisa yang sudah dibaringkan Ghani di tempat tidur.
"Kha dengarkan gak ada suara tembakan, mereka baik-baik aja." Ghani menenangkan istrinya yang masih gemetar.
"Tapi Kha dulu ditembak gak ada suaranya jugakan?" Ujar Khalisa seperti anak kecil. Disaat tertekan seperti ini bisa membuat anxiety disordernya istri Ghani itu kumat.
"Sayang, Sayang. Kha tenang ya." Ghani membawa Khalisa dalam pelukan menciuminya di kepala agar istrinya itu lebih rileks.
"Obatnya masih ada Gha?" Tanya Tomi membuka setiap laci nakas.
"Ada di lemari atas kulkas," sahut Ghani.
Tomi langsung bergerak untuk mengambilkan obat adik iparnya itu. "Minum obat dulu Kha."
Ghani membangunkan Khalisa mengambil obat dan air putih di tangan Tomi. Kemudian membantu sang istri untuk meminumnya. Bunda Arraz itu berkeringat dingin.
"Aku bawa mama ke kamar dulu Gha," ucap Tomi.
"Iya, tolong jemputin Arraz di kamar Ghina nanti. Aku tidurin Kha dulu."
Suami Anindi itu mengangguk, membawa ibunya ke kamar diikuti Anindi. Tomi menemani ibunya dulu sebelum mengurus sang istri.
"Mama tidur ya, Tomi temani di sini." Tomi membaringkan Mira kemudian menyelimuti. Ia duduk di sisi tempat tidur sambil memijati di kaki.
"Ngantuk Sayang?" Tanya Tomi melihat istrinya yang duduk di sofa lemas.
"Enggak Mas, cuma perutnya gak enak nih."
"Kamu temani Nindi aja, Mama gak papa Tom." Ujar Mira kasihan melihat menantunya yang seperti menahan sakit.
"Mama tidur ya aku tinggal ke kamar."
"Iya, antar Arraz ke kamar bundanya dulu ya Nak."
"Iya Mah," Tomi menuntun istrinya keluar dari kamar utama. Setelah mengantar Anindi ke kamar ia menjemput Arraz yang sudah terlelap di kamar Ghina.
...💥💥💥...
Hai baca juga cerita aku yang lain ya, semoga suka. Semua sudah tamat. Jangan lupa like, komen dan votenya agar aku semakin semangat berkarya. Terimakasih sudah mampir 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Nani Suryani
Saya nyari2 novel ini setelah baca menikahi suami kakak kandung, darj situ mencoba mencari nivel2 lainnya yang ada hubungannya dengan novel kanebo kering, mommy untuk daddy
2024-05-14
0
Nani Suryani
apakah ada novel yentang Erra dan Nick?
2024-05-14
0
Indarti Soekirdjo
baca cerita ini gara2 baca mommy untuk Daddy kisahnya Sagara dan anaknya
2022-12-31
1