Bagian 2
...(Kartu)...
“Hei Mey...tunggu, lihat aku...hei...kau jangan berlari”
“Aku tidak berlari...sudahlah Octa, apa kau tidak bisa berjalan dengan benar?” ucap Meyla yang menyusuri ruangan untuk menghadiri rapat pagi yang diadakan setiap minggunya.
“Kenapa?...Aku tidak setinggi dirimu, hei!....aku ingin memberitahu mu, kau jangan kabur begitu” ucapnya.
“Untuk apa aku kabur, aku ada rapat, sudah nanti aja bicaranya” Ucap Meyla yang sudah masuk kedalam ruangan rapat,meninggalkan seorang wanita badan berisi dengan tubuh tinggi sekitar 158. Memasang wajah cemberutnya meninggalkan ruang rapat.
-
Menghela nafas lega. Meyla duduk dimeja bundar dengan dihadiri oleh empat orang lain. Yang pasti ia hanya mengenali mereka. Bukan dari nama tapi dari jasa mereka.
Empat orang didepannya ini adalah orang yang berpengaruh di perusahaan sarang walet miliknya. Empat orang ini bisa dibilang tetua dari perusahaannya sendiri. Karena dukungan dan bantuan mereka, perusahaan yang ia dirikan pun berjalan dengan baik. Dan setiap bulannya selalu dipenuhi dengan permintaan pembeli.
Diperusahaannya, ia tidak menjual kosmetik dari walet. Melainkan makanan yang dikelola dari sarang walet yang pasti sangat aman untuk dikonsumsi.
“Selamat pagi, Nona Meyla” sapa orang yang berdiri paling dulu dengan kemudian disusul oleh orang-orang yang lain. Meyla mengangguk dengan senyum manisnya.
Orang-orang jarang melihat dirinya, bukan karena tidak bisa ditemui. Tapi karena Meyla sendiri yang tidak ingin bertemu mereka. Kecuali dirapat seperti ini.
“Baik...silahkan duduk para Tuan-tuan” ucap Meyla yang kemudian semua orang pun duduk bersama dirinya.
-
“Baik....sampai disini dulu pertemuan kita kali ini...terimakasih atas waktu para Tuan-Tuan..sungguh Saya menghormati dan senang dengan kehadiran kalian”Semua orang mengangguk, kemudian memberikan salam ke Meyla.
Setelah merasa tenang, Ia duduk kembali tanpa menyadari ada satu Pria yang tidak keluar dari ruangan. Diam memandangnya seperti tidak ingin menjauhkan pandangannya bahkan berkedip sekali pun.
Menyadari bahwa seseorang tengah memandangnya, Meyla mengangkat kepalanya yang tertunduk dengan tangan menjadi penyangahnya.
Kaget dan sedikit malu menatap Pria yang tersenyum manis padanya. Meyla kembali menegakkan badan dan membalas senyumannya.
“Tuan Rezka. Apa ada yang ingin Anda tanyakan?..atau apa yang sedang anda tunggu?” Meyla menatap Pria yang masih tersenyum manis padanya.
Pria yang dipanggil Rezka itu, menatap Gadis introvert yang jarang berinteraksi dengan masyarakat. Dirinya mengagumi gadis tangguh dan teguh pendirian itu.
“Tidak...Aku hanya ingin memandang Anda saja, Nona Meyla” Meyla tersenyum mendengar ucapan itu, tapi hatinya berbeda dengan senyumannya. Ia membenak ‘sungguh pria soft ini benar-benar fuckboy,baik ia memang begitu atau tidak’
Rezka dengan nama panjangnya Rezka Claude. Salah satu anak dari teman ayahnya. Dan cucu dari sahabat kakeknya.
Pria yang berusia 24 tahun itu, seorang CEO dan pendukung perusahaan waletnya. Serta selain itu Ia adalah Tunangan Meyla.
Meyla tidak mengetahui kapan menyetujui pertunangannya. Yang pasti saat usia 17 tahun, ia sudah mendengar bahwa dirinya bertunangan dengan seorang Pria. Yang lebih membuatnya bingung Pria ini tidak pernah bertemu dengannya. Bagaimana bisa setuju begitu saja tanpa bertemu dengan dirinya langsung.
Pria didepannya, memiliki karir yang sudah dibangun dari usia 17tahun, beda dengan Meyla dari usia 19 tahun dan itu pun berkat dukungan dari orang tua serta Pria ini. Selain itu Pria didepannya memiliki ketampanan yang bisa menjatuhkan model dikota terkenal tempat ia merantau. Sedangkan dirinya, jangankan dilihat. Orang mendengar namanya saja sudah tahu rupanya seperti apa.
Tidak banyak perubahan darinya. Meyla memilih untuk tidak memutihkan dirinya. Dengan kulit sawo mentah itu, ia tetap percaya diri tampil diluar. Dan tidak menghiraukan omongan orang luar. Sebenarnya itu hanya penampilan wajah dan leher jenjangnya itu, tapi kalau dilirik dari lengan dan kakinya tidak sama dengan wajahnya, karena berpakaian panjang.
“Tuan Rezka...anda terlalu berlebihan” ucapnya, tidak ingin meladeni Pria soft boy itu.
Rezka tersenyum, ia ingin menjawab lagi. Namun tiba-tiba ketukan datang dari pintu masuk. Hati Meyla berguman lega, karena ia bisa mencari alasan untuk menjauhi pria yang lebih tepatnya tunangannya sendiri.
“Masuk” ucapnya. Dan yang mengetuk pun masuk perlahan sambil membuka pintu.
Tersenyum, itu yang tampil diwajah Octa. Yang tidak lain adalah keluarga Meyla.
“Ooh..hai tante Octa” sapa Rezka sambil tersenyum manis.
Octa yang dipanggil pun tersenyum membalas. “ooh...calon keponakkanku ada disini, atau tepatnya calon suami keponakkanku Mey ini”
Meyla diam bungkam, tidak ingin berdebat. Membiarkan dua orang yang ramah tamah ini berbicara.
“Kalau Tante Octa ada urusan dengan Nona Mey, Rezka akan pergi untuk undur diri” ucapnya. Namun langkahnya berhenti saat Octa menjawab.
“Sudah Rezka. Ini tidak penting. Yang penting itu jangan panggil Aku,tante. Usiaku masih tidak jauh dari Meyla” jelasnya. Yang memang saat ini usianya masih 22tahun sedangkan Meyla 21tahun.
“Jadi apa yang harus aku panggil, untuk menghormati tante dari calon istriku ini” ucapnya percaya diri.
“Kakak, itu sudah cukup. Soalnya Meyla saja tidak pernah menyebutku sebagai Tante atau Kakak. Jadi Aku ingin kau mendidiknya dengan memanggilku Kakak” permintaannya sambil tertawa kecil.
“Tentu..kalau begitu, Kak Octa” ujarnya dengan senyum mengambang.
Meyla yang dari tadi diam, menyelinap keluar dari ruangan rapat. Tidak ingin melihat pria soft yang bisa membuatnya kewalahan menghadapi pria tersebut.
“Ngomong-ngomong, Kak Octa, Meyla sudah pergi dari tadi” Ucap Rezka sambil menatap pintu masuk yang terbuka lebar.
Octa yang mendengar itu langsung melihat kearah pintu. Dan ia mendengus kesal. Dengan cepat berpamitan dari Rezka dan mengejar Keponakkannya itu.
-
“Pria itu selalu saja tersenyum, aneh....kenapa sekarang aku lebih sering ketemu pria yang banyak senyum gini...aghhhh..”gumannya.
Setelah berhasil pergi menjauh, Meyla bergegas pergi kekamar kecil untuk mencuci mukanya yang dipenuhi keringat dingin.
Memandang cermin yang memantulkan bayangannya sendiri. Melihatnya saja membuatnya tahu bahwa orang-orang memandangnya seperti apa.
“Lihat...kau tidak cantik Mey..tapi kenapa Pria bernama Rezka itu sampai mau bertahan empat tahun hanya ingin menikah denganku...apa dia terkena santet?...atau dia terkena pelet?....tapi siapa yang memberinya pelet, bahkan santet?....agh atau mungkin dia kurang tidur dan beranggapan bahwa wajahku ini seperti bidadari...moga saat ia cuci muka nanti bisa melihat jelas bahwa yang ia hayalkan itu berlebihan”
“Apa yang berlebihan?”
Suaranya kasar, namun Meyla bisa menebak bahwa orang ini tidak lain adalah Octa yang tengah mencarinya.
Dengan cepat Meyla ingin melarikan diri. Namun tangannya sudah ditangkap oleh Octa.
“Mau lari kemana lagi kau?” tanyanya. Meyla hanya cengegesan tidak jelas.
“Kau ini...sudahlah itu tidak penting, jangan berpikir membatalkan pertuanganmu, kau sudah berjanji pada Ayahmu bahwa beberapa bulan kedepan kau akan menikahi Rezka. Jangan sampai gara-gara penyakit inscure mu itu membuatmu kembali seperti dulu”
“Hehehe....iya..engak bakal gitu kok”
“Bagus...sekarang ayuk kita makan malam bersama”ucapnya. Dari pagi sampai rapat menjelang dan ini sudah sore hari. Keinginan Octa adalah makan bersama keponakkannya ini. Ia sudah mengajaknya dari pagi namun keponakkannya ini dengan pintar mengalihkan pertanyaannya.
“Ah...ini lagi..ini lagi..kenapa kau mengajakku makan malam bersama, kau ingin berkencan denganku” polos dan rasa ingin menonjok dirinya sudah terbenak di otak Octa.
Keponakkannya ini akan banyak bicara kepada nya sampai membuatnya stress gara-gara omongan kosong seperti itu.
“Kau ingin dipukul atau ingin dicap dengan lima jari” sambil tersenyum.
Wajah kesalnya sudah bisa ditebak Meyla. “Hehe..tenanglah, aku berjanda maksudnya bercanda..tapi kenapa kau selalu mengajakku..aku tidak perlu makan diluar”
“Hei..kau ini, sekali lah anak muda keluar dari sarang, jangan selalu berada disarangmu. Kali-kali keluar melihat dunia...jadi malam ini aku berniat mentraktir mu” senyum jelas terpasang diwajahnya. Meyla melihat ini sedikit mengangkat alisnya.
“Mentratirku?..bukannya setiap makan malam bahkan lunch pun aku yang harus membayar pesananmu..apa pernah kau mentraktirku?” Meyla mengenali Tante remajanya ini. Tante yang sebenarnya masih mahasiswa dan bekerja disalah satu rumah sakit. Tapi gajinya tidak pernah ia rasakan sama sekali, karena Tantenya itu selalu membeli sesuatu yang tidak penting.
“Hehe..yeah nanti lain kali” alasan yang selalu ia pakai untuk meluluhkan hati Meyla.
Meyla yang mendengarnya sudah terbiasa. Apa lagi alasan yang selalu sama. Tapi dirinya tidak pernah menagih saat Tantenya itu gajian.
“Baiklah...apa hanya kita berdua yang makan?” tanyanya.
“Tidak...kita bersama dengan Tantemu yang satunya”
“Maksudmu..Tante muda itu..?”
Octa mengangguk. Meyla hanya memasang wajah lesu. Selain itu ia berencana untuk menarik uang tunai agar bisa membayar secara cash nanti. Siapa tahu mereka makan dipinggir jalan, di warung-warung kedai yang berada ditepi jalan.
-
Diruangan yang ramai. Tempat yang sering dikunjungi oleh beberapa keluarga, sepasang kekasih, atau mungkin untuk orang jomblo juga bisa.
Dipintu masuk sudah tertulis restoran malam. Entah dari mana sang pendiri restoran ini memberi nama usahanya sendiri seperti itu.
Tapi kalau kau masuk kedalam dan melihat dekorasinya yang mengambil tema malam, penuh dengan bintang yang menerangi serta suasana malam, dengan warna biru gelap yang menjadi pelengkap.
Duduk disana sudah menjadi tenang. Apa lagi backsound dari penyanyi yang selalu menampilkan suara merdu mereka.
Diantara puluhan meja, terdapat meja di tepi kanan dekat dinding. Duduk dua orang wanita. Yang satu mengenakan pakaian layaknya bangsawan, sedangkan yang satu mengenakan pakaian kaos overside dengan celana panjang yang tidak terlalu ketat. Ditambah ia mengenakan sandal yang cocok dipakai didalam rumah. Hanya tasnya saja yang terlihat mewah.
“Hei..Mey, kenapa kau mengenakan pakaian yang seperti itu”
“Sudahlah...Octa,kau ini sudah memorotiku, malah mulai berkomentar dengan pakaianku, biarlah lagian Aku juga tidak perduli dengan omong kosong orang-orang” ucapnya memasang wajah tidak perduli. Sedangkan Octa menebalkan wajah agar tidak malu dengan omongan orang-orang.
Tak berapa lama mereka menunggu, tiba seorang wanita dengan pakaian gaun manis berwarna merah cocok untuk kulit putih itu. Berjalan dengan anggun namun saat dilihat dari atas kebawah yang kau dapati dirinya memakai sandal yang tidak jauh beda dengan Meyla.
Melihat itu, Meyla tersenyum sedangkan Octa menepuk kepalanya. Sebenarnya dirinya juga begitu. Saat berangkat Octa mengenakan sandal, tapi saat tiba ia mengantinya dengan sepatu manis cocok untuk pakaiannya sekarang.
“Hei..maaf membuat kalian menunggu lama” ucap wanita itu. Ia mendapat gelengan dari dua orang yang tengah duduk.
“Duduklah” ucap Meyla
“Kau tidak membawa anak dan suamimu?” timpalnya lagi.
Wanita itu mengeleng.
“Huh..padahal aku ingin melihat keponakkan imutku”ucap Octa.
“Kau meninggalkannya bersama suamimu, Ina?” tanya Meyla yang dijawab dengan anggukkan oleh Ina.
Ina adalah wanita yang berusia 22 tahun, menikah di usia 20 tahun. Ia menjadi ibu muda di usia 21 tahun dan bersuami yang berusia 25 tahun. Ina adalah Tante muda yang tidak terlalu akrab dengan Meyla, namun setelah pernikahan. Ia sering mengunjungi bahkan menanyakan kabar tentang dirinya.
“Iya..lagian ini makan malam yang langka” ucapnya dengan senyuman mengambang.
“Langka?....bukannya setiap hari kau selalu memberiku sms untuk ditraktir makan” ucap Meyla membuat suasana membeku seketika. Dan yang disinggung terkekeh tidak jelas.
Octa yang mendengar itu sedikit menunduk sambil menahan ketawanya.
“Sudahlah...hm, ngomong-ngomong aku dapat ini semalam” ucap Ina yang menunjukkan semua kartu kecil yang berukuran tiga jari tangannya.
Mereka bertiga pun melihat bersama-sama. Dari yang mereka lihat, kartu itu bertulisan Seribu Terowongan. Meyla pun menyentuh hal itu dan menimang-nimang seperti pernah menemukannya.
“Ah Aku ingat!..aku juga dapat tadi pagi. Tapi...”
“Tapi kenapa Mey?.”tanya Octa
“Itu..Aku menyimpannya di baju piyamaku dan aku lupa mengeluarkannya. Piyama itu dicuci pagi ini” jelasnya yang membuat dua orang didepannya memasang wajah lesu.
Mereka tahu bahwa keponakkan mereka ini ada jiwa bobrok dan kecerobohan yang tidak mengotak.
“Sudah lah itu tidak penting.. coba cek didalam kartu itu ada apa?” tanya Octa yang seperti melihat bahwa kartu itu tertumpuk menjadi dua.
Ina pun membuka pembatas akhir samping. Dan melihat bahwa didalam sana terdapat juga tulisan.
“Ada tulisannya” ucapnya sambil menujukkan kedua orang didepannya yang menunggu dengan antusias.
“Apa tulisannya?”
“Iya apa?”Tanya mereka bersamaan. Dan Ina pun menunjukkan kartu yang sudah sepenuhnya terbuka itu.
“Ini” ucapnya.Disana tertulis sebuah angka dengan Bold hitam yang tebal. ‘80’
“Delapan Puluh?..Apa maksudnya itu?”tanya Meyla yang telah melihat tulisan itu.
“Entah...Aku tidak tahu..yang pasti aku akan menyimpannya siapa tahu dapat hadiah”ujarnya sambil menyimpan kembali kartu yang bertulisan angka itu.
“Jangan-jangan kartumu juga begitu Mey?” tanya Octa. Meyla mendengarnya memikirkan nomor yang akan ia dapat saat melihat kartunya nanti. Harapannya saat pulang Kartu itu tidak rusak gara-gara mesin cuci.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments