Arumi kebingungan mencari Jenita sudah putar-putar keliling. Namun belum bertemu hingga mendatangi pusat informasi. Sedangkan Anisa menangis terus-menerus, membayangkan adiknya hilang.
Rumi mendesah kasar. Bagaimana harus bercerita dengan Kartika. Jika dia menghubungi Kartika sama saja membuat jantung adiknya kumat. Rumi benar-benar frustasi.
"Bude... kak Nisa... " Suara Jeni membuat Rumi dan Anisa bak mendapat sebongkah berlian, sangking senangnya.
Jenita yang di gandeng satpam. Berjalan cepat, mendekati Rumi dan Nisa. Melihat Anisa menangis Jenita menunduk merasa bersalah.
"Hiks hiks, kamu ngagetin... aku pikir kamu diculik orang." Anisa merangkul Adiknya.
"Ya Allah... Jeni... kamu kemana nak? kan sudah bude bilang, jangan jauh-jauh" perasaan Arumi tampak lega. Walaupun masih syok.
"Maaf bude, nanti Jeni jelaskan. Tapi... jangan bilang bunda, ya" Jeni memohon, khawatir jika bundanya tahu, pasti bundanya bersedih.
"Iya, tapi jangan di ulangi ya" Rumi memandang keponakanya yang sedang sedih kasihan, mengusap lembut kepala Jeni sambil berjongkok.
"Dia tadi di ajak orang beli ice cream katanya, bu" terang satpam.
"Siapa orangnya Pak?" Arumi terkejut.
"Saya kurang tahu bu, Jenita tadi saya temukan sedang berdiri di depan penitipan barang. Katanya mau menunggu bonekanya khawatir hilang" tutur satpam.
"Boneka?" Arumi bingung. Pasalnya, belum merasa membelikan boneka.
"Iya bu, katanya bonekanya dititip"
"Terimakasih ya Pak, sudah membantu saya" Arumi lalu berdiri di belalang Jeni memegang kedua pundaknya.
"Sama-sama bu, lain kali anaknya di jaga ya" titah satpam kemudian meninggalkan tempat itu.
"Sudah, sekarang kita pulang" tanpa membahas masalah ini lagi, Arumi mengajaknya pulang setelah membayar belanjaan dan mengambil barang di penitipan.
Malam harinya Jeni dan Anisa sudah tidur lelah juga mereka habis jalan-jalan.
Kartika dan Arumi masih ngobrol di depan televisi sambil menunggu Aldi datang.
Arumi menceritakan kejadian di Mall tadi tadi sore.
"Jadi Jeni tadi hilang?" Kartika membelalak sangking kagetnya. "Terus-Terus bagaimana?" cecarnya.
"Saat aku kebingungan dia di antar satpam, katanya sedang berdiri di depan penitipan barang"
"Ngapain?" Kartika penasaran.
"Sebenarnya, yang membelikan boneka tadi bukan aku Tik, kata Jeni ada Om ganteng yang baik hati, terus dia dibelikan boneka tadi, awalnya dia tidak mau cerita, terus aku desak lama-lama jujur juga?" tutur Arum dengan gamblang.
"Om ganteng, siapa?" Kartika semakin terkejut wajahnya sampai hampir nempel ke wajah kakaknya.
"Ya itu, yang membuat aku dari tadi bingung, kok ada? orang nggak dikenal tiba-tiba membelikan boneka, sudah gitu harga boneka tadi hampir lima ratus ribu."
"Ya Allah... jangan-jangan penculik Mbak," Kartika langsung lemas, menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi. Kartika membayangkan jika anaknya di culik, sebab dia sering mendengar berita, setiap ada penculikan pasti di iming-iming sesuatu.
"Sudah... jangan dipikirkan lagi Tik, yang penting anakmu nggak terjadi apa-apa. Maaf ya, Mbak nggak bisa menjaga anak kamu." kata Rumi meremas tangan Kartika di atas lutut.
"Ini uang untuk membeli boneka tadi" Rumi meletakkan uang di atas meja. Sementara Kartika masih termenung memikirkan siapa orang yang membelikan boneka tadi.
********
Di ballroom rumah mewah, Angga duduk sendiri, memandangi bintang yang germelap mengelilingi bulan.
Bibirnya tersungging, mengingat anak perempuan tadi. Dia merasa dekat sekali dengan anak itu, seperti ada aliran listrik membuat wajahnya bersinar terang, lebih terang dari rembualan.
Andai saja anak itu lahir dari rahim Diana, tentu kebahagiaan akan semakin lengkap. Tetapi ingat Diana, Angga berubah murung. Mengapa, Istrinya itu jika di ajak berbicara masalah anak justeru menghindar.
Lalu, apa yang menjadi penyebabnya, Angga belum bisa memecahkan misteri ini. Bayangan mempunyai anak perempuan, rambutnya di kuncir dengan pita yang lucu. Di pasangkan bando, memakai baju yang lucu-lucu lengkap dengan aksesoris, sudah menjadi impianya.
Pernikahannya yang sudah berjalan lima tahun, terasa hampa tanpa adanya seorang anak. Tiba-tiba bayangan Kartika melintas di benaknya. Kemarin Kartika membicarakan tentang anak, jika benar berarti umur anaknya kini sudah 6 tahun.
Jika perempuan pasti sudah memakai seragam SD yang lucu. Mengapa? aku memikirkan dia? oh tidak. Kartika hanya masa lalu ku. Aku tidak ingin mengingatnya kembali. Aku tidak ingin menjadi orang miskin."
Ingat Kartika, bayangan kemiskinan kembali beputar di otaknya.
Flashback on.
Pertama kali tiba di kota besar, Angga kebingungan ingin menemui siapa. Tidak punya siapa-siapa dikota.
Angga tidur dimana-mana seperti dulu, menjadi gelandangan. Menyodorkan lamaran selalu di tolak. Di tambah lagi penampilannya yang seperti gembel siapa yang akan menerima dirinya bekerja?
Angga tidur di emperan toko, kadang sampai bertengkar sesama gelandangan merebutkan tempat. Tidak punya uang sepeserpun, kadang menjadi pengemis hanya untuk sekedar mengisi perut.
Ingin pulang lagi ke kampung tidak punya uang, selama tiga bulan ia menjadi gelandangan.
"Tolong... toloooong..." mendengar teriakan orang yang minta tolong Angga segera berlari. Ternyata seorang bapak kira-kira berumur 60 tahunan sedang di todong pisau oleh penjahat di samping mobilnya.
"Buk. Buk, buk. Sekuat tenaga Angga melawan kedua penjahat yang sudah berhasil merebut koper bapak. Hanya dengan hitungan menit, penjahat itu bisa Angga lumpuhkan. Lalu merebut koper milik Bapak dan mengembalikan.
Bapak tua itu segera menghubungi polisi setelah melempar koper kedalam mobil lalu memencet remote mengunci pintu mobil.
Tidak lama kemudian polisi datang meringkus penjahat yang sudah babak belur.
"Kamu tidak apa-apa nak?" Bapak menelisik tubuh Angga yang memakai baju tak layak pakai.
"Tidak apa-apa Pak" jawabnya.
"Terimakasih, kamu sudah menolong saya" ucap Bapak itu senang. "Kamu tinggal dimana nak?" Bapak kasihan melihat penampilan Angga yang baik hati itu.
"Saya tidak punya tempat tinggal Pak, saya pendatang dari kampung tiga bulan yang lalu, ternyata mencari pekerjaan susah sekali"
"Ayo ikut saya" Bapak itu mengajak Angga masuk kedalam mobil.
"Tapi, baju saya kotor Pak" Anggak merasa tidak pantas menaiki mobil mewah itu, sedangkan dirinya sudah tidak mandi beberapa hari.
"Sudah... ayo naik" Angga masuk kedalam mobil.
"Terimakasih, kamu sudah menyelamatkan uang perusahaan saya. Jika tidak ada kamu, pasti kami akan bangkrut" terang bapak itu Awalnya ingin menyimpan uang perusahaan itu di Bank. Namum ketika turun tadi langsung di todong.
"Tadi kamu bilang mau mencari kerja. Sebaiknya, kamu bekerja sama saya saja" titah Bapak.
Angga menoleh cepat. "Benarkah?" Angga menutup mulutnya melebarkan mata.
"Benar. Keahlian kamu apa?"
"Biasanya saya suka servis alat-alat elektronik Pak, saya hanya lulusan STM."
"Oh pas sekali, kebetulan perusahaan saya bergerak di bidang elektronika kamu bisa bergabung."
Flashback off.
"Mas Rangga, kok melamun disini sih? kita makan dulu yuk, Mama sudah menunggu" Diana memeluk Rangga dari belakang.
"Ayo"
Mereka pun bergandengan menuruni tangga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Dewi Kasinji
oh memang dasar si Angga manusia gak tau diri ya . bener kata mbak Arum , dia kacang lupa sana kulitnya . jangan sampe si Kartika balik sama si Angga ya kak othor . kasih jodoh Kartika dg yg LBH baik
2024-11-20
0
Uneh Wee
oh ternyata emng bner c angga kacang lupa kulit nya hidup kya raya gelimng harta istri cntik pngusaha ..tp tak punya ank akn sanget sengsara ...harta ga bkln di bawa mati angga ank yg soleh bisa menunjng sampe kmu mati ..tp sayang hati mu keras bgai kn batu....kasian
2022-12-02
1
💓🌹Nai_Zalfa🌹😘💓
baik lah Angga km memilih harta itu karena takut kembali miskin semoga km bahagia dgn harta yg km punya.
2022-10-18
0