Setelah melihat perdebatan kakak adik tadi, akhirnya Guntur bisa percaya kalau Yumna kabur dari rumah. Pria itu melajukan mobil dengan kecepatan tinggi membawa Yumna pulang ke rumahnya sesuai perintah.
Hah, kenapa keluarganya harus repot-repot melindungi gadis kecil ini. Guntur mendesah berat. Satu lagi perempuan yang akan menyusahkan hidupnya.
"Kau bisa pergi kemanapun, tidak perlu merepotkanku!!" Geram Guntur, gara-gara Anindi dia jadi terseret juga.
Yumna tidak menjawab, memilin-milin cincin di tangannya usai membersihkan dengan kaos. Cuma ini yang dia punya. Kalau di jual ke toko perhiasan, ia tidak memiliki benda kenangan lagi.
Entah dimana sekarang kekasihnya itu diasingkan sang ayah. Masih hidupkah atau sudah menjadi mayat. Yumna menatap ke luar jendela mengecup cincin itu. Ia tidak menangis, hanya hatinya saja yang terasa sangat sakit sekarang.
Gadis itu masih melamun saat Guntur sudah turun dari mobil. Bungsu Emran itu berdecak membuka pintu penumpang.
"Kau ini memang suka melamun, mau tidur di mobil atau masuk ke dalam?" Tanya Guntur tidak ada manis-manisnya.
"Ma-maaf," ucap Yumna tersadar dari lamunannya. Ia bergegas turun dari mobil sebelum pemiliknya mengeluarkan suara emas yang bisa membuat gendang telinganya sobek.
Yumna berjalan pelan mengikuti Guntur masuk ke rumah yang tidak kalah megah dengan milik keluarganya. Benarkah dia sekarang telah menjadi tawanan.
"Aku sudah membawanya pulang!" Ucap Guntur di ruang tengah lalu pergi ke kamarnya.
"Yumna kamu gak papa?" Anindi langsung menyambut gadis itu.
Dia memang tidak tau jelas latar belakang dan masalah Yumna kabur dari rumah. Tapi ia sangat khawatir saat suaminya memberitahu kalau gadis ini dipaksa pulang.
Yumna tersenyum kecil diikuti gelengan kepala, "aku gak papa."
"Duduk dulu, kamu pasti belum makan malamkan?" Anindi meminta art untuk menyiapkan makan dan membawa Yumna duduk di sofa bergabung dengan keluarganya yang lain.
"Jangan takut, keluarga kami tidak ada yang memakan daging manusia." Gurau Emran hangat, dia tau gadis itu sedang cemas berada di rumahnya.
"Tapi Kha suka makan dagingku Pah," celetuk Ghani. Sejurus pria itu langsung mendapat gigitan di tangan dari istrinya.
"Kha, sakit Sayaaang!!" Pekik Ghani, Khalisa benar-benar menggigitnya dengan semangat empat lima. Gigi yang tertancap itu menimbulkan bekas.
"Makanya Abang jangan suka bicara asal," jawab Khalisa cemberut.
"Abang gak bicara asal Sayang, Kha beneran makan daging Abang kan. Nih buktinya." Ghani menunjukkan tangannya yang berbekas.
"Gha, kamu ini suka banget usil." Tegur Mira, putranya itu membuat orang yang melihatnya tertawa saja.
"Aku gak usil Mah. Aku sayang," Ghani memeluk Khalisa gemas menciuminya di pipi. Dia tidak peduli mengumbar kemesraan dimanapun.
Tomi sampai geleng-geleng kepala melihat tingkah adik sepupunya itu. "Bucin-bucin," desisnya.
"Abang, Kha malu!!" Rengek Khalisa mencoba melepaskan diri dari suaminya.
"Kalau malu di sini, ayo kita ke kamar Sayang." Goda Ghani, biar saja dia ditertawakan yang penting hatinya senang.
Yumna ikut terkekeh geli melihat pasangan itu. Andai sang ayah merestui pasti sekarang dia juga sudah bahagia bersama kekasihnya. Gadis itu memutar-mutar cincin di jari manisnya, berharap Tuhan masih memberikan mereka kesempatan untuk bertemu lagi.
Semua tidak terlepas dari pengamatan Anindi dan Tomi.
"Abang, kita lagi ada tamu. Abang gak sopan banget main nyosor aja. Malu sama Papa," Khalisa mendelik menjauhkan pipi Ghani dari pipinya.
"Papa gak akan protes Sayang. Papa mau nambah cucukan, hm?" Tanya Ghani menggoda sambil memainkan alisnya.
"Iya, Papa mau cucu lima lagi dari kalian." Jawab Emran asal.
"Nah, dengerkan Sayang. Papa mau lima cucu lagi dari kita," ujar Ghani terkekeh geli.
Khalisa membulatkan mata, "Papa! Kha bukan kucing yang bisa melahirkan sekaligus lima ekor!" Cetusnya kesal yang mengundang tawa.
"Siapa yang nyuruh kamu melahirkan langsung lima Sayang, kan bisa dicicil. Jadi bikinnya juga dicicil," goda Ghani genit.
"Dahlah, Kha ke kamar aja!!" Rajuk Khalisa.
"No Sayang, No. Masih ada tamu di sini, Kha temani dulu. Abang janji gak nakal lagi." Ghani menepuk kepala Khalisa lembut untuk mengakhiri keusilannya.
"Kamu makan dulu, Nak. Abaikan mereka yang memang gak jelas itu." Ujar Mira lembut pada Yumna, setelah makanan datang.
Ghani tidak membuat ulah lagi, hanya menyandarkan sang istri di bahunya. Hanya sesekali menciumi pipi kesayangannya itu.
"Gak perlu malu, santai aja di sini. Ayo makan." Anindi mengusap lengan Yumna lembut.
Yumna mengangguk, menyendok nasi di piringnya. Keluarga ini sangat hangat menyambutnya, padahal dia bukan siapa-siapa.
"Tutup semua pintu, kita diserang Tora Damanuri!!" Teriak Guntur yang bergegas turun. Syukur dia sudah sampai rumah. Jadi ia bisa bernapas sedikit lega tidak menghadapi musuh sendirian.
"Zaky jaga anak-anak, ada yang bertamu." Ucap Ghani dari sambungan telepon. Putranya sedang bermain di kamar atas bersama Ghina dan Zaky.
Zaky sudah paham maksud ucapan iparnya itu. Ia membawa anak dan istrinya ke kamar. "Sayang temani Airil dan Arraz di kamar ya, aku lihat ke bawah sebentar." Ujar Zaky pada Ghina, adik kembar Ghani itu mengangguk. Semua kamar di rumah ini sudah memiliki pengamanan, jadi tidak khawatir.
Yumna langsung menegang saat nama ayahnya disebutkan. Secepat ini ayahnya melakukan penyerangan. Dia tidak punya pilihan lain selain menyerah, agar ayahnya tidak mengganggu keluarga ini.
"Makanlah, jangan takut. Ayahmu tidak akan berani membuat keributan di sini," ujar Emran tersenyum.
"Guntur, buka pintu. Biarkan Tora dan putranya masuk. Kecuali anak buahnya tetap di luar," Emran masih bersikap sangat tenang.
"Siap Pah," sahut Guntur. Ia bergegas menuju pintu utama.
Yumna tetap melahap makanan di hadapannya di saat suasana genting seperti ini. Dia perlu tenaga untuk menghadapi ayahnya nanti. Semua yang ada di ruangan masih bersikap tenang.
"Emran, kembalikan putriku!!" Teriak Tora, berjalan dengan angkuh memasuki kediaman Emran bersama putranya.
"Tidak perlu berteriak, itu membuat putrimu yang sedang makan terganggu. Duduklah dulu." Emran mengkode Guntur untuk duduk di samping Yumna buat berjaga-jaga.
Sedang Tomi dan Ghani menenangkan istrinya masing-masing agar tidak ketakutan.
"Ara, pulang!!" Tegas Tora, tidak menanggapi ucapan Emran.
"Duduklah Tora, Sagara. Tidak sopan berteriak di rumah orang, kalian sekarang tamu." Tegur Mira dengan lembut, ia meminta art membuatkan jamuan untuk tamunya ini.
Ayah dan anak itu menurut mengambil posisi duduk berhadapan dengan putrinya.
Lagi-lagi Yumna dibuat menganga, daddy-nya itu hanya patuh pada sang mommy. Tapi di sini, mereka tidak seperti singa yang sedang lapar.
"Kau berhutang budi padaku Tora, kami menyelamatkan putrimu. Jadi jangan pernah mendatangi rumahku dengan membawa antek-antekmu lagi. Itu akan membuat cucu dan menantuku ketakutan." Emran duduk dengan tenang sambil memangku satu kakinya.
"Aku tidak akan membiarkan putriku menjadi tawananmu, Emran!!" Sarkas Tora dengan Arogan. Dia hanya ingin menjemput putrinya pulang. Tidak ada niat membuat keributan, kecuali jika Emran tetap menahan putrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
DaaaWd
hmmm.. Keluarga Emran penuh kehangatan berbanding terbalik dg keluarga Ara.
sabaar Ra, tinggal nunggu waktu othor menuliskan cerita manis buatmu🤭, kamu bukakan hati buat Guntur, dengan begitu kamu ada ditengah2 keluarga Ayah Emran🤗
2022-05-05
2