Rena menatap dirinya di cermin. Penampilannya dari bawah sampai atas tak ada yang abal-abal. Sepatu bermerek andalan para artis. Jaketnya pun tak mau sembarangan, ia atur senada dengan warna sepatunya.
Ditatanya lagi rambut bergelombangnya agar senantiasa rapi dan tak kusut. Masalahnya, penampilan adalah segalanya bagi seorang Reyhana Canava.
Huh, ia harus cepat-cepat sebelum si Vira mengomelinya karena telat menjemput. Kenapa pula temannya itu heboh sekali memaksa bahwa mereka harus berangkat kesekolah bersama. HARUS. Selalu, setiap hari.
...💕...
Vira berdiri di depan rumahnya dengan gelisah. Matanya tak henti-henti melirik jam berwarna pink ditangannya. Pasti cogan-cogan di sekolah sudah pada menunggunya. Awas saja kalau Rena terlambat 5 menit saja. Ia pastikan sahabatnya itu akan menerima omelannya yang mengalahkan omelan emak-emak nagih uang kos-kosan si bujang lontang-lantung tak punya pekerjaan.
Baru saja hendak ia telfon sahabatnya itu, tiba-tiba mobil merah Rena sudah berhenti saja di depan rumahnya. Temannya itu terlihat modis dengan atap mobil mewahnya yang dibiarkan terbuka. Menampilkan wajah si anak tunggal wali kota yang menatap lurus dengan dengan kaca mata hitamnya.
"Lama amat sih, gue tungguin juga," omel Vira membuka pintu mobil merengut. Ia kan sudah tak sabar bertemu dengan cogan-cogan di sekolahnya.
"Yaudah lah, yang penting kan gue jemput," Rena kemudian menyalakan mobil, melesat menuju rumah Nada.
...💕...
Nada menyiapkan buku-bukunya rapi ke dalam tas. Kalau menurut instingnya, pasti sebentar lagi Rena dan Vira akan datang menjemputnya. Ia kemudian keluar kamarnya. Didapatinya sang Ayah sedang shalat dhuha di depan televisi yang sudah rusak, alias ruang tamu sekaligus juga ruang keluarganya. Bapak sholat disitu bukan tanpa sebab, kamar bapak terlalu sempit bahkan untuk menunaikan ibadah itu. Di dalamnya ada adiknya yang masih kelas 5 SD, Raden. Yang sudah dipastikan masih tertidur pulas akibat daring yang tak kunjung selesai ditingkat sekolahannya sederajat.
Bunyi Klakson tiba-tiba sudah terdengar saja dari luar rumahnya. Dilihatnya Vira tengah melambai-lambaikan tangan kepadanya bersemangat sekali seperti biasanya. Kalau ada Rana, pasti lebih seru lagi. Sahabatnya yang satu itu lebih kocak dan tak bisa berdiam diri, membuat teman-temannya repot sendiri. Tapi uniknya, hal itu justru membuat mereka suka.
"Sudah mau berangkat, Nduk?" tanya ayah Nada, yang ternyata sudah menyelesaikan ritual hariannya.
"Iya Pak, Nada beangkat dulu ya, Assalamualaikum!" pamit Nada mencium tangan ayahnya.
"Nyokap lo udah berangkat, Nad?" tanya Vira setelah Nada masuk ke mobil. Cewek itu langsung saja menjujuki tempat andalannya, tepat dibelakang kursi kemudi.
"Udah, dari tadi pagi malahan," jawab Nada kemudian melepas tas cangklongnya.
...

...
Rana mengerjap-ngerjapkan matanya mengumpulkan kesadaran. Kepalanya kemudian menoleh menatap pria yang tidur disampingnya.
Diamatinya wajah itu, putih bersih tak ada bercak sama sekali. Pria itu bertelanjang dada dengan selimut sedikit menutupi dada kekarnya. Benar-benar tak sesuai dengan wajah baby face yang sangat imut menurut Rana.
Rana kemudian menyingkap selimutnya. Entah kenapa sejak tadi malam perutnya terasa sakit sekali, membuatnya menduga-duga bulanannya akan datang kali ini. Sebab tak mungkin Daniel membelikannya nasi goreng yang basi.
Dan benar saja, kini kasur putih ayahnya sudah berhias noda berwarna kemerahan. Rana membuang napas malas. Kenapa harus sekarang jatah bulanannya datang? Kalau sudah begini akan repot jadinya. Ia tak bawa baju ganti dan di rumah papinya pasti tak ada pembalut. Kalau pun ada pasti bukan pembalut wanita melainkan pembalut luka. Mau menyuruh papinya beli ia pun tak tega. Ayah tiri kesayangannya itu tadi malam baru pulang pada jam 1 malam dan masih harus mendengarkan semua keluh kesah Rana sebagai dongeng sebelum tidurnya.
Dan mengenai papinya yang tak pakai baju, itu sudah menjadi kebiasaan duda tampan itu sejak zaman azali. Karena katanya beliau tak tahan dengan hawa panas dikamarnya. Padahal ac nya sudah setiap saat dinyalakan.
...****************...
Cowok itu mengendarai motornya santai. Penampilannya sedikit berantakan dengan jaket jins belel dan seragam sekolah yang senantiasa tak pernah dimasukkan.
Santai, seperti dipantai. Tak peduli jika saja nanti ia akan mendapatkan omelan dari guru yang masuk di kelasnya. Toh seingatnya, Bu Tiwi sedang ada acara resepsi keponakannya hari ini. Jadi ia tak perlu terburu-buru dan bisa menikmati semilir angin dipagi hari.
Tapi di pagi hari yang cerah ini, pandangannya seketika tercemar dengan penampakkan sosok yang aneh sekali. Baju seragam bola yang panjangnya sudah sampai selutut dan celana gombrong yang sebenarnya diatas lutut, jadi turun derajat rendah sekali. Dan eh, tunggu dulu-tunggu dulu, ada noda merah dibagian pantat gadis itu.
Arka memutar bola matanya jengah. Mimpi apa ia semalam? kenapa ia melihat hal seperti ini di pagi yang secerah ini. Benar-benar merusak pemandangan.
Harus berbuat apa ia? Masa iya, ia membiarkan cewek itu kemana-mana dalam keadaan seperti itu? Harus berapa orang yang pengelihatannya tercemar karena kecerobohan parahnya?
Dan wah, pas sekali! Ada genangan air disekitar cewek itu berjalan. Arka langsung saja meningkatkan kecepatan motornya dan tak ragu melesat maju.
"Tidaa ... k!" teriak cewek itu memekik tinggi.
"Lebay banget sih," gerutu Arka kemudian memutar motornya menghampiri cewek itu. Ia kemudian memalingkan wajah muak, menyadari ternyata cewek itu berwajah amat cantik. Percaya atau tidak, Arka adalah tipe cowok yang berbeda. Alergi berdekatan dengan cewek cantik, imut, apalagi pendek. Rasanya ia ingin membuang mereka jauh-jauh dari bumi yang permai ini.
"Kurang ajar banget ya lo! Gak liat apa, gue lagi jalan disini?" omel Rana berkacak pinggang. Sebal sekali, pagi-pagi sudah basah kuyub begini.
"Liat, gue kira orang gila malah," jawab Arka acuh tak acuh. Pandangannya berpaling, malas melihat cewek yang sudah dilanda emosi itu.
"Lo, bukannya minta maaf juga, Malah ngatain gue orang gila. Gara-gara elo nih, baju gue jadi basah kuyub gini," gerutu Rana memperlihatkan bajunya yang tadinya berwarna putih bersih kini malah bermotif tak keruan.
Tak menjawab apa-apa, Arka justru melepaskan jaketnya dan kemudian melemparkan benda itu kepada si lawan bicara.
"Pake!" titahnya singkat.
Rana bengong. Jutek sekali cowok ini. Menyebalkan, tapi ... jarang-jarang ada cowok yang berprilaku seperti ini padanya.
"Pake! Malah bengong," Malas sekali Arka mengulangi perintahnya.
Bibir Rana mengerucut. Kok ada ya, cowok yang kayak gini. Batinnya sembari memakai jaket jins belel si cowok. Kalau begini, lengkap sudah penampilannya seperti gembel. Rambut digerai berantakan, baju bola kedodoran, celana berasa kek sarung dan ditambah lagi jaket yang cukup kebesaran bagi badannya yang jauh dari kata tinggi.
Arka mengamati Rana dari atas sampai bawah. Perkiraannya benar, jaket miliknya cukup kebesaran di badan gadis itu dan mungkin dapat menutupi noda merah dibelakangnya. Ia kemudian menyalakan motornya hendak berangkat menuju sekolah. Tugas perikemanusiaannya sudah usai, pikirnya.
Rana terkesiap, sekelebat ide tiba-tiba muncul diotaknya yang kata orang nyaris sekeras batu. Sepertinya cowok ini akan segera meninggalkannya pergi. Jadi, ia buru-buru menaiki motor cowok itu tanpa pikir panjang lagi.
Arka membuang nafas geram, kenapa lagi cewek ini? Bukannya pergi malah nebeng begini.
" Ngapain lo disitu?" tanyanya tak bersahabat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments