"Bapak, mahar itu meski saya berikan. Itu adalah Hak Lila. Itu yang saya tahu, dan Bapak ngga punya hak atas mahar itu."
"Saya Bapaknya, saya punya hak atas itu."
"Bapak ngga pernah ikut andil membesarkan, Lila. Semuanya Ibu yang tanggung. Dan jika bukan karena Ibu minta, Lila ngga akan datang kesini."
"Terserah, tanpa aku kau tak akan pernah menikah." ucap Pak Hari.
"Terserah!" Lila berdiri dan keluar dari rumah itu. Ia bahkan menangis sepanjang jalan, dan Iam mengejarnya dengan cepat.
"La, Lila... Kenapa begitu? Kita harus bujuk Bapak. Katanya Lila mau nikah di walikan Bapak?"
"Ngga nyangka, jika Bapak seegois itu. Sakit hati Lila, Mas. Gimana? Kenapa begitu sulit meminta restu. Hanya Ibu, yang dengan lapang dada menerima hubungan kita."
Iam membalik tubuh Lila, dan menghadapkannya persis di depannya.
"Kenapa Lila bilang, kalau aku Ob?"
"Karena kalau Lila bilang, Mas siapa. Bapak akan semakin memanfaatkan keadaan." jawab Lila.
Iam hanya bisa menenangkan nya saat ini. Ia mengusap air mata itu dengan lembut, dan memeluknya agar lebih tenang. Dan memang, tangis Lila pun terhenti seketika.
"Udah?"
"Udah, yuk pulang." gandeng Lila.
Iam hanya tersenyum, dengan kedekatan mereka yang spontan terjadi. Ia tak menyangka, mendapatkan Lila meski dengan cara seperti ini.
"Aku, tak akan membiarkanmu pergi dariku." batinnya.
Genggaman tangan itu tak lepas, hingga mereka tiba kembali di rumah Bu Marni.
"Ada tamu?" Lila turuh dari mobil, dan menunggu Iam turun.
"Siapa?" tanya Iam.
"Kurang tahu."
Lila kembali mengajak Iam masuk, untuk memberitahu mengenai pertemuan mereka hari ini. Meski pahit, mereka harus memberitahu sang Ibu yang sebenarnya.
"Lila, sudah pulang?" sambut Bu Marni, yang langsung membawa mereka berdua masuk.
"Om Agung? Kok kemari?" tanya Lila.
Om Agung adalah adik dari sang Bapak.
"Ibu tahu, bagaimana Bapakmu. Pasti, memberi syarat yang aneh 'kan?"
"Dua ratus juta untuk mahar." jawab Lila.
"Astaga, Mas Hari." sebut Om Agung dengan mengelus dada.
"Sebenarnya, jika Lila mengizinkan saya bisa memberinya. Tapi, Lila menentang." ucap Iam.
"Dia akan terus meminta lebih, Mas. Lila tahu itu."
" Iya, tapi sabar dan tenanglah. Aku akan memperjuangkan semuanya untukmu. Aku sudah janji, bahkan dengan diriku sendiri.".
"Kamu bahkan belum jauh mengenalku, Mas. Maaf, merepotkan mu." tangis Lila kembali memuncah.
"Om akan jadi walimu. Kita tahu alasan Bapakmu, sehingga Om akan turun tangan dengan hal ini. Alasan kita jelas." ucap Om Agung.
"Kalian, harus segera menikah. Ibu sudah cerita dengan Om Agung." ucap Bu Marni.
Mereka akhirnya sepakat. Pernikahan dilaksanakan esok pagi, dengan Om Agung sebagai walinya.
Iam mengundang Aulia, dan entah Papanya dan Dona akan datang atau tidak. Iam tak terlalu menghiraukan mereka.
" Saya, pamit pulang. Akan mempersiapkan segala yang akan saya bawa esok hari."
"Mas dibantu siapa?" tanya Lila.
"Dibantu Aul, sama beberapa teman. Kamu tenang saja, jangan fikirkan macam-macam." usapnya di wajah sang calon istri.
Iam pun pergi, mengendarai mobilnta meninggalkan Lila dirumah.
"Sudah bertemu orang tuanya?" tanya Bu Marni.
"Sudah..."
"Bagaimana?"
"Mereka orang berada. Begitu kaya dibanding kita. Mereka, begitu berat menerima Lila karena...."
"Ya, Ibu tahu. Itu resikomu, Lila. Resiko yang harus kamu terima, akibat perbuatanmu dengan dia."
Lila tertunduk lesu. Lagi dan lagi, semua adalah salahnya. Meski Ia juga korban sebenarnya. Yang membuatnya beruntung adalah, ketika Iam selalu ada didekatnya dengan semua tanggung jawab yang Ia berikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 154 Episodes
Comments
Yuantusha
suka dengan ceritanya.
cerita yg bagus
2022-07-31
0
Izzi Daka
selalu suka dengan karyanya
2022-06-27
2
Nana
semangat Lila. semangat Iam
2022-06-24
1