"Eh, ini Dio. Kita baru aja kenalan," jawab Rana mengembangkan senyum. Ujung matanya melirik bungkusan yang dibawa pacarnya itu. Sepertinya, ia benar-benar sudah tak tahan untuk melahap isinya.
Daniel kemudian turun dari motornya, tangannya langsung saja merangkul bahu Rana.
"Dia pacar gue, dan sebaiknya ... lo ngerti maksud gue apa," ucap Daniel kentara sekali sikap tak bersahabatnya.
Rana hanya memandangi pacarnya heran, jarang-jarang ia melihat Daniel sesinis ini.
"Lo santai dong, Bro! orang kita cuman ngajak kenalan," seru teman Dio tak suka dengan sikap cowok yang mengaku sebagai pacarnya Rana ini.
"Orang Rananya biasa aja," kata temannya lagi tak bisa menutupi kegeraman. Gara-gara kedatangan cowok resek ini, alhasil ia tak jadi berkenalan dengan cewek cantik yang sukses membuat matanya serasa dimanjakan malam ini.
"Udah, udah, Bro, kita cabut aja yuk! Gak usah cari gara-gara sama orang resek," Dio segera menarik teman-temannya menjauh dari Rana dan pacarnya. Dari pada di usir lagi, lebih baik mereka pergi saja.
"Dioo!!" teriak Rana saat cowok itu sudah berjalan agak jauh, sedang yang dipanggil jelas langsung menoleh sebab suara Rana nyaring sekali. Matanya seolah sedang bertanya "Apa?"
"Dadaa!" teriak Rana melambai-lambaikan tangan, tak acuh dengan Daniel yang juga menatapnya sembari mengernyitkan dahi.
Mendengarnya, Dio terkekeh dan membalas lambaian Rana. "Daa!!" jawabnya ikut berteriak juga.
...💕...
Setelah kenyang melahap nasi goreng yang dibelikan Daniel, ditambah nasi goreng bagian pacarnya itu juga, Rana menyadarkan kepalanya di bahu Daniel. Gadis itu masih belum mau menyerah untuk terus menunggu kedatangan papinya.
"Tadi aku nelfon kamu. Kok gak diangkat?" tanya Daniel membahas telfonnya barusan saat ia sedang mengantre nasi goreng di warung pak Mamat tadi.
"Kapan?" Rana justru balik bertanya, tanpa mengubah posisi kepalanya.
"Barusan, pas ngantri beli. Habisnya aku khawatir."
"Ha? gak ada tuh," sanggah Rana, hendak mengambil ponselnya dari saku.
"Ada, mungkin emang kamu silent," ucap Daniel sedikit jengah.
"Eh, Yank, kok HP aku gak ada, ya?" kata Rana menyadari tidak ada apa-apa di sakunya.
"Yang bener? Jangan-jangan mereka ngambil hp kamu," prasangka Daniel, hendak berdiri dari duduknya. Tapi kemudian ditahan oleh Rana.
"Eh, kayaknya ketinggalan di rumah deh, Yank."
"Beneran?"
"Iya, akunya sering kelupaan."
"Owh, ya udah deh, kalau gitu."
"Padahal aku mau nelfon Papi. Jangan-jangan, Papi lembur malam ini"
"Kalau Papi kamu lembur, terus gimana? Mau aku anter pulang aja?"
"Enggak ah, tungguin aja dulu. Baru juga jam sepuluh."
Hening, keduanya sama-sama sibuk dengan fikirannya masing-masing. Rana dengan problem kegoblokannya yang sudah mendarah daging, dan Daniel dengan prasangkanya yang acap kali merasa tak dianggap oleh Rana.
"Niel," panggil Rana memecah kesunyian.
"Hmm ...."
"Niel ... pernah gak sih, malu punya pacar kayak Rana?" tanyanya agak Ragu.
"Malu kenapa?"
"Ya malu aja, Rana kan gak pinter kayak yang lain. Nilai Rana juga gak pernah bagus," ungkap Rana secara gamblang. Hanya kepada dua orang ia se terbuka ini. Ayah tirinya, dan ... pacarnya ini.
"Enggak lah, Ra, buktinya aku selalu ada buat kamu," ujar Daniel merengkuh bahu Rana menguatkan. Ia tahu Rana, suara tawa saat ia bersama dengan teman-temannya adalah cara cewek itu menutupi kesedihannya. Ia bahkan tak mau teman-temannya tahu, bahwa ia tak baik-baik saja seperti yang mereka kira.
Hening lagi, Rana ditenggelamkan renungannya kembali.
Daniel menghela nafas, mungkin sekarang adalah saat yang tepat baginya untuk mempertanyakan sikap Rana selama ini. Ia juga butuh dihargai, diperhatikan dan disayangi. Layaknya seorang kekasih yang selalu setia mendampingi, melindungi dan menyayangi.
"Ra, kadang aku mikir ... sebenernya kamu nganggep aku apa? Kamu sering banget nyuekin aku, chat gak dibales-bales, telfon ditolak melulu. Aku kan cuma butuh dihargai Ra," ujar Daniel menyuarakan segala keluh kesahnya selama ini.
"Ya, aku tau, kalau kamu hobi nonton drakor, kalau kamu paling mager yang namanya keluar rumah, kalau kamu paling gak bisa diganggu pas lagi badmood, tapi kan Ra ... aku ini pacar kamu. " Daniel mengiba.
Hening, tak ada respon apa-apa.
"Ra?" panggil Daniel memastikan.
Grook ... groook ....
Tiba-tiba Rana sudah mendengkur saja, entah sejak kapan tidurnya.
Daniel hanya bisa menghela nafas. Ternyata, sejak tadi ia berbicara sendiri. Padahal ia susah payah mengungkapkannya.
Tapi biarpun begitu, Daniel tetaplah Daniel. Dengan perlahan dipindahkannya kepala Rana kepangkuannya, tangannya kemudian membelai rambut Rana yang tergerai indah.
Pasti Rana kecapean, batinnya
...💕...
Vira menyandarkan kepalanya di bahu Aldi. Saat ini mereka berada di dalam mobil Aldi, dalam perjalanan pulang setelah nonton bioskop dan makan malam di restoran mewah pilihan Aldi.
Supir Aldi mengendarai mobil dengan santai, membiarkan keduanya menikmati setiap detik kebersamaan mereka. Aldi selalu menggunakan jasa supir. Maklum saja ia adalah cowok yang sudah bekerja dan cukup berhasil dalam pekerjaannya.
Mobil berhenti, tak terasa mereka sudah sampai di depan rumah Vira. Aldi yang cekatan, buru-buru turun dan membukakan pintu untuk Vira. Berusaha seromantis mungkin, karena tipe cewek seperti Vira, jika sudah terlepas pasti akan sulit didapatkan lagi.
"Thank you," ujar Vira elegan, kemudian turun dari mobil dengan elegan pula. Benar-benar seperti putri kerajaan, kekehnya dalam hati.
"Vir, aku mau bicara sesuatu," ucap Aldi setelah keduanya berdiri berhadapan di depan gerbang rumah Vira. Ia fikir, inilah saatnya. Ia sudah merasa nyaman dengan Vira, dan cewek itu sepertinya juga telah membuka peluang baginya.
"Ngomong apa?" tanya Vira dengan lengkungan senyum, berusaha terlihat seolah tak mengerti apa-apa. Padahal, ia sudah hafal betul dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
Aldi menggengggam tangan Vira, memberi isyarat bahwa ia serius dengan apa yang hendak ia ucapkan. Ditatapnya mata indah itu lekat-lekat, yakin sekali bahwa cintanya tak akan tertolak.
"Aku udah nyaman sama kamu, Vir, aku pengen kita lebih dari sekedar ini. Kamu mau kan, jadi pacar aku?"
Tuh kan, bener! Gue bilang juga apa? seru Vira dalam hati. Akhirnya, ia berhasil melelehkan hati cowok ganteng sok sibuk ini. Nah ... kalau sudah begini, maka Aldi tak akan jadi tantangan lagi.
"Vir, gimana? Kamu mau, kan?" tanya Aldi lagi, sebab Vira tak kunjung memberi jawaban.
"Eh, iya sorry, emm ... sorry, Al, kayaknya kita cukup temenan aja deh," ucap Vira kemudian. Terbayang di otaknya bagaimana ribetnya jika saja ia punya pacar. Semua akunnya akan diawasi, gerakannya akan dibatasi, dan yang lebih parah lagi, peternakan buaya jantannya tak akan berkembang sepesat sekarang ini.
"Lho, bukannya selama ini kita udah saling nyaman? Bukannya kita juga udah sering panggil sayang?" Aldi tak menyangka mendengar jawaban dari Vira, baru kali ini ada cewek yang menolaknya mentah-mentah seperti ini.
"Iya, Aldi, Kita emang udah saling nyaman, tapi gue rasa itu cuma sebagai temen. Dan ... kalau soal pangil sayang, please deh, Al, makanan baru jatuh aja gue panggil sayang, jadi lo gak perlu kebaperan gini dong," kata Vira dengan entengnya, tanpa merasa bersalah sedikit pun.
Aldi tercenung, harga dirinya terluka. Ban mobil yang tak bersalah, jadi korban utama. Ia menendang benda itu sebagai pelampiasan emosi yang sudah di pucuk kepala.
Tanpa berucap sepatah kata lagi, ia kemudian langsung saja memasuki mobilnya. Benar-benar sudah tak punya muka jika harus menghadapi cewek angkuh itu lagi.
"Antar saya pulang!" titahnya pada si supir. Jemarinya memijat-mijat keningnya yang terasa berat akibat penolakan barusan. Benar-benar jauh dari dugaannya, bagaimana ini bisa terjadi? Padahal di luaran sana, ia menjadi idaman para wanita muda.
"Baik, Tuan," ujar si supir segera menyalakan mobil dan melesat pergi. Tahu saja bahwa mood majikannya sedang tidak bagus saat ini.
"Hhh, katanya playboy cap jempolan. Kok, kena ghosting?" seloroh Vira mengingat bagaimana Aldi saat menceritakan kehebatannya meraih hati wanita. Terbukti sudah, bahwa seorang Syavira Syifanya, tak semudah itu ditaklukan.
"Eh, iya ya, berarti piaraan gue berkurang satu dong?" katanya pada diri sendiri. Kemudian terdengar suara gerbang yang dibuka.
"Gak papa deh, kan mati satu tumbuh seribu," kekehnya lagi, kemudian melangkah memasuki halaman rumahnya yang luas.
"Apanya yang mati, Non? Ato ada yang meninggal barusan?" tanya Mang Ono, penjaga rumah Vira.
"Bukan, Mang. Itu loh, kucing Vira. Tadi ada yang mati. Entar juga hidup lagi," seloroh Vira asal, sembari terus melangkahkan kaki meninggalkan Mang Ono dengan kebingungannya.
Kucing? Sejak kapan Non Vira punya kucing? Mendekat saja jijik apalagi memeliharanya. Eh, sebentar-sebentar ... hidup lagi? Jangan-jangan memang benar, kalau kucing yang mati bisa hidup lagi. Ih, kok serem sih. Pikir Mang Ono bergidik ngeri. Mana ia berjaga sendirian lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments