Rana membuka jendela kamarnya lebar-lebar. Dibiarkannya angin malam keluar masuk begitu saja menerpa permukaan kulitnya. Matanya kini sedikit sembab akibat adegan di ruang makan tadi.
Tak butuh waktu lama, orang yang ditunggu sudah tiba saja. Rana melambai-melambaikan tangannya, yang langsung disambut dengan girang oleh cowok itu.
Kreeek ....
Rana akhirnya membuka pintu kamarnya yang semendari tadi dikunci rapat itu. Diintipnya ada siapa diluar kamarnya. Hanya ada mami yang duduk gelisah di sofa. Ia pun keluar dari kamarnya bersegera. Ia tentu tak mau rencananya gagal kalau saja om Cipto tiba-tiba mendapatinya hendak pergi malam-malam begini.
"Ra? Mau kemana?" tanya mami bangkit dari duduknya.
"Rana mau ke rumah Papi, Mi," jawab Rana tak ragu.
Puspa menghela nafas. Tak bisa dipungkiri, mantan ayah tiri Rana merupakan pelarian terbaik bagi Rana. Bahkan, pria itu sangat dekat dengan Rana melebihi ayah kandungnya sendiri.
"Makan dulu, ya, tadi kamu belum makan lho, di rumah papi pasti gak ada makanan," ujar Puspa mengingat mantan suaminya itu sangat mencintai masakan sendiri. Bahkan, pria super sibuk itu sampai tak pernah menyewa seorang pembantu.
"Enggak ah, Mi, Rana buru-buru. Nanti mampir aja, makannya."
"Mami anter, ya? Atau, mau dianter supir aja?"
Baru saja Rana hendak menjawab, tiba-tiba bel rumahnya berdering nyaring. Rana menepuk keningnya pelan, jangan sampai Harimau di rumahnya terbangun.
"Rana dianterin Niel, Mi. Udah ya, Mi, Rana pergi dulu." Rana mencium tangan maminya kemudian berlari menuruni tangga terburu-buru.
Puspa menghela nafas lagi. Pandangannya kemudian teralih pada nampan berisi makanan yang sudah ia siapkan semendari tadi. Tak tersentuh sama sekali.
...💕...
"Mami ada?" tanya Daniel celingukan setelah Rana membukakan pintu untuknya.
"Mau ngapain?" tanya Rana segera keluar dan menutup pintu rumahnya cepat.
"Ya ... salim atau apa gitu, kek," ucapnya, baru kemudian menyadari sembab dimata pacarnya.
"Loh, Yank, kamu abis nangis?" Tangannya menyentuh pipi mungil Rana.
"Udah ah, ayo cepet! Anterin aku ke rumah Papi," kata Rana, tak terlalu memedulikan tatapan khawatir Daniel.
Daniel menghela nafas. "Yaudah, pake ini, ya!" ucapnya melepas jaketnya kemudian memasangkannya pada punggung Rana.
"Mau nginep? Gak bawa baju?" tanya Daniel, tau saja kebiasaan Rana yang selalu menginap dirumah papinya saat sedang ada masalah begini.
"Ayuk ajaa! Nanti bisa pake baju-baju Papi."
Daniel hanya menghela nafas kemudian menuruti kemauan pacarnya ini. Dinyalakannya motor satria kesayangannya, yang langsung saja dinaiki oleh Rana.
"Ayuk, cepeeet! Sebelum Om Cipto bangun," desak Rana menyebut ayahnya sendiri dengan panggilan "Om". Entah untuk membahasakan Daniel, atau memang karena saking sebalnya.
"Udah izin, belum?"
"Udah, tadi izin sama izin sama mami, kok," jawab Rana kemudian memeluk pacarnya itu dari belakang, supaya cowok itu segera menuruti kemauannya.
Dipeluk Rana seperti ini, Daniel tersenyum simpul. Kalau sudah begini, hilang sudah rasa sebalnya karena telah diacuhkan kemarin-kemarin.
Tak butuh waktu lama ia segera melaju ke tempat yang dipinta Rana.
...💕...
"Kamu gak ngasih tau Papi kamu, kalau mau kesini?" tanya Daniel, memandangi pintu gerbang yang digembok dan rumah yang gelap gulita tanpa ada lampu yang dinyalakan. Sedang cewek yang diajak bicara malah menggedor-gedor gerbang itu, seolah-olah ia bisa membukanya secara paksa. Padahal ia mungil, tentu tenaganya tak seberapa.
"Udah, kita tunggu aja sampai Papi kamu dateng," ujar Daniel kemudian menggenggam tangan Rana, mengajaknya duduk di pinggir jalan.
…
"Niel … Papi kok gak dateng-dateng, ya?" tanya Rana, sembari mengukir-ukir dipasir. Entah mengukir apa.
"Mungkin sebentar lagi," kata Daniel, merangkul bahu Rana.
Kruuk ... kruuuk ....
Tiba-tiba perut Rana berbunyi. Membuatnya spontan meringis menatap Daniel.
"Hhh, laper, ya? Kok gak bilang dari tadi?"
"Hehehe,"
"Yaudah yuk, beli makan dulu!"
"Emm ... gak ah, aku disini aja. Malu, kalo abis nangis gini."
"Loh, masa iya, aku ninggalin kamu sendirian disini?" Daniel khawatir. Masalahnya Rana ini tak cuma mungil tapi juga cantik, cantik sekali malahan. Mana bisa dia melawan kalau saja ada laki-laki yang mau macam-macam dengannya.
"Udah ... gak papa, nanti kan bisa aku telfon. Belinya terserah, apa aja, yang deket-deket sini aja. Aku udah laper banget, nih," kata Rana kemudian memperlihatkan rentetan giginya.
Daniel menghela nafas. Benar kata Rana, lagi pula ada penjual nasi goreng disekitar sini. Mau dibujuk pun, ia sudah hafal betul dengan sifat keras kepala ceweknya ini.
Ya udah deh ... dari pada cewek gue mati kelaperan.
15 Menit kemudian
Rana mengedarkan pandangannya ke kiri dan ke kanan. Kenapa Papi atau pun Daniel tak kunjung datang? Dipeluknya kedua lututnya erat, kemudian ia disembunyikannya wajahnya. Ia kedinginan.
"Eh, Bro! Siapa tuh, Bro? Kok sendirian gitu?"
"Orang gila kali."
"Atau enggak, gembel."
Suara ribut-ribut apa sih, itu? Rana semakin membenamkan kepalanya, takut-takut kalau nanti ada yang mengiranya anak kecil dan kemudian menculiknya untuk dijual ke orang-orang kaya yang membutuhkan anak angkat.
"Dek? Dek?" ucap seorang cowok menyentuh pundak Rana, sedang dibelakangnya berdiri dua orang temannya yang juga sangat penasaran.
Spontan Rana menengadahkan kepala. Tuh kan, pasti mereka mengira ia adalah anak kecil. Padahal, usianya tentu sudah bukan anak-anak lagi.
"Busseet, cantik banget bro!" seru cowok itu pada kedua temannya, yang langsung ikut mendekat.
"Adek, Adek! Emangnya gue adek lu?" omel Rana berdiri dari duduknya. Sebal sekali ia diperlakukan seperti ini. Memangnya, tubuhnya semungil itu, ya?
"Eh, jangan marah-marah napa, Mbak, kita cuman penasaran, kenapa Mbaknya sendirian di pinggir jalan gini?" terang cowok lain, dalam hati juga tak menyangka ternyata cewek ini cukup berani juga.
"Oh ya, mbak, kenalan dulu lah, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta, tak cinta maka tak pacaran," kata cowok yang berperawakan gemuk, kemudian cekikikan sendiri menyadari ketololan ucapannya.
Mendengarnya Rana rasanya ingin tertawa juga, tapi segera ia tutupi mulutnya dengan tangan takut-takut kalau kelepasan. Ia sendiri sadar, kalau suara tawanya bisa saja mengalahkan suara petir menyambar. Benar-benar menggelegar.
"Okay, Gembul, jadi kita kenalan ya ..." ucapnya kemudian mengulurkan tangan sembari cekikikan.
Orang yang diajak bicara malah terbengong, tak menyangka dengan sikap cewek dihadapannya. Benar-benar tak punya rasa takut, bahkan sudah berani meledeknya. Tapi boleh juga lah, jarang-jarang ia diajak kenalan cewek cantik. Langsung saja ia menyambut uluran tangan cewek itu.
"Rana," ucap Rana tersenyum manis. Senang sekali bertemu orang gemuk yang lucu begini.
"Dio, cowok terganteng di SMA Tunas Bangsa," Kata si gembul penuh percaya diri, kemudian cengengesan lagi.
"Hua ha ha ha..." tawa Rana tiba-tiba menggelegar. Sedikit aneh memang jika ia langsung tertawa sekeras ini. Tapi itulah Rana, memang sedikit berbeda.
"Eh, kok malah ketawa? Emang gue gak ganteng, ya?"
Rana masih cekikikan. Baru saja ia hendak bicara, tetapi suara motor Daniel tiba-tiba sudah dekat saja, membuatnya mengalihakan perhatian. Pacarnya itu berhenti tepat disampingnya.
"Mereka siapa, Ra?" tanya Daniel setelah melepas helmnya. Tatapannya tak bersahabat, amat tak suka jika ada cowok lain berada disekitar ceweknya. Terlebih lagi, Rana malah ketawa-ketiwi sama sekali tak takut apa-apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments