"Di mana Nenek?" tanya Asha mendesak pelayanannya.
"Kondisi Nenek kritis dan sudah di bawa ke ruang ICU, Nona," jawab pelayan itu dengan ekspresi sedihnya, sambil menatap Asha yang wajahnya semakin pucat. Sementara Usan masih setia berada di samping Asha, siap menangkap tubuh lemah itu bila saja Asha kehilangan kesadarannya.
"Kritis? ICU?" setelah mengucapkan dua kata itu, benar saja, Asha langsung terhuyung ke belakang dan jatuh pingsan dalam pelukan Usan. Usan langsung mengangkat tubuh lemah Asha ala bridal.
Usan membawa Asha masuk ke dalam ruang IGD yang kosong itu, Dokter yang ikut bersama bergerak cepat melanjutkan pekerjaannya yang semula tertunda, sedangkan Suster memeriksa denyut nadi dan lainnya.
"Bagaiamana keadaannya, Dokter?" tanya Usan ketika Asha sudah selesai ditangani.
"Untuk saat ini kondisi Nona sudah membaik, Tuan. Luka lecet di telapak kakinya akan kering paling cepat besok, hanya luka robek di kulit kepalanya saja yang akan membutuhkan waktu cukup lama untuk sembuh. Kabar baiknya benturan benda tumpul di kepalanya tidak mempengaruhi sistem saraf otaknya. Jadi, kondisi Nona baik-baik saja," jelas Dokter detail.
"Lalu, kenapa dia belum sadar?"
"Itu efek bius yang saya berikan, Tuan. Tadinya, saya khawatir Nona akan terbangun dan lari lagi seperti tadi. Jadi, saya memberikan bius dengan dosis cukup tinggi. Tapi, Nona akan segera sadar beberapa jam lagi," kembali Dokter menjelaskan dengan sabar, Usan pun mengagguk mengerti.
Setelah kepergian Dokter, Usan pun duduk di sebuah kursi yang berada di samping Asha—hingga tanpa sadar dia terlelap sambil menggenggam erat salah satu tangan Asha.
Beberapa jam berlalu, Asha pun mengerjabkan matanya perlahan. Cukup lama Asha terdiam menatap langit-langit ruangan serba putih itu. Asha ingat semua yang terjadi sebelum dirinya jatuh pingsan, Asha berusaha melepaskan tangan Usan yang menggenggam erat tangannya. Namun, genggaman Usan sangatlah erat membuat Asha kesulitan melepaskan tangannya.
"Mau ke mana, Sayang?" tanya Usan yang langsung terbangun kala merasa ada pergerakan di tangannya.
"Aku ingin melihat keadaan Nenekku, lepaskan!" Asha kembali berontak. Tak ingin Asha terluka, lagi dan lagi Usan mengalah dan membiarkan Asha turun dari ranjang.
"Aku akan mengantarmu untuk menemui Nenekmu, tapi aku mohon jangan terus melukai dirimu lagi," ujar Usan membantu Asha untuk melangkah.
"Yang terluka parah adalah kulit kepalaku, bukan kakiku. Aku masih bisa menggunakannya untuk berjalan sendiri," Asha menepis tangan Usan, kemudian berjalan sendiri walau terlihat kesulitan. Sedangkan Usan hanya dapat menghela napas kasar, Asha begitu keras hingga sulit dia tangani.
"Dokter," panggil Asha pada Dokter Xean yang lebih dulu mendorong pintu sebelum sempat Asha buka.
"Xean, ada apa?" tanya Usan langsung menghampiri Xean yang masih berdiri di ambang pintu. Usan mengerutkan alisnya kala Xean mengabaikan pertanyaannya.
Beberapa detik kemudian, barulah Xean menjawab tapi dengan menatap Asha sambil berkata. "Aku datang untuk menyampaikan berita duka tentang Nenek Dariyah,"
"Itu Neneku, di mana Nenekku?, tolong katakan kepadaku bahwa Nenekku baik-baik saja. Aku mohon Dokter, katakan kalau Nenekku baik-baik saja," pinta Asha seraya menggerak-gerakkan tubuh Dokter Xean.
Melihat Asha yang seperti itu, Usan berpikir tentang masa sesulit apa yang telah Asha lalui. Dirinya merasa bersalah karena telah menghancurkan masa depan Asha, telah merengut harta paling berharga bagi Asha. Andai dirinya tahu yang sebenarnya dari dulu, mungkin Usan tidak akan melakukan itu.
Hati Usan yang selama ini membeku tiba-tiba mencair. Usan ingin melindungi Asha, dia berjanji tidak akan menyia-nyiakan apalagi menyakiti perempuan hebat seperti Asha yang kini menetap di relung hatinya.
Sebelum berkata, Dokter Xean memberi aba-aba agar Usan siap pada posisinya, karena berita yang ingin dia sampaikan mungkin akan membuat Asha begitu rapuh.
Usan pun mengambil posisi berdiri dibelakang Asha, memegang kedua bahu Asha agar tetap seimbang berdiri.
"Ayo Dokter! Cepat katakan kalau Nenekku baik-baik saja!" air mata sudah membanjir kedua pipi mulus Asha.
Xean menatap Asha iba, menarik napas dalam kemudian menghembuskannya perlahan. Hal itu tentu membuat Asha semakin terisak karena pikiran negatif sudah memenuhi pikirannya.
"Nenek Dariyah telah ....
*
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 130 Episodes
Comments
Yati Nuurviah
mm
2022-05-25
0
Ummu Khodijah
m
2022-05-22
0
Mbak Rin
hhhh... bikin gemes nak dnger brtanya dokter
2022-05-16
3