Kartika memperhatikan Jeni yang sudah mendengkur halus. Ibu muda yang berumur 26 tahun itu, mengusap pipi anaknya dengan jari.
Harusnya anak seusia Jeni, merasakan kebahagiaan di dampingi oleh kedua orang tuanya. Namun, takdir berkata lain. Sejak lahir kedunia fana pun Jeni tidak di adzani oleh Ayahnya.
Ironis memang bagi Kartika, apa yang harus dilakukan. "Besok, bunda akan menemui Ayahmu nak , bobok manis ya sayang"
Kartika turun dari ranjang setelah mecium pipi Jeni, ia membuka pintu kamar, saat ini masih jam 10 malam. Samar-Samar Kartika mendengar suara televisi. Dengan langkah pelan Kartika mendekati suara.
"Kamu belum tidur Tik?"
Arumi dan Renaldi menyapapa, ternyata mereka masih menonton televisi.
"Belum Mbak, mata rasanya kering banget" Kartika duduk bergabung dengan mereka.
"Benar, kamu tadi bertemu Angga Tik?" rupanya Arumi sudah bercerita kepada suaminya.
"Benar kak Aldi" sahutnya singkat.
"Kalian sudah saling bicara?" Aldi meletakan puntung rokok di asbak.
"Belum kak, jika besok kami bertemu kembali, saya akan minta waktunya untuk bicara, jika dia mau tentunya" Kartika bertutur pesimis.
"Tanya Tik, maunya apa tuh anak! kurang ajar sekali tuh Angga, sudah miskin belagu!" umpat Rumi jengkel.
"Mama... nggak boleh memanas-manasi, biar Kartika sama Aldi sendiri yang menyelesaikan masalah ini, kita tidak usah ikut campur" Aldi berkata bijak.
"Enak saja! adik sama keponakan aku di sakiti terus aku diam saja begitu?!" sungut Rumi.
"Benar kata kak Aldi Mbak Rum, biar saya mencoba untuk berbicara dari hati ke hati."
Kartika menopang kedua pipinya dengan kedua tangan di atas meja.
"Semoga kalian masih bisa bersatu Tik" imbuh Aldi, menoleh Kartika prihatin.
"Kalau masalah itu, saya akan berpikir seribu kali kak, yang penting bagi aku, Jeni bisa bertemu Ayahnya. Hanya itu."
Kartika menyandarkan bahunya di kursi. Jika memang dugaannya benar, bahwa Angga sudah beristri lagi. Kartika akan menyerah dan minta Angga menceraikan saja. Tentu Kartika tidak ingin di madu seperti wanita pada umumnya.
"Aku tidur dulu ya Mbak, kak"
"Iya Tik, kami juga mau tidur" mereka masuk kamar. Tapi sebelumnya Kartika ambil air minum lalu membawanya ke kamar.
Kartika merebahkan tubuhnya di sebelah Jeni akhirnya berjalan-jalan ke alam mimpi.
******
Sebulan sudah Kartika tinggal di Jakarta. Namun belum ada kesempatan berbicara berdua dengan suaminya. Sebab, bagaimana ingin bicara jika setiap ke pabrik selalu berdua dengan istri mudanya.
Pagi hari matahari hadir menyapa semua disibukkan dengan tugas masing-masing seperti yang dilakukan Kartika.
Sebelum berangkat kerja, ia mencuci pakaian dulu, lalu menjemur, menyiapkan sarapan pagi. Begitulah yang di lakukan Kartika setiap hari. Masih ada yang lebih penting lagi yaitu mengurus anak sebelum berangkat sekolah.
"Belajar yang pinter ya nak" ucapnya sambil membantu Jeni memakai seragam.
"Iya bun, Jeni mau menjadi orang pinter seperti bunda"
"Kok seperti bunda?"
"Iya, bunda hebat, pinter ngajari aku, sampai Jeni bisa baca tulis. Belum lagi bunda harus memasak, terus kerja, mencari duit untuk aku juga" tuturnya.
"Jangan hanya seperti bunda dong, kamu harus menjadi orang sukses, paling tidak bisa menjadi Mentri" nasehat Kartika sembari mengecek buku yang di siapkan Jeni. Karena Kartika selalu mengajari Jeni agar mandiri.
"Kata bu guru aku, sukses nggak harus menjadi Mentri maupun Presiden bun, pokoknya aku ingin seperti bunda" kekeh Jeni.
"Iya deh, bunda mengalah, sekarang kita berangkat yuk"
"Siap bunda" Mereka pun berangkat.
Sekalian berangkat kerja, Kartika mengantarkan Jeni dan Anisa menggunakan angkutan umum karena jalannya satu arah. Jika pulang sekolah nanti Rumi yang menjemput dengan sepeda motor.
"Di depan sekolah, berhenti dulu ya bang" kata Kartika.
Setelah supir berhenti, Jeni dan Anisa turun. "Kalian hati-hati ya" Kartika mengusap kepala anak dan keponakannya itu sambil mereka turun.
"Jaga Adiknya ya, Nis"
"Siap Tante" mereka melambaikan tangan kepada Kartika kemudian angkutan kembali berjalan.
Angkutan berhenti di depan toko roti. Kartika turun setelah membayar angkutan. Bersamaan dengan itu, mobil BMW datang. Siapa lagi penumpangnya? selain Rangga dan Diana.
Mobil pun masuk ke tempat parkir, seperti biasa, Angga turun dari mobil terlebih dahulu. Lalu membukakan pintu untuk Diana, berjalan bergandengan mesra, melewati Kartika yang masih berdiri di antara para karyawan. Pemandangan seperti ini hampir setiap hari Kartika lihat.
Kartika hanya bisa istighfar, menghela nafas berat. Cemburu? ya pasti. Kartika tidak bisa memungkiri, Angga lah cinta pertamanya.
Karyawan masih banyak yang berdiri disana. Karena waktu masih pagi, belum jam masuk dan di gunakan mereka untuk beristirahat.
"Wah... sos sweet... Pak Rangga sama bu Diana pasangan romantis ya" kata Lia.
"He eemm... kapan ya aku bisa mempunyai suami seperti itu, tampan, kaya, sayang istri..." halu salah satu karyawan.
"Menghayalmu ketinggian, nanti jatuh nyungsep masuk kedalam selokan loh" seloroh Sekar terkekeh. "Iya nggak Tik?" sambungnya.
"Iya kali" sahut Kartika pendek, kemudian masuk mendahului mereka. "Kenapa dia? kok seperti nggak suka kita bicara begitu" kata Lia.
"Mana kutahu!" Sekar pun berjalan cepat mengejar Kartika.
"Tik tunggu dong" Sekar berhasil menyejajari langkah Kartika.
"Kenapa kamu Tik? kalau aku bicara masalah Pak Rangga sama bu Diana kayaknya kamu nggak suka?"
"Bukan nggak suka, ngapain juga sih musti iri dengan orang lain" mlengos kesal sambil terus berjalan tanpa menoleh.
"Yeee... siapa juga yang iri? aku kan cuma senang dengan keharmonisan rumah tangga mereka"
"Iya deh! aku mengalah contoh saja rumah tangga mereka." Nada bicara Kartika, semakin kesal. Kartika tidak menoleh lagi segera menuju dapur.
Sementara Sekar masih diam menatap sahabatnya dari belakang menggeleng, lalu melanjutkan langkahnya.
Kartika dan teman-teman satu profesi berkerja dalam diam, tampak bu Yoyoh berjalan mondar-mondir kedua tangannya dilipat kebelakang, mengawasi bawahanya. Hingga siang hari semua karyawan beristirahat.
Bagi karyawan yang punya uang lebih mencari makan diluar. Sementara Kartika bersama Sekar seperti biasa, makan di kantin yang sudah di sedikan pabrik. Walaupun lauhnya tempe tahu dan sayur, tapi memenuhi standar gizi tidak ada masalah bagi Kartika.
Selesai makan, Kartika izin Sekar ingin ke toilet dulu. Kartika jalan tergesa-gesa untuk menyingkat waktu.
"Bruk"
Kartika menubruk seorang pria, di perbatasan lorong toilet antara pria dan wanita. Pria itu terhuyung kebelakang.
Di samping terburu-buru ruangan agak gelap, hingga tampak samar pria yang mengenakan jas hitam.
"Jalan pakai mata! jangan pakai dengkul" sergah orang pria seraya membetulkan sepatunya.
"Maaf Pak, saya terburu-buru" sahut Kartika tidak enak hati.
Pria itu bergegas keluar, tidak menghiraukan kata-kata Kartika. Hingga terlihat wajah tampan pria yang dikenal Kartika ketika melintas di bawah sinar lamput.
"Mas Angga"
Pria itu menghentikan langkahnya namun tidak menoleh.
"Mas Angga... ini aku Kartika"
Kartika berdiri didepan Angga. Iris mata mereka saling bertemu. Mata yang membuat Kartika berdebar saat itu, dan hingga kini debaran itu masih kencang terasa di dada Kartika.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
duuh br jd okabe mandang orng lain seblh mata loe ngga
2024-09-21
0
Tri Widayanti
Sakit banget💔
Sabar ya Tik
2023-01-13
0
Senajudifa
kutinggalkan jejak favoritku y
2022-06-16
0