Zeno POV.
Aku Zeno, sekarang usiaku 25 tahun. Sebenarnya aku biasa memakai bahasa gaul, tapi kata author lebih baik pake kata-kata yang sopan saat menceritakan tentang diriku. Ya aku nurut saja dari pada author marah dan aku didepak dari cerita ini.
Menurut cerita sebelumnya aku harus dewasa dulu baru bisa pergi ke Kota Jakarta. Yah ... kira-kira sekarang aku sudah cukup dewasa, ya itu sih pasti, karena kalau umur 25 tahun itu sudah cukup mateng buat nikah.
Tujuanku ke Kota Jakarta adalah untuk balas dendam bukan buat nikah. Sebenarnya dendam ini sudah kusimpan sejak lama. Semenjak aku tau sebuah kebenaran yang menurutku cukup menyakitkan, kira-kira waktu umurku 10 tahun.
Selama aku tinggal di Desa, aku sudah menyelesaikan pendidikan sampai bangku SMA, ya maklum di Desa memang tidak ada kampus. Padahal dari saat aku lulus SMA, aku sudah merayu kakek agar boleh ke Jakarta namun kakek tetap saja melarangku.
Oh iya walaupun aku tergolong orang yang super miskin tapi aku adalah murid yang cerdas, jadi selama sekolah dari SD sampai SMA aku selalu mendapatkan beasiswa. Semenjak SD aku sudah mengikuti beladiri pencak silat dan sudah sering mendapatkan juara bahkan sampai tingkat Nasional. Sebenarnya aku juga mendapat beasiswa untuk kuliah di Jakarta saat itu namun kakek tidak mengijinkan.
Kenapa aku mengerti dan bicara bahasa gaul seperti, gua, lo dan lain-lain. Jangan salah di Desa tempatku tinggal ada banyak orang gaul dari kota besar yang sering berkunjung, biasa dibilang mereka sedang KKN (Kuliah Kerja Nyata). Walaupun bahasa yang aku gunakan sudah cukup gaul, orang-orang bilang penampilanku tidak segaul omonganku alias norak dan kampungan.
Dari umur 18 sampai 25 tahun ini kegiatanku adalah melatih murid-murid yang mengikuti beladiri pencak silat. Baik murid SD, SMP maupun SMA di Desa tempatku tinggal. Kadang kala aku masih ikut turnamen dan kejuaraan pencak silat. Tujuanku belajar bela diri adalah sebagai persiapan balas dendam. Aku mengumpulkan sebanyak-banyaknya sertifikat dan piagam pencak silat hanya untuk mengikuti audisi calon bodyguard untuk anak gadis semata wayang keluarga Wijaya yang diadakan setiap tahun. Selain belajar beladiri diluar, dirumah pun aku belajar dengan kakek. Kakek itu walaupun umurnya sudah tua tapi kemampuan beladirinya sangatlah bagus.
Keluarga Wijaya adalah tujuanku untuk balas dendam. Terutama terhadap Frans Wijaya. Dendam yang sudah kusimpan sejak aku berumur 10 tahun akan kubalaskan mulai sekarang. Dendam apa yang kupunya? Aku punya alasan yang kuat untuk balas dendam. Yah ... Seiring berjalannya cerita ini pasti kalian akan tau.
.
.
.
***
Sekarang aku sudah berada di Jakarta. Tepatnya di sebuah stasiun kereta api. Aku pun bingung layaknya orang hilang. Banyak orang lalu lalang namun tak ada satupun orang yang peduli. Beruntung aku bertemu dengan seorang ibu-ibu penjual minuman yang bertanya karena melihatku kebingungan.
"Ini dimana lagi? Biasanya kalo ikut turnamen di Jakarta gak bingung-bingung amat kayak gini," keluhku dengan kencang.
"Dek baru pertama kali dateng ke Jakarta ya?" tanya Ibu itu.
"Udah sering sih, Bu, tapi biasanya saya sama rombongan gak sendirian gini, Bu," jawabku sambil nyengir.
"Ya kalo gitu sih sama aja masih awam dong, Dek," ucap Ibu itu.
"Iya sih, Bu." Aku mengiyakan ucapan Ibu itu.
"Memang tujuan adek ini mau kemana? Sapa tau ibu bisa bantu," tanya Ibu itu.
"Saya mau ikut audisi jadi bodyguard di keluarga Wijaya, Bu." Aku menjelaskan tujuanku kesana.
"Oh ... keluarga Wijaya yang kaya banget itu ya dek? Wah kalo itu langsung aja ke rumahnya aja dek. Dari sini deket kok Dek, naik ojek juga langsung sampe. Tuh banyak tukang ojek bilang aja ke keluarga Wijaya gitu." Ibu itu menjelaskan secara terperinci.
"Oh iya makasih, Bu, tapi kalo naik ojek online bisa juga kan, Bu?" Aku bertanya kepada Ibu itu lagi.
Mumpung ada promo gratisan, batinku.
"Bisa sih dek tapi apa adek tau alamat jelasnya gitu?" tanya Ibu itu lagi.
"Ya gak sih, Bu, tapi kan ibu tau," ucapku sambil nyengir.
"Yah Dek saya mah gak tau nama jalan Dek cuma tau tempat aja." Ibu itu menjelaskan.
"Yah ... okelah, Bu ... makasih ya, Bu."
Akhirnya aku meninggalkan ibu-ibu itu menuju tukang ojek pangkalan. Yah mau gimana lagi karena tidak tahu alamat lengkap rumah keluarga Wijaya (sebenarnya waktu itu aku sudah simpan alamatnya tapi gara- gara dikagetin kucing kertasnya terbang). Jangan tanya lagi ya, kenapa orang kampung sepertiku bisa tau cara pake ojek online, inget aku itu norak dan kampungan bukan bodoh.
.
.
.
***
Akhirnya aku menghampiri tukang ojek pangkalan dekat situ.
"Bang rumah keluarga Wijaya dong."
"Oke kuy lima puluh ribu," jawab Abang ojek.
"Anzay! Bang mahal banget," protesku.
"Mau kagak?"
"Oke deh, Bang." Aku pun mengiyakan dengan wajah sedih.
Hal yang membuat aku kesal adalah abang ojek itu mengambil keuntungan yang sangat besar karena ternyata jarak rumah keluarga Wijaya dari pangkalan ojek hanya 500 meter. Padahal untuk mendapatkan uang 50 ribu itu, aku sangat kesusahan karena harus memandikan anak macan milik kepala desa.
"Oke, sudah sampe, Dek," ucap Abang ojek.
"Lah ... deket amat, Bang!" sahutku.
"Ya mau gimana, kan udah sampe, Dek," tukas Abang Ojek itu santai.
Aku sangat kesal dan ingin marah. Namun aku menahan emosiku. Aku tidak ingin membuat keributan karena aku baru saja sampai di kota orang. Kalau saja itu di desaku, pasti sudah aku lempar tukang ojek itu ke comberan.
.
.
.
***
Sesampainya di depan gerbang rumah Keluarga Wijaya. Tiba-tiba ada motor besar keluar dengan kencangnya dari dalam rumah. Aku kaget dan langsung berteriak.
"Woy! Biasa aja bawa motornya! Cari mati ya?!" teriakku kesal.
Pengendara MoGe (Motor Gede) itu pun berhenti lalu membuka helmnya.
"Yang cari mati itu lo bukan gua! Ganggu aja gak tau apa orang lagi buru-buru," teriak pengendara itu.
Lalu pengendara motor itu memakai helm lagi dan langsung melaju dengan kencangnya. Sedangkan aku hanya terbengong dengan sedikit meneteskan air liur.
"Cantiknya...." Aku mengagumi wajah gadis itu yang sungguh cantik.
Maklumi saja reaksiku yang berlebihan itu, hal itu karena di desaku gadisnya tidak ada yang secantik itu. Bahkan bunga desa pun tak secantik gadis yang baru saja aku lihat tadi. Gadis yang aku lihat barusan bahkan mirip seorang Dewi yang turun dari langit.
Yah kira-kira itulah sepenggal ceritaku saat hendak menuju ke kediaman keluarga Wijaya. Nantikan kisah selanjutnya di episode selanjutnya ya.
Zeno POV end.
***
Next episode>>
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Ririe Handay
🤭🤭🤭😆😆😆😆
2022-06-12
2
Susi Andriani
baru baca aja uda ngakak😄😄😄suka deh
2021-07-12
0
Indah Nurita
penasaran dengan dendam si zeno
2021-03-02
0