Jam delapan malam dirumah Mbak Rumi, setelah makan malam mereka berkumpul. Berbincang-bincang menceritakan kegiatan masing-masing siang tadi, sambil menonton televisi. Kecuali Jeni dan Anisa mereka sedang belajar.
"Jadi kalian tadi pergi bersama Rangga? terus bagaimana reaksi nya, setelah dia tahu kalau Jeni anaknya?" tanya Arumi yang sedang memainkan jari jemari suaminya.
"Biasa saja Mbak, ternyata dia itu sudah tahu sejak tiga bulan yang lalu, kalau Jeni itu anaknya."
"Maksudnya?" Dahi Arumi berkerut-kerut.
"Yah... kalau diceritakan panjang Mbak. Mbak tahu nggak? ternyata dia check DNA Jeni tanpa minta izin aku!" Kartika mengingat itu, wajahnya memerah.
"Kurang ajar sekali dia?!" Arumi emosi. "Terus bagaimana sikapnya sama kamu?"
"Dia maksa-maksa minta maaf gitu," Kartika ingat sikap Rangga tadi, kembali jengkel.
"Terus, kamu ada niatan untuk balikkan sama suaminmu?" Aldi menimpali.
"Kak Aldi ini bagaimana? siapa juga... yang mau menjadi istri kedua." Kartika tersenyum masam.
"Sebaiknya, kalian bicarakan baik-baik, mungkin Angga melakukan itu ada alasan lain, jangan hanya menduga-duga yang akan membuat persoalanya semakin rumit. Ingat! kalian ada Jeni yang membutuhkan kasih sayang orang tuanya yang utuh." nasehat Aldi panjang lebar.
"Enak saja Mas Aldi bicara! jangan mau Tik, memaafkan pria yang gila harta itu!" Arumi mengepalkan tangan.
"Ma..." Aldi menggeleng tidak boleh mengompori adiknya.
Arumi pun diam.
*******
Sementara Jenita dan Anisa sedang belajar. "PR kakak sudah selesai?" Jenita melirik Anisa yang sedang mangetuk-ketukan bolpen. di dahinya sedang berpikir.
"Tinggal dua soal lagi tapi susah. Kamu?" Anis balik bertanya.
"Sudah, tuh lihat," Jeni memperlihatkan hitungan perkalian.
"Oh hebat kamu," mereka saling memuji apapun yang mereka lakukan.
"Kak Anisa mau ice cream nggak?" tanya Jenita selesai belajar, membereskan buku untuk besok lalu teringat Ice cream yang dia simpan tadi.
"Mau sih, tapi jam segini mana ada ice cream, kalau kudu keluar... pasti nggak di bolehin sama Mama?"
"Tunggu disini kak, Jeni ambil dulu ya." Jeni bergegas menuju kulkas ambil Ice cream yang di beliakan Om ganteng tadi sore baru ia minum satu.
"Ini kak, buat kakak satu, terus.... Jeni satu."
"Waah... mantap ini mah, kamu dapat darimana Jen?" Anisa berputar menghadap Jenita sambil menyecap Ice cream.
"Om ganteng yang beliin tadi sore" Jeni menatap Nisa lalu kembali membuka kulit Ice cream sedikit demi sedikit.
"Oh kamu tadi, di ajak jalan-jalan Om ganteng lagi"
"Iya, aku seneng banget kak, apa lagi bunda tadi juga ikut." Jeni senang, ingat ketika jalan bertiga.
"Om ganteng itu orangnya baik ya Jen, Nisa jadi mau kenal sama beliau."
"Siip kak, kapan-kapan... kalau Jeni di ajak jalan-jalan lagi, aku ajak kak Nisa deh."
"Kita kedepan yuk"
"Ayo" mereka menghampiri orang tuanya masih memegang Ice cream setengahnya.
"Bunda..." Jeni langsung duduk di pangkuan Kartika. Begitu juga Anisa langsung ndusel di tengah-tengah Aldi dan Rumi.
"Sudah selesai belajarnya?" tanya Kartika menatap Jeni dan Anisa bergantian.
"Sudah." jawabnya kompak.
"Kalian makan ice cream kok nggak nawari?" gurau Aldi menyelipkan rambut Nisa di atas daun telinga.
"Ini juga boleh dikasih Jeni. Ini Papa, cobain" Anisa menyuapi Papanya.
"Nggak mau lah, masa! Papa dikasih bekas," kelakar Aldi.
"Harus mau... aaaa..." paksa Anisa. Bapak dan anak itupun saling bercengkrama.
Membuat mata Jeni berkaca-kaca, mendadak ingat kembali tujuannya ke kota, kenapa sudah hampir satu semester sekolahnya belum menemukan Ayahnya.
Tiap kali melihat keakraban Anisa dan Pakde Aldi. Timbul rasa iri di hati Jeni. Kenapa dia tidak bisa merasakan seperti itu? itulah yang selalu mengganggu pikiran Jeni.
"Jeni... makan ice cream nya kok, belepotan kemana--mana?" Kartika mengangkat pundak Jeni agar bangun.
"Kiaaa..." pekik Jenita, sebab ice cream yang ia pegang mencair dan parahnya mengotori baju Bunda, kursi, bahkan bajunya sendiri.
"Kamu ini Jen, ya ampuuun... sana! ganti baju" Kartika geleng-geleng.
"Maaf bun, iya Jeni ganti baju."
"Hahaha... lagian kamu Jen, seperti bocah kecil." Anisa meledek. Arumi dan Renaldi hanya tersenyum melihatnya.
"Ah kak Nisa, tertawa diatas penderitaan aku," Jeni merengut.
"Sudah... sana, ganti baju dulu" Kartika mengulangi ucapanya.
"Iya bun" Jeni segera berlari kekamar ganti baju, begitu juga dengan Kartika. "Dasaar bocah" ucapnya sambil melenggang.
Tok tok tok.
"Ada tamu, Pa, Ma" Nisa segera mengusap mulutnya dengan tisue.
"Bukain sana gih" titah Arumi.
"Aku saja yang bukain" Renaldi segera beranjak.
Ceklak.
Aldi menatap pria yang membawa tentengan tiga kantong plastik tersenyum ramah kepadanya. "Angga?" Aldi tak percaya, adik iparnya itu lebih tampan, berwibawa dan berjiwa pemimpin. Keduanya tertegun sesaat.
"Assalamualaikum" pria itu ternyata Rangga. Ia tersenyum kikuk.
"Waalaikumsalam" kamu Ga? masuk-masuk." Aldi mempersilahkan.
"Terimakasih Mas Aldi. Mas Aldi apa kabar?" Rangga menjabat tangan Aldi.
"Alhamdulillah..." sahut Aldi menepuk-nepuk pundak Angga.
"Siapa yang datang Pa?" tanya Arumi karena suaminya tidak segera masuk. Arumi pun menyusul.
Arumi terkejut melihat Rangga yang sedang tersenyum kepadanya. "Ngapain kamu kesini?!" todong Arumi. menatap Angga sebal.
"Mama..." Aldi menggeleng, memperingatkan istrinya.
"Ayo masuk Ga" Aldi berjalan terlebih dahulu.
"Dasar kamu ya. Laki-laki maruk harta! karena harta sampai lupa anak istri?!" tuding Arumi. Ingat Kartika menderita bertahun-tahun menjadi hilang sikap lembutnya.
Angga menunduk memandang kantong plastik di tanganya. Perasaannya tidak karuan, rasa nyeri dihati mendengar ucapan kakak Iparnya. Namun dia menyadari memang pantas menerima itu.
"Kok masih diam, ajak masuk Ma." menggandeng istrinya kedalam. Aldi tidak ingin istrinya meluapkan kemarahannya.
Dengan langkah ragu Rangga masuk kedalam berdiri sejenak di sisi kursi. Rasa takut melihat tatapan mata Arumi yang menghunus.
"Duduk Ga" Aldi menunjuk kursi di depanya.
"Terimakasih Mas." Angga duduk setelah meletakkan kantong di pinggir meja.
"Kamu apa kabar Ga? selama ini kamu tinggal dimana?" tanya Aldi wlaupun sudah mendengar cerita bahwa Angga sudah menikah lagi dan menjadi orang kaya. Namun Aldi belum mengetahui saat ini Angga tinggal dimana.
"Kabar baik Mas, saya tinggal di komplek xxx"
"Kami pikir anda sudah tinggal di alam kubur!" potong Arumi sakartis.
"Mama... nggak boleh gitu." Aldi mengusap punggung istrinya agar tenang. Sedangkan Angga tidak berkutik.
"Maaf kan saya Mbak Arumi!"
"Mudah sekali kamu minta maaf!" walaupun sudah di ingatkan suaminya Arumi masih tetap emosi. "Manusia nggak punya tujuan, hanya diimingimingi bibir menor, dan harta berlimpah saja, langsung berbelok arah. Sudah tahu jurang masih kamu tabrak!!"
"Om ganteng..." Jeni yang keluar dari kamar menyelamatkan Angga dari amukan Arumi.
Semua beralih, menatap Jeni. "Om ganteng kesini ya?" Tanpa permisi dulu Jenita langsung duduk di pangkuan Angga.
"Iya, Om mau antar belanjaan kamu ketinggalan di mobil Om" Angga mencium pucuk ubun-ubun anaknya ada damai yang menelusup di hati. "Ya Tuhanku... satukan kami."
Kartika keluar dari kamar, melihat siapa yang datang kakinya berat untuk melanjutkan langkah. Ia termangu di depan pintu kamar, yang hanya berjarak satu meter dari ruang tamu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Uneh Wee
kalau kartika mau kmbali sama angga apakah akan bahagia ga mungkin karna ada terol yg akan menghadang
2022-12-02
0
Senajudifa
maaf gampang melaksanakan yg susah
2022-06-28
1
Lady Meilina (Ig:lady_meilina)
😍😍😍
2022-05-10
1