"Buset! Kinclong banget motor lu, Ar, tumben-tumben lo, " seloroh Arsya menyambut kedatangan Arka si Ketua Gank.
"Dari mana aja lo, Bos? Jam segini baru dateng," tanya Dio setelah Arka berjalan menghampiri mereka.
"Sial gue hari ini. Sya! Pinjem jaket lo, dong. Liat nih, seragam gue," kata Arka setelah duduk di samping Arsya, sembari memperlihatkan sobekan baju seragam di bagian pinggang kanannya.
"Buset! Habis tempur dimana lo, Ar?" tanya Arsya tepat setelah melepas jaket jinsnya dan melemparkannya pada Arka.
"Panjang ceritanya," jawab Arka malas bercerita.
"Bah! liat deh Bro, kalau dari sini, Nada keliatan cantik banget, sumpah!" ucap Arsya dengan tangan menopang dagu. Matanya tak lepas mengamati Nada yang tengah menikmati makanannya.
"Apa gue tembak aja, ya?" katanya lagi.
"Hahaha, waduh! Kalau ini kayaknya susah deh, Sya, mana mau Nada sama cowok resek kayak elo," remeh cowok berambut keriting kribo kemudian tertawa ria.
Namanya, Raden Mas Thomas Alfa Edison. Maklum saja, kedua orang tuanya sangat ingin anaknya ini bisa menyamai kecerdasan sang legenda, Thomas Alfa Edison. Tapi ya ... hasilnya tidak juga. Tapi kalian tenang saja kok, karena kalian tak perlu memanggilnya sepanjang itu. Cukup panggil Kibo saja. Itu panggilan kesayangan dari teman-temannya.
"Sembarangan lu, Bo, " seru Arsya meninju lengan kerempeng si Kibo.
"Eh, ngomong-ngomong cantik, lu inget gak, Ris, Bendon, cewek yang tadi malem?" tanya Dio tiba-tiba teringat pertemuan mereka tadi malam dengan Rana.
"Rana?" tanya Aris tentu tak lupa.
"Yoi. Cantik banget, kan?" tanya Dio lagi. Jarang-jarang ia menilai wanita berdasarkan kecantikan wajah. Tapi harus ia akui, Rana memang sangat cantik.
"Setuju! Pol, cantiknya, ampek kebawa mimpi gue," kata Bendon berbinar, tersenyum-senyum sendiri nyaris seperti orang gila.
Arka mendengus kesal. Lagi-lagi membahas cewek cantik. Benar-benar, seperti tak ada pembahasan lain.
"Yaelah, si Rana? Kenal gue mah, temennya Nada, satu SMP kita," ujar Arsya, memain-mainkan alisnya berbangga hati. Inilah keuntungan punya kenalan speek bidadari.
"Wah, kenal lo, Sya? Minta WA-nya dong!" pinta Aris dan Bendon bersemangat.
"Biarlah kalian semua mengagumi dia. Karena bagi Gue, cuma satu orang yang paling cantik sedunia, yaitu bidadari daring gue. Dan Gue bakal selalu menanti Bidadari daring Gue itu, walau entah sampai kapan. Dan ... akhir kata, semoga dia cepet-cepet divaksin," ucap Kibo puitis, sembari menggerak-nggerakkan tangannya layaknya sedang berpuisi.
"Masih mantau daring lu, Bo? Cuman gara-gara Dia? Kan, Lo beda kelas Booo ... " seloroh Arsya. Sebenarnya ia pun tak tahu nama bidadari yang dimaksud Kibo. Yang ia tahu hanya, bidadari itu sangat cantik. Itu pun, kata Kibo.
"Hehehe," Kibo hanya meringis seperti biasa.
Arka hanya diam tak menanggapi ocehan teman-temannya. Pikirannya melayang pada seorang perempuan yang entah sedang apa dan dimana. Sudah sejak lama tak bertemu, ia masih sangat merindu.
...💕...
Pulang sekolah, seperti biasa Arka dan teman-temannya mengendarai motor bersisi-sisian. Masih sibuk bercanda tawa, seolah waktu di sekolah tadi belum cukup bagi mereka. Menikmati sensasi bak raja jalanan, melaju pelan tak ingin berjauhan.
Namun, tiba-tiba terdengar suara motor yang sengaja dibuat bersahut-sahutan. Mengusik jiwa Arka yang sesungguhnya sangat menyukai ketenangan.
Brum ... Brum ....
Rombongan bermotor di belakang mereka sepertinya memang sengaja mengganggu. Mengegas tak beraturan, meng klakson tak ada hentinya, bahkan menyalip dan kemudian bermain-main disekitar mereka. Benar-benar mencari gara-gara.
Arka memutar bola matanya jengah. Ia tahu dari mana asal rombongan ini. Sejak terjadi pandemi, sudah lama ia tak terlibat permasalahan dengan SMK yang bertetanggaan dengan sekolahnya ini. Tapi mengapa mereka tiba-tiba seolah hendak mengajak tawuran begini?
Tak ada perkelahian yang serius. Hanya suara teriakan bersahut-sahutan saling mengejek antara dua kubu. Jika situasi memanas, Arka cukup mengangkat tangannya saja untuk menahan teman-temannya agar tak terpancing emosi. Begitu saja. Benar-benar hanya memberi perintah dengan semudah itu, dan semuanya akan mematuhinya.
"Apa Lo! Cari mati, Lo!" teriak si Kibo geram karena sejak tadi anak-anak SMK Karya Nusantara ini terus berkeliaran di sekitar motornya. Membuat ia tak leluasa berkendara. Bahkan bergerak pun riskan tentunya. Takut-takut disenggol atau juga di serepet.
"Huu ... cemen, Lu! Gini aja takut!" teriak salah seorang cowok dari SMK Karya Nusantara. Cowok itu berboncengan dengan Daniel. Sedang Daniel sendiri, ia tak banyak bicara. hanya mengamati bagaimana perawakan-perawakan anak-anak SMA Tunas Bangsa disekitarnya. Entahlah, rasanya hampir sama semua. Hanya satu orang yang ia kenali. Arsya. Ya, ia yakin itu Arsya. Perawakan dan suaranya tidak dapat diragukan lagi.
"Wah, ngajak berantem lu!" teriak Arsya berdiri dari posisinya yang sedang dibonceng. Tangannya menunjuk-nunjuk orang yang berteriak tadi. Emosinya tentu tersalut. Tidak ada penyebab, kenapa harus ribut-ribut seperti ini?
Rena mengerutkan kening mengamati apa yang sedang terjadi tepat di jalanan depan mobilnya. Menyebalkan sekali. Kalau ingin tawuran, kenapa harus di tengah jalan begini?
"Kenapa lagi sih, ini?" kata Vira geram kemudian berdiri menaiki kursi penumpang tanpa rasa sungkan.
"Rey, klakson, Rey! "serunya pada Rena, berteriak mengimbangi suara motor yang memekakkan telinga.
Rena menurut saja, tanpa kata langsung menekan tombol klaksonnya. Entah apa yang akan dilakukan Vira, yang penting rombongan di depannya ini segera memberi jalan.
Tiiit ... Tiiiiiit ....
Suara kalkson mobil itu terngiang nyaring. Menarik perhatian cowok-cowok yang sedang bersitegang dihadapannya.
"Perhatian, perhatian! Dimohon, kepada orang-orang gabut gak ada untung, untuk segera memberi jalan! Karena kita, ciwi-ciwi mau lewat, " teriak Vira dengan suara cemprengnya.
Ternganga. Siapa cewek ini sampai Berani-berani menghentikan aksi mereka, B
juga bahkan memberi titah menyingkir pula.
Tak butuh waktu lama, Daniel segera mengenali siapa saja rombongan cewek-cewek itu. Teman-teman Rana. Ia bisa kena masalah kalau tak mau menuruti keinginan mereka. Vira bisa saja mengompori Rana agar mengomelinya atau justru memberinya pelajaran dengan semakin bersikap cuek padanya. Huh, bisa repot jadinya.
"Cabut!" titah Daniel pada teman-temannya, yang kemudian langsung dituruti saja oleh mereka.
Arka membuang muka. Sebenarnya siapa yang cemen? Sama cewek doang, takut.
"Cabut!" perintahnya sembari memberi kode dengan tangan kiri. Untuk saat ini, tawuran bukan sesuatu yang bisa dipilih sebagai jalan keluar.
...💕...
Kamar Rena_17.00
Rena sedang menonton TV. Begitulah aktivitasnya setiap hari. Bukan karena senang apalagi hobi. Habisnya ya ... mau gimana lagi? Mau main ke rumah teman-temannya pun, masa iya harus setiap hari. Apa tidak keterlaluan namanya?
"Rey?" panggil seseorang kemudian di susul suara pintu dibuka, membuatnya menoleh seketika.
"Ma? Kok udah dateng?" tanya Rena. Tumben-tumbenan mamanya sudah datang dijam-jam sore begini. Biasanya, wanita karir itu tak pernah menghabiskan malamnya di rumah. Tidur dirumah saja sudah untung-untungan. Apalagi Ayahnya, lebih parah lagi.
"Hhh, kamu gak suka, Mama pulang cepet?" seloroh Mia, mama Rena. Duduk disamping anak gadisnya itu.
"Kan, Mama jarang pulang. Masih jam segini lagi," sungut Rena datar. Padahal, ia sudah ingin memeluk mamanya sedari tadi.
Mia menghela nafas, kemudian menyentuh pundak anaknya dan berkata, "Rey, nanti malem ada makan keluarga. Kamu ikut, ya? Kan, kamu jarang ikut acara-acara seperti ini." Mia mulai membujuk Rena. Kalau anak tunggalnya ini tak ikut lagi, apa kata keluarga besar Mas Wijaya? Bisa-bisa, ia akan dicap sebagai Ibu yang tak bisa mendidik anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments