Raina menunggu proses cuci darah dari luar ruangan. Sesekali dia mengintip jendela ke dalam ruangan itu. Leon terlihat memejamkan matanya seperti menahan sakit. Ingin rasanya Raina menggantikan posisi putranya namun semuanya tidak bisa dia lakukan.
Tadi pagi sekali dia datang ke tempat pegadaian untuk menggadaikan sebuah cincin berlian miliknya. Cincin berlian itu telah ada di jari manisnya ketika dia terbangun dari tempat tidur. Sedangkan kotak wadah cincin itu ada di atas nakas dekat dengan lampu duduk lengkap dengan surat pembelian.
Dia tidak menyangka jika harga jual cincin itu sangat tinggi senilai tujuh puluh juta. Namun, itu belum bisa untuk mendapatkan donor ginjal untuk anaknya. Dia memerlukan banyak uang untuk mendapatkannya. Mungkin sekitar lima ratus jutaan lebih
Hanya itu peninggalan dari pria itu yang masih dia simpan. Raina bahkan tidak ingat wajahnya, hanya manik bola matanya yang dia ingat serta bentuk tatto di bawah ketiak pria itu hingga ke bagian bawah pinggang.
Apakah Raina menyesal telah melakukan perbuatan gila dengan pria itu? Jawabannya adalah tidak. Bukan karena dia membenarkan perbuatannya tetapi mendapatkan anak seperti Leon adalah sebuah anugerah. Dia mempunyai semangat hidup untuk bisa memenuhi kebutuhan anak itu sekaligus bisa membahagiakannya.
Bahunya tiba-tiba dipegang oleh seseorang. Raina yang sedang melamun tersentak.
"Hai, Ryan," sapa Raina tersenyum.
"Sedang menunggu anakmu?" tanya Rayn.
"Seperti yang kau lihat," jawab Raina menatap pintu ruangan di depannya. Dia lalu menghela nafas dan menghembuskan nafas keras.
"Andai saja darah kami sama dan ginjal kami cocok maka akan kuserahkan satu ginjalku untuknya." Mata Raina mulai berair.
"Tuhan mungkin punya cara lain agar kau bisa mendapatkan pendonor bagi Leon."
"Hanya saja kita bertarung dengan waktu. Jika seperti ini terus Leon tidak akan bisa bertahan lebih lama lagi," Raina mengusap air mata dengan sapu tangan yang dia genggam dari tadi.
Dokter Ryan adalah Kakak dari Dokter Ella yang menangani Leon. Dokter Ella sendiri adalah teman karib Raina yang tahu kejadian apa saja yang menimpa wanita itu. Ryan sangat mengagumi perjuangan Raina dalam membesarkan Leon walau statusnya hanya sebagai single parent.
Pernah suatu hari dia ingin membantu biaya pengobatan Leon sewaktu anak itu masuk ke dalam rumah sakit. Dengan tegas Raina menolaknya. Dia juga pernah melamar Raina namun wanita itu tidak bersedia menerimanya karena alasan ingin fokus mengurus Leon. Ryan mengatakan jika mereka menikah maka dia akan membantu biaya Leon hal itu malah membuat Raina terluka. Jika Ryan menikahinya hanya karena kasihan melihat keadaannya dan Leon lebih baik Ryan menjauh saja dari hidupnya. Setelah itu, Ryan tidak berani lagi mendekati Raina. Mereka hanya akan saling bertukar sapa saja.
"Raina aku punya sebuah tawaran untukmu," kata Ryan. Raina melihat ke arah Ryan.
"Tawaran apa? Pekerjaan? Dengan senang hati aku akan menerimanya," jawab Raina jujur karena saat ini dia butuh pekerjaan. Pikirnya dia bisa meminta seseorang untuk menjaga Leon selagi dia bekerja.
"Pekerjaan yang sangat sulit hanya saja kau akan dapat banyak imbalan," ujar Raka. "Kau bisa meminta bayaran berapapun?"
"Pekerjaan apa itu? Menjual diri pun tidak akan mendapatkan uang semudah itu."
Ryan lalu melihat ke sekeliling.
"Kita bicara di ruanganku saja yang lebih aman."
Raina lalu berjalan mengikuti Ryan menuju ke ruangan pria itu. Beberapa saat kemudian mereka duduk saling berhadapan di sebuah sofa panjang dalam ruangan itu.
"Begini Raina. Aku mohon kau jangan tersinggung mendengar penawaranku," kata Ryan mengawali pembicaraan.
"Okey aku akan mendengarkannya lalu memutuskan apa yang akan kulakukan." Raina terlihat yakin akan mendengar pernyataan dari Ryan.
"Kau butuh uang banyak untuk menyelamatkan putramu bukan?"
"Yah," jawab Raina mengangguk ragu.
"Dan pasienku butuh seseorang yang mau menyediakan tempat bagi calon anak mereka berkembang," lanjut Ryan.
"Maksudmu?"
"Pasienku tidak bisa hamil anaknya, untuk itu dia butuh rahim seorang wanita sehat untuk perkembangan calon anaknya ke depan." Raina mengerutkan dahinya tidak mengerti.
"Kau hanya perlu hamil anak pasangan kaya itu," imbuh Ryan. Ryan menunggu reaksi Raina melihat wanita itu tidak marah dia mulai meneruskan kata-katanya.
"Setelah itu mereka akan membayar berapapun yang kau inginkan. Kau bisa gunakan uang itu untuk membeli ginjal baru bagi anakmu dan melakukan operasi terbaik di luar negeri. Lakukan ini demi Leon," bujuk Ryan.
"Kau menyuruhku hamil seorang anak dan memberikannya pada orang asing setelah anak itu dilahirkan? Breng ... sek kau! Kau pikir aku tidak punya hati terhadap anak yang telah berada dalam diriku selama sembilan bulan itu? Bahkan dia menyerap darahku untuk tumbuh!"
"Kau benar. Tapi jika kau tidak melakukannya mungkin nyawa Leon bisa tidak tertolong," ujar Ryan sedikit menakuti Raina. Hal itu berhasil karena wajah wanita itu pias seketika.
"Jangan pakai hatimu ketika kau hamil. Atau anggap saja anak itu mati," imbuh Ryan.
"Tidak akan semudah itu," kata Raina kekeh.
"Demi Leon apakah kau tidak mau berkorban?" pojok Ryan membuat Raina kembali terdiam.
"Tidakkah kau ingin melihatnya hidup normal layaknya anak yang lain? Apakah kau tega melihatnya kesakitan setiap hari? Atau bahkan menahan nyeri di sekujur tubuh setelah melakukan cuci darah?" Ryan menghela nafasnya dalam memegang kedua tangan Raina.
"Ini hanya kesempatan satu kali saja dalam hidupmu jangan sampai kau menyesalinya."
"Aku tunggu jawabanmu tiga hari lagi," ucap Ryan. Raina menatap matanya.
"Kalau begitu aku akan kembali melihat keadaan Leon," ucap wanita itu bergetar. Dia menahan air matanya agar jangan menetes hingga keluar ruangan. Setelah itu titik bening mulai berjatuhan. Raina berjalan cepat ke arah toilet rumah sakit untuk menumpahkan semua kesedihan itu.
Biasanya dia punya ibu yang bisa dia ajak berbicara mengenai masalah Leon dan mencari solusi yang tepat. Namun, sepeninggal ibunya dia seperti kehilangan arah tidak tahu harus berbuat apa. Dia kehilangan pegangan hidup.
Raina membasuh wajahnya dengan air yang keluar dari keras wastafel. Lalu melihat ke arah cermin.
"Raina kau pasti bisa melakukannya!" ucap wanita itu pada bayangan dirinya di cermin.
"Namun bagaimana ke depannya jika aku harus hamil lagi tanpa adanya pernikahan, apa yang akan Leon dan orang katakan. Tetangga pasti akan menghujatku lebih kejam. Aku bisa menahannya tetapi Leon, dia tidak bisa menahannya. Hal itu malah akan bisa membuat psikisnya makin terpuruk."
"Ya Tuhan, kau memberikan aku dua pilihan yang sulit untuk kulakukan," kata Raina.
Lama wanita itu berdiri di depan cermin memikirkan langkah apa yang akan dia tempuh, hingga akhirnya dia keluar setelah tahu apa yang akan dia lakukan ke depannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments
Asyfa Sekar
ksihsyng ibu tiada batasnya
2024-06-26
0
3 semprul
pengorbanan seorang ibu.....
2022-06-13
0
Christy Oeki
sejahtera selalu
2022-06-13
0