"Bu, kuenya gosong," ucap Leon tiba-tiba dibelakang Raina membuat wajah wanita itu memucat seketika. Dia hampir tidak bernafas dan terpaku di tempat. Berpikir agar dua orang didepannya tidak menyadari sesuatu hal. Kemiripan Leon dan pria yang ada di depannya.
Adry membelalakkan matanya lebar ketika melihat anak yang dia tabrak sewaktu di rumah sakit ada didepannya. Perasaannya mulai kacau namun dia tidak tahu apa gerangan sebabnya. Dia mengamati penampilan anak itu secara keseluruhan. Rambut anak itu terbelah di tengah sama seperti rambut miliknya, warna mata mereka sama dan wajah itu... akh! Tidak mungkinkan? Hati Adry mulai galau. Ini hanya kebetulan saja kan?
"Bu," panggil Leon lirih lagi ke arah Raina.
Raina lalu berdiri dan berjalan ke arah Leon. "Tidak apa-apa."
Leon lalu terlihat tenang. "Aku sudah mematikan kompornya tadi. Maaf Bu."
Raina menganggukkan wajahnya dan tersenyum seraya menyentuh ringan kepala anaknya.
"Apakah dia anakmu?" tanya Nita tiba-tiba dibelakang Raina. Raina menganggukkan kepala.
"Sangat tampan hanya saja ... ," Nita ragu untuk mengatakannya.
"Ya, ayahnya memang bukan berasal dari negara ini," jawab Raina mengerti maksud Nita. Sejenak dia melirik pada Adry yang sedang menatap tajam ke arahnya. Raina buru-buru mengalihkan pandangannya melihat ke arah Nita. Jantungnya berdebar dengan cepat.
"Ayah bekerja di Amerika," jelas Leon. Raina merasakan oksigen di tempat itu menipis.
"Oh, pantas saja. Pasti ayahmu sangat tampan karena kau terlihat tampan juga. Warna matamu itu, sama seperti warna mata Adry, hijau terang. Itu kebanyakan dimiliki oleh keturunan orang-orang Jerman asli," jelas Nita.
Raina hanya tersenyum kecut saja.
"Oh, maaf jika hal itu membuatmu tidak enak. Aku hanya mengatakan apa yang kutahu. Kau bisa menanyakannya pada Adry karena dia tahu tentang hal ini lebih dariku."
"Populasi yang paling banyak ditemukan dengan bola mata hijau yaitu di Eropa Utara dan Tengah, namun juga sering ditemukan diketurunan Celtic atau Jerman. Hijau termasuk salah satu warna bola mata yang langka, karena hanya ada sekitar 2 persen dari populasi di dunia yang memilikinya," sela Adry.
Semua orang melihat ke arah Adry. Leon sendiri baru sadar jika ada pria yang dia temui di rumah sakit waktu itu.
"Om itu yang kemarin... ," Leon tidak melanjutkan perkataannya karena Adry menganggukkan kepalanya.
"Kalian pernah bertemu?"
"Kami tidak sengaja bertabrakan di rumah sakit," ucap Adry tersenyum kecut. Dia ingin mendekati dan menyentuh anak itu tetapi dia tahan. Masih banyak waktu untuk menyelidiki semuanya. Semoga apa yang dia pikirkan tidak benar adanya, mungkin karena keinginan besarnya untuk mempunyai seorang anak.
Namun, jika itu memang benar bagaimana dia dan Raina bisa bertemu. Dia tidak ingat, begitu banyak wanita yang bersamanya sebelum menikah dengan Nita.
"Berapa umur anakmu?" tanya Adry tiba-tiba.
"Sembilan tahun lebih. Bulan September kemarin aku berulang tahun," jawab Leon cepat. Raina menutup matanya sejenak dan menghembuskan nafas pelan. Dia tidak sadar jika semua gerakannya diperhatikan oleh Adry.
"Oh, jadi kau lahir bulan September, sembilan tahun yang lalu," tanggap Adry membuat tegang tubuh Raina.
Anak itu tersenyum memperlihatkan cekungan di pipi, sama seperti milik ibunya.
"Sebaiknya kita duduk dulu bersama agar bisa berbicara nyaman," ujar Adry tenang dia letakkan satu kakinya di atas kaki yang lain serta menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi. Kedua tangannya disatukan di paha.
"Aku masih membuat kue, kalian tahu jika ... ," ucap Raina tetapi terhenti ketika Adry merenggangkan tangan ke arahnya. Wanita itu menghela nafas untuk kesekian kali.
"Bukankah urusan kita akan panjang nantinya. Lebih baik jika kita saling mengenal terlebih dahulu. Bukan begitu Nita?" tanya Adry.
Nita menyatukan kedua alisnya. Tadi Adry terlihat paling menentang tentang rencana ini tetapi Kini terasa berbeda. Apa mungkin ini hanya pikirannya semata.
Mereka lalu kembali duduk di kursi masing-masing. Raina duduk bersama Leon. Leon sendiri berhadapan dengan Adry. Membuat Adry bisa menelisik lebih jelas wajah Leon.
Wajah Raina terlihat menegang. Kedua tangannya saling meremas satu sama lain. Adry bisa menangkapnya dengan jelas kegelisahan wanita itu. Apakah ada yang dia sembunyikan? Ini makin membuat Adry curiga.
"Jika kau berusia sembilan tahun berarti kau sudah kelas tiga sekolah dasar?" tanya Adry.
"Kelas dua karena tahun kemarin aku tidak baik sekolah. Ibu sering membawaku ke rumah sakit jadi aku banyak tertinggal mata pelajaran," gurau Leon renyah.
"Keadaannya tidak baik-baik saja sehingga tahun kemarin tiga kali dia harus menginap di rumah sakit."
Dada Adry terasa sesak mendengarnya. Di usia yang masih terlalu kecil dia harus merasakan sakit yang teramat sangat.
"Aku baik-baik saja hanya sakit sedikit tetapi Dokter itu menyuruhku menginap lama hingga membuat aku bisa mati kebosanan di sana," kekeh Leon. Diiringi tatapan tajam ibunya.
"Maaf Bu, aku hanya bercanda."
"Itu tidak lucu, jangan katakan tentang kematian lagi. Ibu akan hidup sendiri jika tidak ada kau!" Leon lalu memeluk ibunya.
"Aku tidak akan meninggalkan Ibu dan membiarkan Ibu hidup sendiri," katanya menatap sang Ibu dengan penuh kasih sayang.
"Apa Leon mau sehat lagi?" tanya Adry. Leon dengan tegas menganggukkan kepalanya.
"Leon ingin bisa bermain dan bersekolah setiap hari bersama teman-teman." Leon lalu menatap ke luar pintu rumah dan melihat anak-anak yang berlari di badan jalan gang kecil itu.
"Leon ingin bisa merasakan bermain layang-layang dan sepeda, Ibu tidak bisa mengajak Leon melakukannya karena ibu wanita sedangkan yang memainkan itu pria." Raina mengangguk. Adry berpikir sebuah alasan yang tepat untuk membuat Leon tidak melakukan aktifitas berlebih karena setahunya penderita penyakit gagal ginjal memang tidak boleh lelah.
"Sayang, ayah Leon tidak ada di sini," lanjut Leon hampa. Dia lalu memandangi ibunya lagi dan tersenyum cerah.
Adry menelan Salivanya dalam-dalam mendengar dan melihat ketegaran anak itu. Dia menyembunyikan perasaannya agar bisa melihat ibunya bahagia.
"Sudah lama Ayah tidak menelfon, Bu," kata Leon membuat harapan Adry melemah.
"Mungkin belum sempat karena banyak pekerjaan. Nanti Ibu akan menghubunginya agar bisa meluangkan waktu untuk menelfonmu," kata Raina.
Adry menatap wanita itu dengan banyak pertanyaan. Dia sendiri yang akan menyelidiki hal ini. Sebelum pernikahan ini terjadi dia harus tahu kebenarannya. Dari awal bertemu anak ini dia melihat ada sesuatu yang menariknya lebih jauh ke dalam. Bukan karena fisik saja tetapi sesuatu lain yang membuat hatinya tidak tenang. Bahkan mata hijau anak itu terus terbayang dalam benaknya sejak mereka bertemu di rumah sakit itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments
3 semprul
punya anak lagi dari rahim yg sama....
2022-06-13
0
Christy Oeki
dimudahkan rejekinya
2022-06-13
0
Azizka Amelia Putri
𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐝𝐚𝐤 𝐜𝐞𝐩𝐚𝐭 𝐝𝐫𝐢
2022-06-12
0