Pemecatan Bulan yang terjadi tiba-tiba hanya karena masalah sepele, otomatis mengagetkan semua orang termasuk para staff hotel yang melihat kronologi kejadian antara Bulan dan Dinda. Bila Dinda sudah membuat keputusan, maka takkan ada yang berani melawan, sebab mereka semua tidak ingin bernasip sama seperti staf-staf sebelumnya yang dipecat dari hotel ini hanya karena membela diri seperti yang dilakukan Bulan.
Tari yang menyaksikan sahabatnya diperlakukan tidak adil, tak bisa banyak membantu. Ia hanya merasa kasihan pada Bulan, dan menatap kepergian temannya dalam diam. Baru setelah semua orang bubar dari kerumunan, Tari langsung mencuri waktu dan berlari keluar untuk mengejar Bulan.
"Bulan!" teriak Tari dari kejauhan begitu gadis malang itu dan nenek asing tak dikenal sudah keluar dari hotel. "Apa yang kau lakukan, ha? Ada apa denganmu? Bukankah kau sedang butuh uang? Kenapa kau mau dipecat begitu saja?" tanya Tari sambil ngos-ngosan.
"Mungkin bukan rezekiku bekerja di sini, Tar. Sudahlah, aku rasa ini yang terbaik untukku. Aku akan mencari pekerjaan lain lagi nanti. Kau jangan khawatir, terimakasih karena sudah membantuku selama ini. Aku juga sudah tidak mungkin lagi bekerja di hotel ini. Sampai jumpa lagi, Tar. Sebaiknya kau cepat masuk ke dalam agar kau tak dipecat sepertiku." Bulan mencoba tersenyum walau dalam hati ia sungguh ingin menangis dan menjerit.
"Kita akan bicarakan ini lagi nanti. Jangan ganti nomermu!" seru Tari masih merasa tak percaya kalau sahabatnya ini dipecat dari pekerjaannya.
Tapi yang dikatakan temannya ini benar, Tari harus segera masuk kembali ke dalam dan melanjutkan pekerjaannya. Dengan berat hati, terpaksa ia membiarkan Bulan pergi bersama nenek-nenek compang-camping itu.
"Semua ini gara-gara nenek itu, siapa sih dia? Bikin nambah masalah Bulan saja," gumam Tari sambil memerhatikan kepergian sahabatnya.
***
Begitu keluar dari area hotel, Bulan memenuhi janjinya mengajak sang nenek ke sebuah warung makan sederhana yang letaknya ada di dekat danau. Danau tersebut merupakan salah satu area bebas dekat taman kota. Meski warungnya tak semewah hotel yang baru saja mereka tinggalkan, tempat ini lumayan indah dan nyaman juga. Masakannya juga enak-enak dan mumer alias murah meriah.
Bulan memesan banyak menu makanan yang bisa ia dan nenek yang tak diketahui namanya ini makan. Gadis itu tersenyum sambil membantu mengelap mulut nenek renta yang rambutnya sudah putih semua itu karena belepotan makanan.
"Hati-hati kalau makan, Nek. Setelah ini, aku akan mengantar Nenek pulang. Di mana rumah Nenek?" tanya Bulan dengan ramah.
Dalam hati, Bulan terus bertanya-tanya kenapa ia mau saja menolong nenek ini hingga ia harus menanggung resiko kehilangan pekerjaannya. Padahal, ia tak tahu menahu siapa wanita renta yang ada dihadapannya. Bulan tak punya maksud lain, ia hanya berpikir sebagai sesama manusia yang juga sama-sama tertindas, Bulan tak bisa menerima nenek ini diperlakukan kasar oleh seniornya meskipun sang nenek penampilannya memang tak sesuai untuk hotel mewah sekelas hotel tempatnya bekerja.
Meski demikian, harusnya seniornya yang bernama Dinda tak seharusnya memperlakukan nenek ini dengan kasar. Bulan juga berasal dari keluarga berada, tapi sayangnya ia hanya bisa bergaul dengan para pelayan dirumahnya. Lebih mirisnya lagi, Bulan tak pernah makan satu meja dengan seluruh keluarga besarnya sejak ia tinggal di rumah itu. Sebab, secara harfiah, ia tak diakui dikeluarganya dan menjadi putri konglomerat yang terbuang. Kasihan sekali gadis malang itu, seumur hidupnya, ia tak pernah merasakan kebahagiaan meskipun ia punya keluarga lengkap.
"Di sini," jawab nenek itu tiba-tiba dan membuyarkan lamunan Bulan.
"Iya, Nek?" tanya Bulan belum paham.
"Tadi kau tanya di mana rumahku kan, Neng?" ujar nenek itu lagi.
"Iya, setelah Nenek menghabiskan makanan ini, aku akan mengantar Nenek pulang." Bulan menatap bingung wanita tua yang ada dihadapannya.
Nenek tersebut terlihat berbeda dari sebelumnya. Mungkin karena setelah makan, sang nenek jadi bertenaga dan terlihat lebih fresh dari yang tadi.
"Di sinilah rumahku," jawab nenek itu sambil tersenyum.
"Apa?" tanya Bulan semakin tidak mengerti. "Apa ... rumah Nenek, ada di dekat sini?" Bulan memastikan dan mengamati keadaan sekitar tempat makan. "Apa keluarga Nenek juga tinggal di dekat sini?"
"Tidak, mereka tidak ada di dekat sini. Tapi rumah makan ini, adalah cabang dari restoran milikku." Nenek itu menjelaskan sambil meminum jus alpukat yang dipesankan Bulan.
"Hah?" Bulan tercengang.
Jujur, gadis itu masih belum paham maksud ucapan sang nenek. Tapi Bulan yakin kalau pendengarannya masih jelas. Barusan sang nenek mengatakan kalau restoran mumer ini adalah salah satu cabang dari restoran besar miliknya.
Namun Bulan hanya meringis kuda menatap wanita tua yang ada dihadapannya. Tentu saja gadis itu tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tidak mungkin kalau nenek ini adalah pemilik rumah makan yang selalu ramai ini.
"Ah ... Nenek jangan bercanda, bikin aku kaget saja." Akhirnya Bulan hanya menganggap kata-kata nenek tua ini sebagai lelucon garing diantara mereka.
Namun Bulan jadi bingung saat si nenek mengangkat satu tangannya sambil menjetikkan jarinya dan tiba-tiba saja seluruh pelayan rumah makan sederhana ini langsung berlarian dengan tergesa-gesa lalu berdiri berjajar di samping nenek dan Bulan duduk. Bahkan sang koki yang tadinya hanya boleh bekerja di dapur langsung keluar dan ikutan berbaris di samping rekan-rekannya.
"Selamat datang bu Direktur, maaf karena kami tidak langsung mengenali anda karena anda hari ini ... tampak sangat berbeda," sapa koki itu sambil menundukkan kepala diikuti oleh seluruh karyawan rumah makan.
Mata Bulan terbelalak tak percaya mendengar dan melihat apa yang ada didepannya sekarang. Ia sungguh terkejut karena ternyata nenek ini tidak sedang bercanda dengannya.
"A-apa? Bu ... Bu Direktur?" tanya Bulan gugup. Ia melihat wajah nenek yang sedang menganggukkan kepalanya sambil tersenyum penuh makna.
Siapa yang bisa menduga bahwa nenek berpakaian compang-camping ini adalah seorang direktur pemilik restoran ternama di kota ini. Dan rumah makan tempat Bulan berada adalah salah satu cabang yang ia punya. Pantas saja tempat ini tak pernah sepi dikunjungi pengunjung, rupanya tempatnya sudah terkenal dimana-mana dan menjadi favorit semua orang baik dalam maupun luar kota, bahkan yang berasal dari luar negeripun juga banyak.
Selain karena harganya yang bisa dijangkau semua kalangan, cita rasa makanannya sangat enak dan tak kalah seperti yang ada di hotel-hotel berkelas lainnya. Selain itu, semua makanan di sini sangat merakyat karena menu dari berbagai macam daerah tersedia semua dan juga beragam sehingga pengunjung takkan bosan memilih makanan apa yang akan dimakan.
Kendati demikian, Bulan sangat sulit memercayai semua ini tapi kenyataannya, nenek itu bukanlah orang yang seperti seniornya lihat. Si nenek bukan orang sembarangan. Ternyata benar kata pepatah yang mengatakan 'Jangan menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya saja, karena penampilan seseorang itu bisa saja menipu' kini pepatah itupun terbukti. Dibalik pakaian compang-camping yang di kenakan sang nenek, ada jabatan tinggi yang tersemat didiri wanita tua yang ternyata adalah seorang direktur utama pemilik restoran ternama.
"Bagaimana, Neng? Apa sekarang kau percaya?" tanya nenek itu pada Bulan.
Sebisa mungkin Bulan berusaha menguasai rasa keterkejutannya dan bersikap biasa walau dalam hati, ia sangat salut akan sosok wanita tua yang tak ia kenal ini.
BERSAMBUNG
***
Sekalian promo novel baru lagi karena aku lulus event, tolong bantu like dan komen ya ... terimakasih love you all
Judul novel Baruku : TAKDIR CINTA KINAN
Baru aja rilis
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Mara
Kayanya neneknya si raja ya kak
2023-04-02
0
🍊𝐂𝕦𝕞𝕚
wah nenek nenek ny milyuner kayaknya
bulan walaupun kamu d pecat dari hotel setidaknya kamu bertemu nenek yg baik
2022-06-18
0
Shakila Rassya Azahra
wow ternyata si nenek seorang direktur..
2022-05-22
0