Di meja makan pagi hari, kini mereka sedang menikmati sarapan pagi mereka sebelum beraktifis masing-masing.
"Mas, mau lauk apa?" tanya Aira.
"Perkedel kentang saja, sama sayurnya capjay," ucap Raka.
"Nathan saya ayam goreng saja bunda," sela Nathan.
"Iya sayang, makan yang banyak biar cepat besar seperti papa," kata Aira mengambilkan ayam goreng ke piring Nathan.
Mereka telah selesai sarapan, Raka akan pergi ke perusahan, Nathan kerumah orang tua Raka sedangkan Aira ke kampus. Mereka berangkat bersama-sama untuk kedua kalinya.
Di dalam mobil hanya ada suara Nathan yang sedang menghafalkan asmaul husna. Lalu ia berganti dengan doa-doa pendek. Nathan sangat cerdas dengan mudah ia menghafalnya karena Aira setiap bermain selalu membacakannya sambil bermain hingga otak Nathan merekamnya kini ia lagi mengucapkan surat pendek surat Al Kausar.
"Inna a'tainakal kausar, Fa salli lirabbika wanhar, Inna syani-akal huwal abtar," kata Nathan mengucapkan surat Al Kausar dengan lancar.
"Artinya apa sayang," tanya Aira.
"Lupa bunda," sahut Nathan dengan menguruk rambutnya yang tidak gatal.
"Artinya: Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kebaikan yang banyak, itu ayat satu, Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan sembelihlah kurban, itu ayat 2. Sedangkan ayat tiga artinya, sesungguhnya orang yang membencimu dialah orang yang terputus dari rahmat Allah." Kata Aira menjelaskan sambil membelai rambut Nathan.
Raka kagum dengan suara Nathan yang paseh dalam melantunkan ayat-ayat Al-Quran, Aira mendidik Nathan dengan baik, membekalinya berbagai ilmu agama hingga anaknya menjadi anak sholeh.
"Pintar sekali anak papa," kata Raka.
"Iya dong pah, anak bunda," ketus Nathan.
Aira hanya tersenyum mendengar perkataan Nathan lalu ia mencium keningnya.
"Baik-baik dirumah oma ya, jangan menangis sayang, bunda berangkat cari ilmu dulu, doai bunda ya," kata Aira melambaikan tanganya dari jendela kaca mobil Raka.
Di dalam mobil kini tinggal Aira, Raka serta pak Anwar selaku sopir pribadi Raka.
"Makasih kamu telah mendidik Nathan dengan baik, hingga ia juga memiliki kepribadian dan budi pengerti yang baik hingga ia jadi anak sholeh, cerdas seperti ini," kata Raka tanpa melihat wajah Aira.
"Itu sudah kewajiban saya mas selaku saya bundanya, saya akan berusaha mendidik anak saya dengan baik seperti hadis yang diriwayat oleh imam At-Tirmidzin dari sahabat Jabir bin Samurah. Seeorang mendidik anaknya itu lebih baik baginya dari oada ia menshadaqohkan (setiap hari ) satu sha." Kata Aira dengan senyum dipipinya.
"Tapi kamu hanya menjadi bundanya selama kontrak ini berjalan saja," ucap Raka.
"Saya mengerti mas, saya masuk dulu, assalamualaikum," ucap Aira menyalami tangan suaminya lalu turun dari mobil.
"Nanti pulang jam berapa?" tanya Raka kepada Aira.
"Mungkin jam satu mas," jawab Aira.
"Nanti saya akan bertemu dengan sahabatnya di sekitar sini, kamu tunggu disini sekalian nanti kita pulang besama," kata Raka.
"Baik mas," kata Aira bahagia mendengar perkataan Raka yang mengajaknya pulang bersama.
****
"Ikut saya yuk Nia," ajak Aira kepada sahabatnya.
"Kemana?" jawab Nia dengan menautkan alisnya.
"Ke Cafe sebrang, mau ketemu sama pak Davian, ia mau ngenali ke sahabatnya untuk kerja sama sketsa gambar kemarin," ucap Aira.
"Sebenarnya, mau banget apa lagi ketemu dosen killer tapi tadi sudah janjian sama Haikal dan Ema mau nonton gimana dong?"
"Ya sudahlah kalau gitu, saya kesana dulu ya ngak enak kalau pak Davian nunggu lama," pamit Aira pergi meninggalkan Nia.
"Maaf ya Aira," teriak Nia yang menatap punggung Aira semakin jauh.
Aira berjalan menuju cafe tempat yang telah di setujui kemarin. Kini Aira menghampiri pak Davian yang duduk sendirian di ujung pojok.
"Maaf pak menunggu lama," sapa Aira membungkukkan badannya memberi hormat.
"Tidak masalah, ayo duduk! Teman saya juga belum datang," jawab Davian.
"Kamu tinggal dimana Aira," tanya Davian basa basi.
"Saya tinggal di area Bukit Indah," jawab Aira.
"Wah, kalau gitu saya boleh mampir ya, saat lewat sana, soalnya sahabat saya juga ada yang tinggal disana," cerocos Davian.
"Maaf pak Davian tapi ...," kata Aira.
Davian yang melihat Raka, ia segera melambaikan tangannya mengkode kalau dirinya duduk di ujung pojok bersama Aira.
Raka membalas lambaian tangan Davian dengan senyum lalu berjalan menghampiri sahabatnya yang sedang duduk bersama wanita yang hanya kelihatang punggungnya saja.
Raka mulai duduk, memberi sapaan khas mereka dengan tangan mengepal lalu mentos sebagai tanda persahabatan mereka.
"Lama banget bro, jamuran gue nunggu elo," kata Davian.
"Elo itu ngak tahu apa kalau jalanan mancet, ngak tahu orang sibuk apa?" jawab Raka.
"Perkenalkan ini Aira mahasiswa saya, yang desainnya gue tunjukkan ke elo," ucap Davian sambil mengkode Raka.
Aira mengulurkan tangannya dengan mendongkan wajannya karena tadi ia terlalu fokus dengan ponselnya. Aira sangat terkejut saat melihat Raka di depannya.
Raka berpura-pura tidak mengenal Aira, ia langsung mengulurkan tangannya, "Raka," ucapnya.
"Aira," kata Aira membalas uluran tangan Raka dengan tangan gemetar.
"Lihat bro sketsa miliknya, gue jamin ini akan laris dipasaran," kata Davian.
Jadi istri gue yang dibilang Davian, jadi dia jatuh cinta sama istri sahabatnya sendiri, istri gue. Memang sich jika dilihat dari dekat Aira cantik sangat cantik gumam Raka.
"Mana?" tanya Raka dengan sikap datarnya.
"Lihat ini," ucap Davian melihatkan gambar sketa tas, high heels, tas ransel.
"Maaf bro, saya tidak tertarik, desainer saya lebih bakat dari dia, gue juga sudah punya stok banyak sketsa untuk beberapa bulan ini," jawab Raka dengan wajah acuh yang tanpa melihat Aira.
"Bro," ucap Davian dengan tatapan melototkan matanya. Tatapannya mengisaratkan bicara, kenapa elo bicara begitu sich Raka? Elo kenapa sich ngak mau pura-pura membutuhkannya biar elo bisa bantu gue dekat dengan dia.
Aira langsung berdiri, ia hampir saja meneteskan buliran air mata, mendengar ucapan Raka, tapi ia mencoba menahannya.
"Maaf memang karya saya jauh dari kata sempurna tuan, makanya saya kuliah agar saya bisa lebih baik lagi, kalau begitu saya permisi tuan, pak," pamit Aira langsung berdiri menyambar tasnya.
"Bro kenapa elo ngak bisa bohong sedikit saja buat bantu gue agar dekat dengannya, gue akan ganti uangnya," kata Davian dengan melotot.
"Maaf bro, gue harus balik ke kantor ada urusan," kata Raka pergi dengan menepuk pundak Davian.
Saya melakukan ini agar kamu tidak berharap ke Aira, Dev. Agar kamu tidam semakin terluka nantinya jika kamu tahu dia istriku gumam Raka.
Aira segera berjalan menjauh dari mereka, ia berjalan dengan mengeluarkan butiran air mata yang membasahi pipinya, ia mencoba menghapus air matanya mencoba untuk tegar tetapi masih saya tergiang perkataan sang suami yang begitu menyakitkan.
Kenapa sich mas kamu itu ngak mau memuji sedikit saya tentang diriku apa aku ini tidak pantas untukmu gumam Aira.
Aira kini duduk di bangku taman sekitar lingkungan kampus. Ia mencoba menenangkan dirinya agar lebih tenang tetapi ia tetap saja menangis.
"Hiks ..., hiks ...," tangis Aira. Kenapa kamu tega bicara begitu mas batin Aira.
"Jangan menangis, jangan kotorin wajah cantikmu dengan air mata itu," ucap laki-laki tampan dengan menghapus air mata di pipi Aira dengan sapu tangannya.
****
coba tebak siapa laki-laki tampan itu...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 217 Episodes
Comments
Marhaban ya Nur17
pangeran kodok dah pasti
2023-06-20
0
Zulni Fitta
pangeran kampus nihhhh
2022-11-16
1
Yuli Zakia
nnn
2022-11-04
0