...(Tujuh Ratus Sepuluh Terowongan?)...
-
Setelah mereka melesat keluar, tidak ada tanda-tanda air berwarna merah tadi menyusul mereka. Dengan menghela nafas lega Meyla mengurut dada yang seperti menyimpan gumpal untuk dimuntahkan. Kematian dan juga darah yang telah menjadi awal pembukaan membuat dirinya merasa sedikit mual. Namun ia tidak ingin dirinya menjadi lemah. Dengan kuat berpura-pura tidak terjadi apa-apa dan kembali fokus dengan keadaan.
“Kita sudah keluar, sekarang Kau lihat....Kenapa darah itu bisa masuk?” tanya Paman keduanya. Paman Pertamanya cuma melihat kearah Meyla seperti menunggu jawabannya. Meyla hanya mengeleng tidak memahami.
“Sudahlah...itu tidak penting, sekarang Kau lihat Terowongan yang satu ini” ucap Ibunya yang menunjuk sekitar tiga terowongan dengan ada angka diatasnya. Terdapat angka ‘Tiga’, angka ‘Dua’ dan angka ‘Empat’.
“Menurutmu yang mana yang akan Kau pilih?” tanya sang Ibu. Mengamati sekitar, Meyla menunjuk kearah angka ‘Tiga’. “Yang ini...,Mungkin” ucap-Nya.
Ibunya tersenyum, dan kini Ayahnya yang tadi terdiam mulai angkat bicara. “Salah!...”belum sempat Ayahnya melanjutkan, Meyla menyela. “Salah?...Ayah, bukannya Kita harus masuk secara berurutan, karena lebih mudah untuk memahaminya. Kalau kita masuk secara tidak beraturan dan melompat-lompat angka, akan menghadirkan resiko” jelas-Nya.
Ibunya yang duduk disebelah Ayahnya, sedangkan dirinya duduk diantara keduanya. Dengan lembut Ibunya mengusap kepala Putrinya. Sambil tersenyum Ia menjawab. “Tidak salah, Tapi apa menurutmu manusia akan semudah itu untuk menolak penawaran?”
Meyla memiringkan kepala dengan menandakan dirinya bingung. Ibunya yang melihat ini tersenyum lagi, dan melanjutkan “Manusia tidak akan mencari jalan susah, jika ada jalan mudah. Yang berarti orang tidak ingin ribet mengurutkan angka jika mereka bisa melompatinya. Karena dibalik Terowongan ini masing-masing memiliki misi dan memiliki sesuatu yang tidak Kita ketahui”
Mendengar penjelasan itu, Meyla mengangguk memahami apa yang dijelaskan oleh Ibunya. “Jadi..Kita akan memilih Terowongan ‘Empat’?”
Dengan anggukkan dari keluarganya bersamaan. Mereka pun langsung melangkah menuju keTerowongan dengan nomor ‘Empat’ tanpa pikir panjang.
Entah kenapa, Meyla merasa bahwa saat mereka menentukan keputusan, tidak ada yang menolak atau membentak bahkan mereka dengan rela masuk tanpa memikirkan apakah pilihan itu tepat.
Setelah lumayan lama menelusuri Terowongan ini, sama seperti Terowongan sebelumnya, penuh dengan air dan cahaya dibawahnya. Dan hal yang sama dilakukan kembali, sama terus berulang kali. Namun yang membuat perbedaan adalah yang Mereka buka bukan lagi setir dari mobil atau apalah yang harus mereka putar, kali ini mereka melihat Kunci, yang dimana Kunci itu membuka dinding dibagian ujung. Tepatnya Terowongan Akhir, memasuki Terowongan lain.
Dengan menyelam membawa ban yang tidak mungkin bisa ditengelamkan, mereka berenang melesat dengan cepat. Memasuki dinding terbuka itu dan kembali keatas untuk mendapatkan udara.
Byurrr....
Masing-masing dari mereka menghela nafas untuk mendapatkan udara sebanyak-banyaknya. Setelah itu mereka pun menaiki ban bekas lagi. Dan melirik keTerowongan yang kini sekitar lima. Dengan masing-masing memiliki tanda diatasnya. Terowongan pertama ‘Enam, Rerowongan kedua ‘Delapan’, Terowongan ketiga ‘Empat’. Terowongan keempat ‘Lima’ Terowongan kelima ‘Sepuluh’. Masing-masing angka itu memiliki warna yang sama, yaitu merah.
“Aneh..seharusnya Mereka tidak perlu menandai angka yang menunjukkan arah Terowongan kembali bukan?”Tanya Meyla.
Paman Pertamanya mengelengkan kepala. “Tidak...itu wajib, karena jika peserta tidak sanggup mereka bisa kembali ketitik awal. Dan menyerah” ucapnya.
Kali ini Meyla tidak lagi mengusulkan atau melanjutkan pengamatannya. Karena dirinya memang sudah bisa mengerti dengan jelas. Siapa yang tidak ingin kembali jika mereka sudah tidak sanggup melanjutkannya.
Namun setelah agak lama, Paman Pertamanya melanjutkan, “Tapi ada Terowongan yang tidak akan memberikan kesempatan menyerah”
Meyla tidak mendengar dengan jelas perkataan itu, Ia hanya menarik semua indranya untuk merasakan, melihat, mendengarkan dan menyentuh masing-masing Terowongan.
Melihat hal itu, Kedua Paman dan Bibinya saling memandang mengatakan bahwa kapan Meyla turun dan berenang kesana.
Setelah puas mengamati terowongan, Meyla bergegas naik kembali ketempatnya. “Jadi, Jalan mana yang akan Kita Pilih?” tanyanya
“Menurutmu?”
“Lagi?...” kerutan alis Meyla nampak sekali lagi. Karena dirinya bingung kenapa Bibinya ini selalu mengatakan dan bertanya tentang pilihannya. Padahal sudah jelas dirinya tidak mengetahui semua yang ada disini, karena dirinya tidak pernah turun langsung mengikuti misi.
“Kenapa tidak?...pilih saja” ucap Bibinya lagi. Karena merasa bahwa Bibinya terlihat santai. jadi Ia memutuskan untuk melompatkan angka. Meyla menunjuk Terowongan dengan angka ‘Sepuluh’ tepat diatas terowongan itu.
“Kalau begitu, Ayuk berangkat” ucap Paman Keduanya. Mereka melesat masuk dengan cepat. Dan mengalir mengikuti arus membawa Mereka menuju lorong selanjutnya.
*
Tak berapa lama, sebuah dinding besar menghalangi pandangan.
“Apa ini seperti lorong sebelumnya, dibuka dari bawah dulu?” Tanya Meyla.
Orang tuanya mengelengkan kepala. Sedangkan Paman dan Bibinya mengusap dinding dengan lembut. Tak berapa lama air naik dengan cepat. Kebingungan muncul diwajah Meyla, sedangkan yang lain masih fokus membersihkan dinding.
“Apa yang Bibi, dan Paman lakukan, Kita akan mati tengelam disini” Ucap Meyla sedikit keras agar kedua Paman dan Bibinya mendengarkannya. Namun kedua Paman dan Bibinya tidak menghiraukan ucapan itu. Mereka tetap menelusuri dinding.
Karena Meyla merasa ada hal aneh, Ia pun berinsiatif mendekati Kedua Paman dan Bibinya, belum sempat ia mendekat. Dinding yang menjadi penghalang pun langsung menurun dan memberikan celah luas untuk dimasuki.
“Sudah selesai..... ayuk masuk” ucap Bibinya.
Meyla yang tadi ingin turun dan berenang menyusul bibinya kembali ketempat duduk dan tenang. Setelah mereka benar-benar masuk, ia mulai bertanya. “Kenapa Paman dan Bibi melakukan itu?”
“Karena kami hanya merasa perlu untuk dilakukan” ucapnya dengan santai.
Meyla tidak lagi bertanya, Ia hanya membenakkan diri ‘Sungguh, mungkin ini adalah ingatan yang tidak di ingat oleh otak melainkan diingat oleh Tubuh. Jadi mungkin saat memasuki Terowongan Bibi dan Paman hanya melakukan yang pernah mereka lakukan. Bukan yang mereka ingat’
Pandangan Meyla beralih lagi keTerowongan yang kini ruangannya lebih banyak sekitar tujuh Terowongan. Namun dari setiap Terowongan yang Ia lihat, ada Terowongan yang membuatnya mengerutkan alis. “Tunggu...kenapa semua Terowongan ini tidak memiliki angka, tidak menunjukkan identitas mereka?” Tanya Meyla.
Namun tidak ada jawaban dari keluarganya. Seperti mereka sengaja tidak menghiraukannya. Dengan wajah yang makin kebingungan, Meyla berbicara lagi “Ibu, Ayah, Paman kedua, Paman pertama dan Bibi, apa Kalian mendengarku?”
Mengucapkan dengan nada yang sedikit tinggi, tidak ada balasan didepannya, sedikit membuat Meyla ingin mundur dari duduknya. Ada rasa aneh menghampiri dirinya, entah apa. Namun hal itu memang tidak bisa digambarkan untuk saat ini.
Dan tak berapa lama, pandangannya menjadi gelap. Tidak mengerti dengan yang terjadi. Matanya tertutup dan tubuhnya lemas jatuh kedalam air.
-
Menyatukan alisnya, Ia membuka pelan kedua mata dan menangkap redup cahaya yang menyinari dinding kokoh disegala arah.
Meyla mengusap pelan pelipisnya dan kemudian menyeimbangkan diri dan menangkap segala objek didepannya. Matanya langsung menyusut saat menyadari didepannya sudah ada beberapa orang lain. Dan diantaranya ada Ibu serta Ayahnya . didepan mereka ada dua Paman dan Bibinya.
“Ibu..sejak kapan Kita datang kesini?” Tanyanya.
Sang Ibu yang mendengar itu langsung memalingkan wajah dan bertemu dengan tatapan Meyla. Tatapan mata itu mengandung kasih sayang. Dengan tersenyum ia menjawab “Bukannya Kau yang memilihnya..dan Kita berhasil sampai ke Terowongan ke Sembilan Ratus”
Jantung, mata dan dirinya langsung mematung. Dunianya serasa berhenti, ia merasa ini tidak mungkin bisa terjadi. Ia tahu bahwa mereka menghadapi Tujuh Terowongan tanpa angka, kemudian ia mendapati dirinya pingsan. Namun saat bangun ia sudah melompat Tujuh Ratus Sepuluh terowongan. Bagaimana itu bisa terjadi.
Belum sempat ia bertanya, sebuah gerbang dibelakangnya berdesit terbuka. Dan sekumpulan orang lain datang dengan tubuh yang membuat matamu sedikit sakit.
Ada sekitar dua puluh orang yang baru masuk, ia mengenakan pakaian yang sudah sobek. Ada yang tinggal kerah baju dan celana. Ada yang hanya tinggal celana, ada yang hanya tinggal baju lengan kiri yang melingkar dengan baik.
Bukan itu yang membuat matamu sakit, melainkan luka yang ada ditubuh mereka, mulai dari salah satu dada yang terlihat kokoh namun dibelakang sudah terdapat sobekkan dalam. Darahnya terus mengalir membuat keadaan yang tadi tenang kini sedikit riuh.
Tidak hanya itu, ada yang hanya berdiam diban bekas tanpa bergerak, bisa dibilang tulangnya hancur lebur, namun nyawanya belum diambil oleh langit. Jadi ia hanya menunggu waktu.
Disisi lain ada wanita yang membuatmu makin sakit mata, karena rambutnya hanya tinggal setengah dikepala, sedangkan pundaknya sudah bisa dikatakan patah. Kakinya terkulai dengan lembut diapung oleh air. Dan selain itu diperutnya sudah ada sisa lubang dari sebuah tusukan. Tidak ada yang tahu tusukan apa yang menyentuh tubuh putih itu. Namun yang pasti itu tidak lah baik.
“Malian bisa lolos, dengan tubuh seperti ini?” Tanya Seseorang dari kejauhan.
Mereka yang menjadi objek untuk menjawab, hanya tersenyum. Sedangkan orang yang mulai kembali fokus tidak menghiraukan. Walau sebenarnya dihati mereka ada rasa tidak tega dan sedikit jijik melihat kedatangan orang yang tidak lengkap.
Sedangkan Meyla memandang kosong. Pikirannya kemana-mana ‘Bagaimana Mereka bisa terluka?..Bukannya Tantangannya tidak terlalu sulit?...apa saat Aku pingsan dan melewatkan Tujuh Ratus Sepuluh Terowongan tidak tahu tantangan yang mereka hadapi?’
Pandangan kosong itu mulai beralih, saat dirinya merasa bergerak kedepan. Pandangannya kali ini beralih kesebuah gerbang yang menunjukkan angka ‘Sembilan Ratus’ yang berarti mendekati terowongan ke seribu.
“Sungguh benar-benar cocok disebut Seribu Terowongan, karena pada saat ini bahkan masih ada angka Sembilan Ratus. Aku pikir hanya sampai Puluhan Terowongan” benak Meyla.
Karena merasa suasana sedikit tenang, Meyla mulai beralih ke Ibunya yang fokus kedepan. “Ibu..Aku mau bertanya, Apa Aku memang tidak tahu atau Aku memang ikut dalam Terowongan Ratusan sebelum sampai Terowongan ke Sembilan Ratus?”
Ibunya yang mendengar ini mengalihkan pandangan dan tersenyum lagi pada Putrinya “Kenapa Kau bertanya...Kau kan memang ikut, bahkan Kau yang memilih jalannya” ucap Ibunya.
Tak lama disusul oleh suara pujian dari beberapa orang. “Benar Neng, kalau engak Kamu yang putuskan mungkin kita akan berputar-putar diTerowongan Tujuh Ratus dan Delapan Ratus”
“Iya bener tuh..Neng nanti tinggal pilih lagi ya, siapa tahu keberuntungan Neng bisa sampai membuat Kita selamat”
“Sungguh, jika Neng mau berteman denganku, agar Aku juga bisa seberuntung E’Neng”
“Sangat Beruntung”
Mendengar perkataan itu, membuat Meyla makin bingung. Pasalnya ia tidak mengingat apa-apa. Apa lagi memilih Terowongan untuk orang yang sekarang sekitar delapan puluhan.
Dan lagi dirinya bahkan terkejut tiba diTerowongan dengan loncatan angka yang tidak memungkinkan. ‘Apa ada orang yang mengaturnya?..atau apa?’ benak Meyla.
Namun belum kunjung selesai ia memahami situasi. Seseorang didepannya berhenti. Dan mereka juga ikut berhenti. Melihat kearah didepan mereka, terdapat dinding yang menengahi mereka. Dan anehnya saat menengahi, tidak ada yang terluka. Namun saat ini Meyla malah berpisah dari orang tuanya.
Kaget dengan keadaan, Meyla melihat ruangan yang terbagi tiba-tiba itu. Ia melihat Orang tuanya menyentuh dinding untuk menenangkannya dan mengangguk serta menunjukkan mata untuk mengikuti mereka.
Meyla ingin berteriak, namun ada beberapa orang didekatnya yang mengikuti dirinya. Ia juga ada rasa malu. Karena itu tidak jadi menjatuhkan air mata dan berteriak. Ia beralih menyusuri air sambil berenang dengan pelan. Sedangkan diruangan sebelahnya terapung dengan ban bekas yang masih aman untuk dibawa.
Seseorang disisi lain mengeluh “Apa-apaan ini, apa Kita menghadapi Misi lagi?”
“Sepertinya begitu”
“Sungguh merepotkan, padahal sudah mendekati Terowongan akhir, kenapa juga kita harus menghadapi Tantangan lagi”
“Berhenti mengeluh, sudah saatnya Kau fokuskan perhatianmu”ucap Orang yang terluka dan tepatnya orang yang terakhir kali masuk dan lolos dari Terowongan Delapan Ratusan itu.
“Kau!...menegurku?..hahahaha, lihat dirimu, tubuhmu saja sulit untuk Kau tampung, àpalagi untuk tahan dalam air ini..hahahha”
Orang yang mendengar itu sedikit tidak senang. Namun ia juga merasa memang ada benarnya. Saat ini hanya tinggal menunggu waktu sampai langit menjemputnya.
Dengan tawa yang terbahak-bahak, Ia berenang didepan Meyla yang masih fokus kearah Orang tuanya. Dengan
brekkkkk.................
Semua orang melihat orang yang paling depan dan yang sudah menghina serta tertawa paling keras hingga membuat Terowongan bergema gara-gara dirinya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments