"Gaes... Siapkan 2 latte dan 2 capuccino, fried pottatoes, nasi goreng sea food 2. Kia... Khusus nasi goreng kamu bawa ke ruangan Big boss ya."
"Siap boss!" jawab mereka serempak.
Sejak dari ruangan Revan, Kia memang berusaha bersikap biasa, namun jantungnya masih berdebar-debar saat mengingat kejadian tadi.
"Kia... Tadi gimana si bos, ga ada masalah kan?"
"Ga gimana-gimana, emang kenapa sih?" tanya Kia mencoba tidak keceplosan. Pasalnya mereka pasti kepo tentang yang dia alami di ruangan bosnya itu
"Tadi perasaan lama banget kamu di sana, kami pikir kamu buat kesalahan dan dapet hukuman."
"Eh, memang lama banget ya? Tadi cuma ditanya-tanya aja kok tentang kesan kafe ini."
"Kamu lihat mukanya dong, gimana ganteng ga?"
"Nanti kalo aku bilang ganteng, kalian penasaran lagi. Gimana dong?"
"Ahhh... Kia.! Beruntung banget sih."
"Tenang aja, udah aku sampaikan kok aspirasi kalian?"
"Apa emang? Bonus?"
"Hahahaha kalo aku minta bonus itu salah alamat. Yang ada nanti dibilang tidak tau diri, orang baru kerja masa udah minta bonus. "
"Terus?"
"Aku cuma bilang, kalau kata anak-anak, Pak Revan itu ga pernah mau mempakkan diri, jadi aku minta kapan-kapan dia memperkenalkan diri pada pegawainya."
"Hah, beneran? Kamu gimana ngomongnya? Kamu ga takut dimarahi? Hebat banget kamu Ki...." mbak Rita yang dari luar langsung menimpali.
"Pesenan sudah siap di antar nih gaes! Berikan pelayanan prima, biar besok bonusnya gede, hahaha..."
"Ok, mbak Ri! Mbak Rita... Tolong mbak yang anter minuman sama makanan. Aku bawa nasgornya!" ucap Kia. "Kia mau ngenalin Mbak Rita sama abang Kia, sekalian ada yang pengin aku omongin." Kali ini Kia berbisik.
"Ok, yuk!"
Bahkan hari ini tingkat kepercayaan diri Zaskia meningkat drastis, dengan langkah anggun dia berjalan layaknya waitress profesional.
"Pesanan datang..." Rita memindahkan satu per satu minuman dan makanan dari dalam nampan ke atas meja.
Sementara Kia setelah mendapat kode dari Revan langsung membuka pintu ruang kerjanya dan meletakkan makanan yang di pesan oleh bos besarnya. Ketika keluar dari ruangan, Revan memberi kode untuk mendekat.
Revan berdiri menyambut gadisnya kemudian menggenggam tangannya menuntunnya untuk duduk di sampingnya.
"Duduk sini dek..."
Mbak Rita hampir saja terjengkang saat melihat Kia diperlakukan seperti itu oleh bos dinginnya itu. Dia bisa langsung menebak itu bosnya, karna dia hafal hanya dari postur tubuh dan penampilannya. Dan saat ini Rita untuk pertama kali melihat rupa bosnya yang sungguh terlihat tampan dan keren. Tapi bagaimana dia bisa sedekat itu dengan Kia?
Sedangkan Kia saat ini hanya bisa menahan malu, rasanya ingin sekali dia bisa menghilang saat ini.
"Silahkan dinikmati, saya permisi." ucap Rita setelah bisa menguasai dirinya.
"Tunggu mbak, ada yang mau Kia omongin," ucao Kia sambil menunduk.
"Ok, sebentar kamu yang namanya Rita benar?"
"Iya Pak." jawab Rita singkat namun sopan.
"Ke ruangan saya sebentar." ucap Revan memberi perintah. "Sori bro, kenalannya ditunda. Gue ke dalem dulu," pamit Revan pada teman-temannya.
"Baik pak." jawab Rita lalu mengikuti bosnya yang menggandeng temannya itu sambil masih membawa nampan.
Sesampainya di ruangan, Revan mendudukkan Kia di sofa kemudian mempersilakan Rita untuk duduk di sofa single sebelahnya.
"Mbak Rita, ternyata bos kita ini adalah Bang Revan, mbak ingat kan kalau waktu aku pertama datang ke kota ini nginep dirumah sakit. Nah, abang ini yang aku tungguin di sana waktu itu."
Rita mencoba mencerna ucapan Kia. Setelahnya mengangguk. "Lalu?" hanya itu pertanyaan yang terlontar.
Rita masih seperti mimpi, betapa beruntungnya seorang Kia yang diperlakukan beda oleh bosnya yang ternyata telah kenal sebelumnya.
"Emmm..." Kia bingung mau menjelaskan.
"Begini... Sejak saat saya tau dia ditinggal menikah, saya sudah mencarinya, tapi belum menemukannya. Sedangkan dia sendiri tidak memberi tahu keberadaannya. Karena saya sudah bertemu, maka selama dia ada dikota ini, dia akan beralih menjadi tanggung jawab saya," ucap Revan menjelaskan.
"Dan malam ini saya akan membawanya. Untuk kedepannya, mungkin dia akan pindah ke apartemen saya atau bisa saja saya bawa ke rumah orang tua saya." Revan berucap sambil sesekali melihat gadis ayu di sampingnya itu dengan lembut
Rita bisa merasakan ada yang berbeda dari tatapan bosnya itu, seperti tatapan... Mendamba! Kenapa jadi Rita sih yang sekarang deg degan.
"Ck, abang ih, ngapain diperjelas sih ditinggal nikah nya," protes Kia memanyunkan bibirnya yang disambut dengan kekehan dan usapan di kepalanya.
"Abang kan sedang menjelaskan dek..."
"Ya ampun manis banget sih... Pengen..." batin Rita menjerit.
"Saya ga masalah pak, yang penting Kianya sendiri mau." ucap Rita sambil nyengir.
"Ok, hanya itu saja, kamu bisa kembali. Kamu akan mendapatkan bonus khusus dari saya. Dan terima kasih karena sudah menerima Kia di rumah kamu dengan baik."
"Baik pak, kalau begitu saya permisi." uca Rita, batinnya sebenarnya ingin melompat-lompat saking girangnya mendapat rencana pemberitahuan bonus.
"Makasih ya mb, besok atau lusa Kia ke rumah. Jangan beritahukan ini sama karyawan yang lain ya mb. Aku masih pengen kerja."
"Iya Kia, baik-baik ya nanti."
Kia hanya tersenyum dan mengangguk.
"Sekarang Abang kenalin ke temen-temen Abang ya, habis itu temenin Abang makan."
Kia hanya mengangguk lalu mengikuti pria yang sejak tadi tidak mau melepaskan genggaman tangannya.
"Bodo ... Baper baper deh," batin Kia.
"Sori bro, ada sedikit urusan. Oh iya kenalin dia gadis yang sejak tadi bikin kalian penasaran, namanya Zaskia Maharani."
Kia langsung menyalami mereka satu persatu. Mereka tak ada yang sadar kalau sejak tadi ada kamera mode on.
"Zaskia... Panggil Kia aja Kak." Kia memperkenalkan diri.
"Kalau Roni, sudah tau kan dek? Kalau yang itu namanya Ardi, dan itu namanya Fandy. Mereka temen deket abang."
Setelah acara perkenalan singkat, Revan pamit lagi untuk ke ruangannya.
"Abang... Jangan kek gini, malu. Nanti orang bisa salah sangka, kalau pas jodohnya Abang lewat gimana?" ucap kia sambil melirik tangannya.
"Jodoh abang itu adek, makanya abang genggam terus, takut lepas lagi." jawab Revan sambil nyengir.
"Abang sengaja ya baperin Kia. Abang tau ga, ditinggal pas lagi baper-bapernya itu sakit Bang."
"Emang siapa sih yang baperin Adek, Abang itu serius. Dah ah, makan dulu. Suapin lagi ya kayak pas di rumah sakit." ucap Revan. Sedang kia hanya menurut.
Kia mengambil piring yang berada di meja lalu mulai menyuapi Revan.
"Kamu sambil makan Dek, sepiring berdua, nanti nambah lagi masih ada kan itu." Revan mengambil alih sendok di tangan Kia lalu menyuapinya.
******
"Ini apartemen abang?" tanya Kia saat sudah memasuki unit apartemen Revan.
"Iya, ga besar sih tapi abang nyaman kalau di sini, meski jarang ditempati. Cuma buat nginep kalau abang kemalaman dari kafe. Lebih sering di sini dulu pas waktu kuliah, karna deket dengan kampus. Tahu kan kampus di samping kafe? Aku kuliah di sana dulu."
"Segini ga besar, yang besar seperti apa bang? Rumah Kia di kampung aja ga aa segini. Btw, Itu universitas negri favorit lho. Keren ih abang."
"Kamu mau mandi pa ga dek? "
"Kia ga bawa ganti bang."
Revan tidak menjawab tapi menuntun kia ke sebuah kamar, lalu menunjukkan belasan baperbag yang masih tergeletak diatas sofa kamar.
"Abang sudah siapin, semoga cocok ya."
Kia membukanya satu persatu.
"Ini semua buat Kia? Kok banyak banget... Mana harganya mahal-mahal lagi. Abang boros ih, nanti bisa bangkrut Abang."
"udah ga usah cerewet, mandi sana biar ga gatel waktu tidur. Abang juga mau bersih-beraih dulu. Kalau perlu apa-apa kamar Abang di samping ya," ucap Revan sambil mengelus pucuk kepala Kia.
Kia mengambil satu set dalaman dan satu set baju tidur pendek lalu bergegas ke kamar mandi.
Semua baju beserta ********** terasa pas dan nyaman.
Sementara Revan juga dengan cepat membersihkan diri. Setelah selesai dia pergi kedapur mengambil minum dan camilan lalu dibawanya ke ruang tengah. Disana hanya ada sofa bed dan karpet tebal. Waktu kuliah, tempat ini selalu menjadi tempat favorit untuk belajar dan mengerjakan tugas. Bahkan kalu lelah dia tidur di karpet sampai pagi.
Ceklek...
Terdengar handle pintu kamar Kia terbuka.
"Abang belum tidur?"
"Belum, nungguin adek. Sini!" ucap Revan sambil menepuk sofa di sampingnya. Kia kini sudah terbiasa dengan kedekatannya dengan Revan.
"Ini abang sendiri yang beli? Kok bisa pas sih."
"Iya, dal*m*nnya aja kemarin minta tolong spg buat milih. Adek suka? "
"Iyalah. Beda ya rasanya sama baju 100rb dapet 3.hahaha...." Kia berkelakar.
Revan semakin gemas dibuatnya. Dia mengambil gelang dari dalam sakunya lalu memasang nya di tangan Kia. Kia tau, meski terlihat sederhana namun gelang itu pasti mahal, karna dia yakin yang berkilauan itu emas atau mungkin juga berlian. Ah, bahkan Kia buka orang yang tau barang-barang seperti itu. Yang pasti, meskipun hidup dalam kemiskinan namun kulit Kia sangat sensitif terhadap emas imitasi.
Dulu pernah saking dia pengen memakai kalung seperti Vera dia minta ibundanya membelikan emas-emasan imitasi, alhasil bukannya cantik malah lehernya gatel-gatel. Untung segera dilepas saat bundanya menyadari kalau anaknya elergi.
"Jangan dilepas ya." Revan memandang lembut pada Kia lalu mengecup tangan yang sudah dia pakaikan gelang.
"Abang kenapa baik sama Kia. Abang ngrasa hutang budi? Kia itu ikhlas bang nolongin abang, tidak mengharapkan balasan apa-apa. Abang ga takut nanti Kia salah paham?"
"Salah paham gimana?"
"Ck... Abang ini ih. Ga peka!"
"Ya kan Abang ga tau Dek, makanya ngomong yang jelas."
"Gini lho Bang, Abang baik sama Kia, nanti kalo Kia nyangkanya Abang suka sama Kia gimana??"
"Ya ga papa, bagus kan?"
"Bagus apanya, kalau pas Adek lagi sayang-sayangnya sama Abang terus Abang kawin sama orang lain kan hati Kia yang sakit Bang... Iihh nyebelin banget sih Abang," ucap Kia merengut.
Sedangkan Revan hanya tergelak lalu mendekap Kia dari samping.
"Kamu lucu bangt sih Dek ..." ucapnya masih merangkul Kia sambil memberikan kecupan-kecupan kecil di pucuk kepala. "Memang sejak tadi Abang bilang kalu Adek calon istri Abang dikiranya bercanda? " kali ini tangan Revan berpindah ke kedua pundak Kia. "Coba lihat Abang!"
Kia menatap Revan, perasaannya semakin tak karuan, ada rasa grogi, ada rasa malu, ada rasa bahagia. Jantungnya pun kian bertalu. Kemudian tangan kanannya meremas dadanya.
"Abang jangan kek gini, jantung Adek rasanya kek mau lepas Bang."
Sambil tersenyum tangan Revan membawa tangan Kia ke dadanya, "Kamu pikir, Abang tidak. Rasakan jantung Abang, Dek. Apa perlu kita saling mengungkapkan rasa? Abang yakin kita sama-sama saling merasakan rasa yang sama."
Sesaat kemudian Revan membawa kepala Kia ke dadanya.
Dari tadi pun tubuh Kia tak pernah bisa menolak santuhan-sentuhan dari Revan. Kia yakin Revan tidak akan melakukan hal yang diluar batas, pikinya.
Setelah beberapa saat Kia mendongak, "Terus, sekarang kita ini apa sih Bang sebenarnya? Kia masih belum mengerti. Kia ga mau pacaran."
"Abang ga ngajakin Kia pacaran, abang pengennya langsung nikah aja. Kalau Adek masih ragu, Abang siap nunggu Adek yakin. Kalau Adek masih belum move on dari mantan, Abang juga siap nunggu. Atau kalau Adek mau kuliah dulu, Abang juga siap nunggu." ucapnya serius.
"Abaaang... Jadi Abang serius?" Kia yang tidak bisa berkata-kata hanya berhambur ke pelukan Revan, menenggelamkan wajahnya di leher sang pria yang dipanggilnya Abang, yang dibalas tak kalah erat oleh si empunya badan.
"Mulai sekarang... Abang ingin menjadi orang yang pertama kamu cari saat kamu sedih, saat kamu ada masalah, saat kamu butuh sesuatu. Abang ingin kamu menjadi tempat abang berbagi. Berbagi sedih dan senang. Adek tau ga, sebelum bertemu Adek, Abang tuh kek orang ga punya tujuan, bahkan aku tidak tau uang yang selama ini aku dapat mau buat apa. Tapi sekarang Abang yakin kalau tujuan hidupku adalah kamu, meskipun kamu menolak Abang, Abang akan tetap memaksa. Abang ingin jadi satu-satunya tempat Adek pulang, Adek mau kan?"
Sejak tadi Kia sudah tidak bisa membendung air matanya, namun kali ini bikan air mata kesedihan, melainkan air mata kebahagiaan. Kia tak menjawab pernyataan Revan, dia hanya mengangguk di sela-sela isak tangisnya.
"Kok jadi nangis sih. Abang nyakitin adek?" Revan menegakkan tubuh Kia dan menghusap air matanya, kia hanya menggelang sebagai jawaban.
"Tapi Kia kayak ngrada ga pantas buat Abang. Bagaimana kalau orang tua Abang ga suka sama Kia?"
"Besok pagi kita akan ke rumah. Abang yakin mereka akan menerimamu dengan senang hati."
"Tapi Bang ... Kia takut..."
"Ssstttt... Ga ada yang perlu ditakutin, sekarang kamu bobo ya... Udah malem, besok kesiangan bangunnya. Besok masih mau kerja?"
"Iya lah bang... Tapi masih shift sore kok. Tapi sragamku belum dicuci. Sragam satunya di tempat mbak Rita."
"Besok ada mbok Nah dari rumah besar yang akan ke sini buat bersih-bersih, biar besok di cuciin simbok. Sekarang tidur, ga ada bantahan. Besok bangunin abang subuh ya, kalo abang kesiangan. Abang tidur di sini."
"Kenapa ga di kamar?"
"Sedari kuliah, ini tempat tidur favorit Abang, sudah cepetan masuk. Good night sweet heart."
"Manis banget sih Bang ... Kalo kek gini lama-lama bisa diabets Adek, Bang." celoteh Kia sambil melangkah ke kamarnya. "Good night Abang ganteng." lanjutnya sambil menutup pintu.
Revan tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
"Abang janji akan bahagiain kamu Dek." ucap Revan bermonolog.
"Ma, besok pagi Revan bawa calon mantu mama. Jangan dinakalin ya... Love u Ma💞❤️." pesan dikirim.
TBC...
2000 kata lebih lho beb...
Jangan lupa kasih dukungnya ya, ini penting untuk kelangsungan jalan cerita dan othornya bisa lebih semangat.
Jadi pliss meski cuma tulis NEXT... berilah komentar
Terima kasih ❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Kania Rahman
Thor ceritanya bagus banget tapi sayang yang baca nya masih sedikit, semangat terus,
2022-12-22
0
Ilan Irliana
Revan itu...Ganteng Tajir Menggoda...hihi
2022-09-30
0
Nano Kj
lanjut
2022-06-13
2