Pagi hari sangat gelap langit tertutup mendung. Hujan gerimis mengantar langkah Kartika, menuju tempat ia mencari rejeki. Badan yang belum sepenuhnya sehat tidak menyurutkan semangatnya untuk berangkat. Lama-lama mengistirahatkan badan justeru akan membuatnya merugi. Tentu gajinya akan di potong nantinya.
Yang ada dalam benaknya adalah, mencari uang untuk kebutuhan anaknya. Sebagai karyawan yang belum menerima UMR tentu hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Segitu sudah bersyukur, ia tidak harus mengontrak rumah. Ya. Hanya sekedar membantu kakaknya untuk membeli sabun. Tidak enak juga jika hanya numpang tinggal tanpa mengeluarkan biaya.
Begitu sampai di depan DIANA BAKERY. Hujan semakin deras. Kartika melirik jam sudah tinggal beberapa menit lagi jam masuk kerja. Mau tidak mau Kartika menerobos air hujan setelah membayar angkutan.
Sampai di dalam, baju Kartika basah kuyup. "Ya... basah" gumamnya sambil mengibas-kibas bajunya. "Biar sajalah... toh nanti ganti seragam." ia komat kamit sendiri.
"Kartika" sapa pria tampan, rambut klimis wangi parfum sudah tercium dari kejauhan. Berpakaian kemeja merah marun, dan celana hitam dengan sepatu pantofel terdengar nyaring mendekati.
"Kamu sudah sembuh?" tanya Devan.
"Sudah Pak, kan surat izin dokter hanya istirahat tiga hari." Kartika menelisik kemeja Devano tidak ada bercak air sedikitpun. Lalu Kartika menoleh keparkiran. Orang bermobil tidak mengalami nasib seperti aku. Nasip... nasip. Astagfirrullah... kenapa aku justeru kurang bersyukur. Ampuni hambamu ya Allah...". sesal Kartika, karena telah menggerutu.
"Baju kamu basah" Devan memperhatikan Kartika yang menggosok-gosok telapak tangan untuk mengurangi rasa kedinginan.
Kartika menatap sekilas Angga yang berjalan kearahnya seperti ada kesempatan untuk membalas sakit hatinya. Atas perkataan pria yang ia cintai seligus dia benci.
"Yaah... basah-basahan seperti ini, sudah biasa bagi saya Pak Devan. Ini belum seberapa, masih banyak penderitaan sebelumnya"
"Saya ini orang susah, harus berjuang sendiri, berjualan kue keliling tanpa suami. Walaupun dalam keadaan hamil."
"Bagaimana supaya saya bisa melahirkan bayi sehat. Walaupun tidak makan cukup gizi setidaknya bayi yang saya kandung tumbuh sempurna."
"Sebisa mungkin saya membesarkan anak saya, tanpa minta bantuan orang lain." Tutur Kartika menatap sekilas wajah Angga yang menjadi pucat pasi. Entah apa yang ada dalam pikiran Angga. Kartika sengaja memancing Angga.
"Kamu bicaranya panjang amat hehehe..." Devan belum tahu kehadiran Rangga.
"Yah... asal bapak tahu saja, inilah perjuangan ibu yang membesarkan anaknya. Tapi saya senang dan bangga Pak Devan, Bapak sudah tahu kan, anak saya tumbuh dengan sehat dan cerdas." pungkas Kartika. Puas bisa menyindir pria yang masih sah menjadi suaminya itu.
"Baru datang Dev?" tanya Rangga mengalihkan, hatinya tersayat mendengar ucapan Kartika lalu ikut berdiri di sebelah Devan.
"Iya Pak Rangga. Bapak baru sampai juga? terus Ibu Diana kemana?"
"Sudah di dalam" jawabnya singkat lalu mencuri pandang ke Arah Kartika. Tetapi, Kartika masih lebih indah memandang tembok daripada pria yang sudah lupa akan janjinya.
"Kenalkan Pak Rangga, ini teman saya namanya Kartika" Devan menatap Kartika.
Rangga menyerahkan tangan, ingin berjabat dengan Kartika. Namun Kartika sama sekali tidak merespon.
"Pak Devan, saya ganti seragam dulu ya, sudah waktunya masuk soalnya" Kartika beralasan yang tepat karena memang sudah jam masuk. Kartika lalu melangkah pergi.
"Mulai besok, kamu saya jemput ya, terus pulangnya saya antar." kata Devan perhatian. Kasihan melihat Kartika tiap hari naik angkutan yang berdesakan.
"Jangan Pak, nanti ada yang marah" Kartika berjalan cepat, lalu Devan menyusul berjalan di sampingnya. Rangga diam-diam mengepal dengan kuat, merasa diabaikan. Kemudian menyusul juga.
"Siapa yang marah?" Devano menoleh. Sedangkan Kartika berjalan melihat kebawah.
"Ya istrinya Pak Dev, lah! siapa lagi?!" ketus Kartika.
"Saya itu belum punya Istri." jujur Devan.
"Bohong!" Kartika mencibir menghentikan langkahnya. "Laki-laki pembohong tuh banyak di dunia ini! sudah punya anak istri! bilangnya masih bujangan! basi!" Kartika menekan kata "Basi!" menyindir Angga. Kemudian benar-benar menjauh dari dua pria itu. Menahan air mata yang sudah menggenang jangan sampai jatuh.
Kartika menuju loker untuk penyimpanan baju kerja, ambil satu lalu membawanya ke kamar mandi.
Sementara Devan dan Rangga saling pandang entah apa yang mereka pikirkan.
"Gadis itu sinis amat Dev? dia pacarmu ya?" selidik Rangga, dia tahu bahwa Kartika menyindir dirinya.
"Belum jadian Pak, ini baru pede kate hehehe," Devan terkekeh malu.
"Memang dia belum menikah?" Rangga pura-pura tidak tahu.
"Belum Pak, tapi katanya dia itu janda di tinggal mati suaminya,"
Deg. Rangga menatap Devan.
"Kasihan dia Pak, katanya suminya meninggal kelindas mobil tronton hingga hancur kepalanya." Devan bercerita ngeri
Angga melotot tajam. Tidak menyangka Kartika akan berbicara seperti itu.
"Saya masuk dulu Pak" kata Devan berjalan menuju ruangan setelah di iyakan oleh Rangga.
Rangga balik badan menuju mobil seperti biasa setelah mengantar Diana. Langsung pergi ke kantor. Kali ini hujan sudah reda.
Sebenarnya bisa saja Diana diantar supir, tetapi Diana tidak mau, lebih enak di antar Rangga.
Sambil menyetir Rangga kesal. Ingat penuturan Devan "Dia mati kelindas tronton hingga kepalanya hancur" kata-kata itu seperti hantu gentayangan yang menghuni telinganya.
Tapi masa bodoh dengan semuanya yang ada dalam benak Rangga, kini dia sudah memiliki semuanya dan tidak akan kembali hidup miskin.
Flashback on.
"Ayo masuk, ini rumah saya" Pak Hermawan yang tak lain Papa Diana masuk ke halaman rumah besar dan mewah.
Rangga terpana pandangan mengedar ke seluruh penjuru rumah mewah. Yaitu rumah konglomerat. Hanya keluarga sultan yang mempunyai rumah seperti ini.
"Ayo masuk, kok bengong." Pak Hermawan menarik tangan Angga dan membawanya masuk kedalam.
"Ma, kenalkan ini Rangga" Pak Hermawan memperkenalkan Rangga dengan Istrinya. Tanpa banyak bicara, Mama Uly menarik tangan Papa, membawanya menjauh dari Angga yang masih berdiri di ruang tamu.
"Papa apa-apa an sih... kenapa membawa gembel seperti itu? mana bau lagi!" Omel Mama Uly.
"Dengar Ma, tau nggak?! dia itu anak baik dan jujur." Papa kemudian menceritakan bahwa Rangga yang menolongnya ketika di jambret tadi. Mama Uly pun percaya.
Sementara diruang tamu. "Heh siapa kamu?!" sergah Diana yang baru menuruni tangga. Memandang Rangga jijik.
Rangga hanya tersenyum menatap wanita cantik dan ****, wajahnya dirias mencolok.
"Senyum-senyum lagi! dasar gembel! mana bau lagi! keluar sana!" Diana menutup hidung.
Rangga tetap diam. "Bibiiii... bawa sapu lidi!" pekik Diana.
"Ada apa Non?" Bibi berlari ngos ngosan.
"Usir orang ini Bi! mengotori rumah ini!" sergah Diana. Sambil memencet hidungnya. Karena Rangga memang bau bentek. Selama menjadi gelandangan Rangga jarang mandi. Kadang mandi jika menemukan kali.
"Ada apa sih Diana?" Pak Hermawan menghentikan omelan Diana.
"Lihat ini Pa, ada gelandangan masuk kerumah kita!" Diana menatap Angga sebal.
"Hus! kamu nggak boleh gitu ini anak buah Papa di kantor"
"Sebaiknya kamu mandi dulu nak, ini baju ganti" Papa menyerahkan baju bekas miliknya masih layak pakai satu koper.
"Terimakasih Pak" Angga mengangguk hormat.
"Bi tolong antarkan Angga ke kamar mandi, terus bersihkan kamar di lantai dua yang di sebelah Diana ya" titah Papa.
"Baik Tuan" Bibi mengantar Rangga ke kamar mandi.
"Papa! kenapa nyuruh dia tidur di kamar sebelah Diana sih?!" Diana kesal terhadap Papa. Sudah bau, buluk, disuruh tidur di sebelahnya pula.
"Hus! kamu nggak boleh begitu, biar bagaimana dia itu manusia."
"Benar kata Papa Na" ucap Mama Uly. Awalnya dia bersikap sama. Tetapi setelah mendengar penjelasan Papa Mama mengalah.
Sementara Rangga, dia sedang mandi menggunakan sampoo, sabun yang sudah tersedia.
Ia berendam di bathtub yang sudah di siapkan oleh bibi, dan di beri wewangian. Menggosok rambut, dengan sampoo, menggosok badan dengan sabun. Air bekas mandi hingga berwarna coklat sangking kotornya. Selesai mandi, Angga kemudian memakai kaos yang di berikan Papa Hermawan walaupun bekas menurut orang kaya selevel Pak Her. Tetapi bagi Angga masih seperti baru.
Flashback off.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Suprasti Kristin
kere Munggah mbales🤣🤣
2024-11-08
1
himawatidewi satyawira
🤣🤣
2024-09-21
1
himawatidewi satyawira
bagus tik
2024-09-21
0