Waktu hampir sore, berdebatan Kartika dengan Ranga belum juga usai.
"Bunda... kenapa menangis..." Jeni terkejut selesai bermain Jeni berniat menemui bundanya agar dibelikan Icream. Namun justeru memergoki bundanya yang sedang menangis. Jeni berjongkok di depan bundanya bersedih.
"Nggak apa-apa sayang, cuma klilipan. Iya kelilipatan" ucap Kartika gugup lalu ambil tissue dalam tas dan menghapusnya.
Sedangkan Rangga menatap sendu wajah Kartika tidak berani berucap kembali.
"Sudah selesai mainya?" tanya Kartika mengangkat telapak tangan Jeni, lalu menempelkan di pipinya.
"Sudah" jawab Jeni pelan.
"Kita pulang ya, sudah sore soalnya" titah Kartika.
"Iya bun, tapi..." Jeni mau bilang minta Icream, tapi setelah melihat Kartika menangis menjadi ragu.
"Pasti Icream? iya kan?" Rangga menyahut.
"Iya." Jeni menatap Rangga malu-malu.
"Let buy ice cream with Ayah" Rangga berdiri lebih dulu, menggandeng Jeni.
"Cool to buy ice cream." Jenita kegirangan.
Mereka pun pulang sebelumnya membeli ice cream sandwich terlebih dahulu.
"Please... Tik, aku yang bayar." kata Rangga dengan wajah memelas. Kali ini kartika diam membiarkan Angga membayar Ice cream.
Menjelang maghrib mereka sampai di depan Rumah. Kartika turun dari mobil tanpa mengucapkan terimakasih.
"Terimakasih ya Om" justeru Jeni yang berucap sedangkan Kartika sudah masuk terlebih dahulu ngeloyor meninggalkan belanjaan.
"Sama-sama sayang, kapan kita jalan-jalan lagi ya." Rangga berjongkok menoel hidung Jeni.
"Siap Om, yang penting bunda ngebolehin" Jeni bersemangat, lalu mengejar bundanya.
Rangga pun pulang, sebenarnya dia ingin silaturahmi kepada kakak Iparnya. Tetapi, belum ada keberanian untuk saat ini.
Setelah maghrib Rangga tiba dirumah. Ketika sedang melangkahkan kaki ingin masuk kedalam, di depan pintu Diana sudah menghadang.
"Bagus ya! pergi seharian, kamu pikir rumah ini kontrakan? iya?" cecar Diana melipat tangan di dada.
Rangga tidak menjawab melewati Diana kemudian masuk kedalam. Diana mengejarnya sambil mengeluarkan sumpah serapah.
Sampai diruang tamu, Mama Uly yang sedang duduk santai melihat menantu dan anaknya bertengkar seperti ini hanya menggeleng. Percekcokan seperti ini sudah biasa, bagi beliau.
"Malam Ma" sapa Angga meraih tangan Mama Uly.
"Malam... kamu sudah pulang nak?"
" Sudah Ma, Rangga keatas dulu ya" Rangga keatas setelah di angguki Mama Uly.
"Heh! berhenti!" pekik Diana di ujung tangga. Namun Rangga tidak menghiraukan. Tetap menapaki anak tangga hingga sampai di kamar.
"Aaahhh.... kuranghajar! prak". Diana membanting guci, hingga hancur berantakan.
"Diana!" bentak Mama. Namun, Diana tidak menyahut. Berlari ke atas, menyusul Rangga.
"Bagus ya, semakin kesini semakin menjadi-jadi, pergi dengan wanita lain!" Sarkas Diana dengan raut menyeramkan.
"Sudahlah Na, aku capek nggak mau ribut" ucap Rangga sambil membuka kemeja hendak mandi.
"Iya capek! capek jalan-jalan dengan wanitamu yang kere itu." Diana duduk dengan kasar.
Rangga tersentak menatap Diana. Kenapa Diana bisa tahu, kalau dia sedang berjalan dengan Kartika.
"Nggak usah kaget! aku sudah tahu semuanya! terus saja, melanjutkan misimu untuk mendekatinya. Tetapi jangan harap istrimu akan bahagia!" ancam Diana kemudian keluar dari kamar. Meninggalkan Rangga yang masih tidak tahu harus berbuat apa.
Rangga berjalan ke ballroom, menatap langit yang gelap. Gelap seperti hidupnya kini.
Flashback on.
Setelah Rangga ditolong Pak Hermawan yang tak lain Papa Diana, dia tinggal di rumah beliu. Rangga di rekrut berkerja di pt Diana Group.
Rangga bekerja dengan giat mengumpulkan uang dan akan pulang kampung menjemput Kartika isteri tercintanya.
"Pak, saya sudah enam bulan tinggal disini, dan belum memberi kabar isteri. Saya mohon izin, pulang kampung dulu, untuk menjemput Istri saya" kata Rangga sopan. Hp jadul Angga hilang entah kemana, maka nomer yang Rangga simpan pun lenyap, begitulah Rangga tidak bisa menghubungi Istrinya.
"Baiklah, rencana kapan? kamu akan menjemput isterimu. Biar Papa minta tolong supir mengantarkan kamu."
"Rencana hari sabtu Pak, saya juga sudah mendapat kontrakan untuk kami tinggal nanti," sahut Rangga bersemangat.
"Saya rasa, kamu tidak perlu repot mencari kontrakan Ga. Dirumah ini kan kamar banyak, kamu ajak istrimu tinggal disini."
"Terimakasih Pak, tapi ini sudah menjadi keputusan saya. Kami ingin mandiri."
Mereka berbincang-bincang diruang tamu. Tanpa mereka sadari, Diana menguping obrolan Papa dan Rangga.
Diana masuk kedalam kamar, dia sedang mencari cara agar Rangga tidak jadi menjemput istrinya. Sebab Diana sangat mencintai Rangga bahkan sudah berkali-kali mengutarakan perasaannya. Namun Rangga selalu menolak karena Rangga begitu mencintai Kartika.
Diana merebahkan tubuhnya dikasur empuk, otaknya berpikir keras. Diana akhirnya mempunyai ide licik.
Malam telah larut, semua sudah tidur. Dengan susah payah, Diana ambil tangga lalu memutuskan lampu kamarnya. Dengan cepat, Diana menyimpan tangga ke tempat semula.
Tok tok tok.
Diana mengetuk kamar Rangga yang berada di sebelah.
Ceklak.
Pintu dibuka muncul wajah tampan Rangga yang sedang mengerjap-ngerjap kas bangun tidur.
"Ada apa Non?"
"Tolong Ga, pasangkan lampu kamar saya ya, lampu kamar saya tiba-tiba mati. Saya takut gelap." kata Diana mengarang cerita dengan lancar.
"Baiklah" Tidak berpikir yang aneh-aneh Rangga ambil tangga. Dia tidak tahu bahwa tangganya tadi sudah dipakai Diana.
Sementara Diana bergegas kedapur ingin melancarkan aksinya. Diana meramu obat tidur dosis tinggi yang sudah di siapkan sejak lama, dia harus berhasil menaklukan Rangga walaupun dengan cara licik sekali pun.
Diana membawa gelas keatas, melihat Rangga yang sedang mengangkat tangga masih berdiri di depan pintu.
"Masuk saja Ga, nggak di kunci kok." kata Diana tersenyum.
"Baik Non"
Rangga meletakkan tangga dan ingin naik.
"Ga, sebaiknya kamu minum dulu" Diana menyerahkan gelas.
"Tapi nggak apa-apa Non, saya jadi merepotkan." Angga merasa tidak enak.
"Sudah... diminum dulu"
"Terimakasih Non" karena memang haus, Rangga meneguk air hingga tandas.
"Sini gelasnya" Diana ambil gelas, meletakkan diatas meja sambil tersenyum puas.
Sementara Rangga segera memasang lampu. Namun sebelum selesai badanya terasa limbung, matanya berat.
Rangga tersungkur di lantai. Dengan sigap, Diana mengangkat tubuh Angga membaringkan di kasur. Rangga berusaha menjaga kesadaran namun matanya semakin lama semakin berat.
Diana segera melucuti pakaian Rangga kemudian pakaianya sendiri, tidur di sebelah Rangga membentang selimut menutup tubuhnya hingga batas dada.
Keesokan harinya. "Rangga! Diana? apa yang kalian lakukan?!" bentak Pak Hermawan. Yang sedang menyidang mereka berdua.
"Saya tidak melakukan apa-apa Pak. Saya berani sumpah." ucap Angga.
"Hiks hiks. Bohong Pa, tadi malam lampu kamar Dian putus, terus Diana minta tolong di ganti. Tapi Rangga memaksa Diana untuk melayani." tutur Diana menangis drama.
"Bohong Pak. Saya berani sumpah." Rangga kekeh dengan pendiriannya.
"DIAM KALIAN! BESOK KALIAN HARUS SEGERA MENIKAH!" keputusan Pak Hermawan tidak bisa di bantah oleh Rangga.
Flashback off.
Mengingat itu Rangga meneskan air mata. Rangga segera membuka lemari mengurungkan niatnya untuk mandi. Ambil kaos setelah memakai lalu pergi kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Dewi Kasinji
Halah....alasan klise ... kalo bener dijebak , tapi gak harus lupa anak istri donk. pas ketemu juga omongannya kasar banget. dijebak tapi selanjutnya kok mwnikmati
2024-11-20
1
Uneh Wee
kalau itu cerita nya di jabak kanap rangg menghina kartika kanapa sebel dah kerasa karma nya
2022-12-02
0
Ima Ko
ternyata Diana jahat,
2022-10-13
1