"Mas ini foto siapa?" Anindi mengamati foto yang tidak terlalu jelas itu.
Pakaiannya sama persis seperti milik Yumna, gadis yang baru dia tolong dua hari lalu. Perawakannya juga, Anindi yakin itu memang Yumna.
"Itu foto gadis yang di tolong Guntur, Sayang. Mas mau mencarinya, Guntur sudah membawanya ke hotel kita. Katanya gadis itu tidak punya rumah. Takutnya nanti ada pemberitaan Guntur menelantarkan anak gadis orang," tutur Tomi pada sang istri.
"Sudah ketemu?" Tanya Anindi, dia gamang mau memberitahu perihal Yumna pada suaminya atau tidak.
"Mas baru dapat fotonya tadi malam Nin, mana bisa langsung ketemu." Jawab Tomi dengan kekehan kecil.
"Mas," panggil Anindi pelan pada suaminya yang sedang membereskan tempat tidur. Mereka memang selalu membereskan kamar sendiri tanpa melibatkan asisten rumah tangga.
"Iya Sayang, kenapa?" Tomi menatap teduh sang istri yang seperti ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu. "Mau ngomong apa?" Tanyanya mendekati Anindi yang berdiri di depan nakas. Lelaki itu membawa istrinya duduk ke sisi tempat tidur.
"Gadis ini namanya Yumna," Anindi mengipas-ngipaskan foto di tangannya.
"Kamu kenal Sayang?" Tanya Tomi, bagaimana bisa istrinya mengenal orang yang ingin mereka cari.
Istri Tomi itu mengangguk, "aku memberikannya tumpangan tempat tinggal dan kerjaan. Dua hari yang lalu aku menolongnya, baju yang digunakannya juga persis seperti ini. Dia gak bawa apa-apa, sendal aja gak punya." Jelas Anindi yang merasa iba pada gadis itu.
"Apa dia baik-baik aja Sayang? Maksudku, Guntur tidak melakukan apa-apa padanya kan." Tanya Tomi memastikan kalau Guntur benar-benar tidak menyentuh gadis itu.
"Sepertinya enggak Mas, cuma kelaparan aja."
"Syukurlah, untuk sementara biar dia tinggal di sana dulu Nin. Kamu bantu awasi dia ya, Sayang. Papa mau memberikan tempat tinggal untuknya. Aku cari tau dulu latar belakangnya."
Anindi mengkerutkan kening, "kamu gak ada pikiran menjodohkan Guntur dengan gadis kecil itu kan Mas. Dia sepertinya masih sangat muda."
"Kalau iya memangnya gak boleh, Sayang?" Tomi terkekeh kecil dengan keheranan istrinya.
"Mas, Guntur memang membawanya ke hotel. Tapi dia gak menyentuh Yumna. Gak perlu dijodohin juga, gadis itu masa depannya masih panjang. Kita juga gak bisa ikut campur masalah pribadinya."
"Mungkin Guntur emang gak ngapa-ngapain dia Sayang. Tapi sudah banyak mata yang melihat Guntur memapahnya ke hotel. Apa orang akan percaya kalau Guntur hanya sedang menolong perempuan yang kesusahan dengan cara membawa ke hotel dalam keadaan basah." Jelas Tomi lembut untuk memberikan pengertian, tangannya tergerak mengelus pipi sang istri.
Anindi menarik napas panjang, sebenarnya dia tidak setuju dengan pemikiran suaminya ini.
"Tapi jangan paksa Yumna, aku gak mau keluarga kita membuatnya semakin tertekan dan menambah masalah hidupnya. Kamu tau kan, membawa orang masuk ke keluarga kita itu sama seperti menjadikan mereka umpan." Gumam Anindi, dia dan Khalisa merasakan betapa mengerikannya ada di keluarga itu dulu.
"Iya Sayang," Tomi paham akan ketakutan Anindi. "Untuk sementara biar saja dia terlindungi dengan status jadi karyawan kita."
Anindi mengangguk saja pada sang suami. Dia yakin Tomi sudah memikirkan semuanya. Suaminya ini bukan tipe lelaki yang gegabah dan terburu-buru dalam mengambil keputusan.
"Kamu sedang hamil, jangan terlalu sering ke toko lagi. Kan sudah ada Mita yang membantu mengawasi karyawan Sayang." Tomi mengelus perut istrinya yang sedang mengandung dua bulan. Setelah tiga tahun lebih mereka menanti sang buah hati.
"Aku bosan di rumah, cuma main sama Arraz Mas. Kalau di toko aku bisa lihat banyak orang. Cuma duduk-duduk aja kok, gak bikin capek Mas."
"Gak mau ikut ke kantor, temani Mas aja?"
Anindi menggeleng pelan, "malu," gumamnya.
"Kita suami istri Sayang, ngapain malu." Tomi tersenyum kecil mengecup pipi Anindi.
"Nanti aku dibilang istri manja."
"Kan emang manja kalau sama Mas," lagi Tomi mengecup pipi Anindi yang satunya. Istrinya ini memang sangat pemalu, juga tidak banyak bicara.
...🐣🐣🐣 ...
"Aduuduh yang lagi sakit tapi gak ada yang manjain. Makanya nikah, biar ada yang manjain, ngelusin, kelonin." Celetuk Ghani, membawakan bubur untuk sepupunya itu.
"Berisik Gha, kepalaku mau pecah dengar suara kumbang!!" Sarkas Guntur masih bisa mengomel walau sedang sakit.
"Cemen banget sih, cuma gara-gara mandi hujan sakitnya berhari-hari." Sindir Ghani, "cepat bangun, sarapan, minum obat!" Titahnya. Suami Khalisa itu tidak ada lembut-lembutnya merawat orang sakit.
"Abaaang lagi ngajak berantem atau merawat orang sakit sih." Tegur Khalisa sambil menuntun putranya di depan pintu.
"Biar gak manja Kha," jawab Ghani sambil menyengir lebar pada sang istri.
"Abang kalau sakit juga manja," Khalisa mendelik mendekati tempat tidur untuk membantu Guntur bangun.
"Sayang, Sayang, biar Abang yang bantu Guntur ya." Ghani menarik Khalisa ke belakang, terpaksa dia yang membantu Guntur bangun menyandarkannya ke kepala ranjang.
"Tuh orang yang bikin lo kabur dari rumah dan jadi sakit masih peduli," omel Ghani.
"Kalin bikin gue tambah pusing, mending pergi sana!!" Usir Guntur. Tapi Arraz malah naik ke tempat tidur langsung memijati kaki Guntur.
"Dah makan dulu, marah-marahnya dilanjut kalau sudah sembuh." Ujar Khalisa memberikan semangkok bubur.
"Sini Arraz suapin," bocah laki-laki itu mengambil bubur dari tangan bundanya.
"Hati-hati panas Sayang." Khalisa meletakkan mangkok ke atas meja kecil sebelum Arraz merebutnya.
"Suapin Omnya pelan-pelan ya Sayang, buburnya masih panas. Lidah Om bisa langsung melepuh dan gak bisa nyinyir lagi!" Sindir Khalisa, Guntur membulatkan mata. Sebenarnya yang suka nyinyir siapa sih.
"Siap Bunda," Arraz menyendok bubur lalu mengipas-ngipasnya dengan tangan agar cepat dingin. Baru dia suapkan pada Guntur.
"Makasih Sayang," Guntur mengacak rambut Arraz gemas. Karena bocah kecil ini jugalah dia jadi berantem dengan Khalisa. Walau sebenarnya bunda Arraz itu lah yang super menyebalkan.
"Om cepat sembuh, Arraz mau main tembak-tembakan lagi." Ucapnya, tangan mungil itu kembali menyuapi Guntur lagi.
"Nanti siang juga Om sembuh, kita bisa main lagi" jawab Guntur sambil tersenyum.
"Cepat sembuh dan tanggung jawab!" Celetuk Ghani membuang pandangannya ke arah lain.
"Tanggung jawab apa, gue gak ngapa-ngapain anak orang. Asal tuduh aja!" Tukas Guntur kesal.
"Abang, nanti aja kalau mau ngajakin Guntur berantem. Masih ada Arraz," lerai Khalisa. Suaminya itu tidak ada simpatiknya sama sekali, orang sakit malah diajak berantem.
...💥💥💥...
Emang nasib Guntur aja suka ketiban apes 😄
Semangatin Guntur dulu biar kuat menghadapi kenyataan hidup, wkwk.
Baca juga cerita aku yang lain ya, semoga suka. Semua sudah tamat. Jangan lupa like, komen dan votenya. Terimakasih sudah mampir 😊
Sebelum baca ini aku sarankan mampir dulu di story Ajari Aku Mencintaimu 💐
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Umi Jasmine
guntur top markotop mulutnya
2023-01-23
0
Aina Jacqueline
story nye baguss kok yg mampir sikit yaaa
2022-12-16
0
Lisa Aulia
duh...sakit masih ngomel ngomel....😁😁😁😁😁
2022-06-15
0