Merasa aneh dengan anak keduanya, Reyhan yang pulang lebih awal membuat Mama Rena bertanya-tanya dalam hati mungkinkah sedang ada masalah? Daripada menduga - duga akhirnya dia mencari keberadaan Reyhan yang ternyata sedang duduk manis dengan istrinya yang dengan setia menyuapinya.
Mama Rena menghala napas sejenak, "Bahkan, dia melewatkan makan siangnya. Tidak biasanya Bimo lupa mengingatkan jam makan siang. Dan tadi dia juga datang henya dengan sopir kan?" Mama Rena membatin
Sayup-sayup dia mendengar obrolan anak dan menantunya
"Jadi kamu setuju Revan merebut calon istri orang?"
Apa tadi, dia tidak salah dengar kan?
"Siapa yang mau merebut calon istri orang." Tanya Mama Rena memastikan pendengarannya.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk." Reyhan terkejut sampai tersedak liurnya sendiri. Siera segera menyodorkan air minum.
"Pelan - pelan makannya Mas." ucap Siera sambil menepuk - nepuk pelan punggung suaminya.
"Ck... Jadi, siap yang mau merebut istri orang?" Kamu ga macem-macem kan Rey? " tanya Mama masih penasaran.
Setelah tenggorokannya nyaman, Reyhan segera menarik tangan sang Mama dengan lembut, lalu mendudukkannya di kursi yang ada di sana.
" Ada yang mau Reyhan bicarakan dengan Mama. Tapi mama jangan menyela dulu sebelum Reyhan selesai bercerita. Janji kan Ma."
Mama Rena hanya menarik nafas panjang kemudian mengangguk.
Sementara Reyhan sedang memilih kata untuk menyampaikan kejadian yang dialami Revan.
" Begini Ma, semalam Revan pamit Mama kan mau nongkrong sama teman-temannya?" Mama hanya mengangguk, masih menduga-duga inti dari pembicaraan ini.
"Sebelum sampai di tempat janjian ternyata bannya kempes..." Reyhan masih melihat raut muka mamanya. Oh, masih aman, pikirnya. "Tapi.... Bukan ternyata musibah lain terjadi." sebelum melanjutkannya, sang Mama sudah menyela.
"Revan... Revan kenapa? Di mana dia sekarang?" teriak Mama Rena panik.
Reyhan menggenggam tangan mamanya, mencoba memberi ketenangan, "Ma... Tadi kan Rey bilang denger semua dulu."
Mama Rena mulai tenang kembali. Bukan cuma Mama Rena yang terkejut, istrinya pun sama. Pasalnya sang suami belum menceritakan bagian itu tadi. Tapi dia hanya diam sambil mengusap lengan mertuanya yang terlihat kalut.
Reyhan melanjutkan ceritanya, "semalam Revan diserang preman, tapi untungnya ada yang melihat kejadian itu dan membantu Revan. Sekarang Revan masih di rumah sakit Medika Husada, kondisinya sudah membaik. Tidak ada luka dalam."
"Antarkan Mama sekarang Rey... Mama mau lihat keadaan adik kamu. Ayo sekarang kita berangkat Rey." ucap Mama Rena menggebu-gebu sambil menarik tangan anak.
"Iya Ma, tapi mama jangan panik begini. Mama tenang dulu, habis itu siap-siap. Ya Ma..."
Mama menarik nafas panjang lalu perlahan menghembuskan pelan, setelah tenang Reyhan menuntun mama ke kamarnya.
Sementara sang mama bersiap-siap, Reyhan dan istrinya juga naik ke kamarnya.
" Mas, aku biang dulu sama mbak kalo kita bakalan pergi dan anak-anak kita tinggal."ucap Siera yang dijawab d3mgan semyum dan anggukan.
Setelah semua siap mereka menuju rumah sakit di antar sopir, sebelumnya Reyhan menelpon Papa Tomo untuk ke rumah sakit menyusul mereka tanpa mengatakan apa yang terjadi.
Saat ini Reyhan duduk si depan di samping, Pak Nano supir keluarga mereka. Sementara Siera dan Mama duduk di belakang.
"Perasaan tadi Mama nanya siapa yang mau merebut istri orang, tapi dari crita kamu tadi tidak membahas itu sama sekali?" tanya Mama Rena masih penasaran.
Siera dan Reyhan tersenyum, sampai melupakan bagian itu, bukankah itu seharusnya sesuatu yang baik, setidaknya ada kemajuan tentang adiknya yang bisa dekat dengan wanita.
"Jadi yang membantu Revan semalam adalah seorang gadis, dan sepertinya Revan ada rasa sama gadis itu. Tapi sayang gadis itu sudah punya calon."
"Beneran? Apa Revan sudah sembuh? Ga papa, baru juga calon. Masih ada harapan itu."
"Mama setuju kalo Revan mendekatinya?" kali ini Siera yang bersuara sangat antusias menyimpan harapan besar pada mertuanya ini.
"Ya ga masalah kan yang penting jangan main curang jangan nikung dari belakang, lebih seru terang-terangan dari depan. Sat set das des... Gitu. Jentel namanya."tutur Mama tak kalah antusias.
" Ah, Mama memang terbaik. Semoga nanti kalo Revan dapet istri yang pro dengan kita ya Ma." ucap Siera girang sambil memeluk Mama Rena.
Sejenak dia teringat anak sulungnya, Reno yang sudah setahun pindah ke Surabaya. Selain untuk mengurus cabang yang di sana, juga karena istrinya yang meminta dengan alasan ingin dekat orangtuanya. Mama Rena hanya berharap kehidupan Reno bisa bahagia dan segera diberikan keturunan.
Sejak awal menikah sebenarnya Mereka kurang setuju dengan calon yang diajukan anak sulungnya. Sikapnya yang angkuh dan suka mengagung-agungkan uang juga penampilannya yang terlalu terbuka, membuat Mama Rena ragu. Apa lagi setelah satu tahun tinggal bersama, Clara istri dari Reno itu terlihat jelas selalu keluyuran dan pulang malam. Setiap hari menghambur-hamburkan uang untuk kepentungan sosialitanya. Meski sebenarnya uang yang dimiliki anak sulungnya itu tidak akan habis hanya karna dibelanjakan oleh isterinya itu. Mungkin feelling seorang ibu yang mengatakan bahwa ada yang tidak beres dengan menantunya itu. Semua itu hanya dipendamnya sendiri, tidak mampu untuk mengungkapkan pada sang anak karna takut menyakiti perasaannya.
Reno menikah setahun lebih awal dari Reyhan, namun sampai sekarang belum dikaruniai seorang anak. Mama Rena sama sekali tak menyinggung ataupun mananyakan kapan akan punya anak karna dia tau hal itu bisa menyebabkan keretakan di keluarga mereka. Sampai pada suatu malam Mama Rena mendapati Clara sedang merayu Revan, tepatnya setahun lalu sebelum Pindah ke Surabaya.
Malam itu Clara memakai lingerie merah, seperti memang sudah berniat mendekati Revan, "Van... Kok malem banget pulangnya?" Sapanya basa-basi.
Revan sama sekali tak menengok ke arah Clara, "Kenapa memangnya?" jawabnya dingin.
"Kamu kenapa sih ga pernah mau aku ajak ngobrol? Aku itu selalu cuekin aku tau." ucap Clara dibuat-buat manja yang hanya mendapat tatapan mengejek dari Revan.
"Aku tau sebenarmya kamu suka kan sama aku, sampai kamu berusaha memghindar dariku karna takut tidak kuat menahan hasratmu." ucap Clara lagi demgan percaya diri sambil mendekati Revan.
Reflek Revan menghindar, "Jangan mendekat! Kamu pikir kamu hebat dengan penampilan seperti j***ng itu? Kamu bisa membodohi kakakmu. Tapi jangan pikir aku ga tau siapa kamu saat di luar rumah." Ucap Revan to the point, mengeluarkan uneg-unegnya sambil mahan gejolak di perutnya. Clara memang tidak tahu apa yang di derita adik iparnya itu. " Lebih baik kamu tau diri dan pergi dari rumah ini, sebelum kebusukanmu aku bongkar. " Ancam Revan saat itu.
"Kamu... Apa yang kamu tau memangnya?"
"Apa aku perlu membangunkan penghuni rumah ini agar mereka tau kebusuknan kamu?"
"Kurang ajar, kamu mau mengancamku?"
"Terserah, aku punya bukti-buktinya." Revan dengan langkah setengah berlari meninggalkan Clara yamg masih membatu di sana. Namun tak lama Clara pun memilih masuk lagi ke kamarnya dengan kesal karna kejadian malam ini tak sesuai dengan yang ia rencanakan.
Mama Rena yang dari tadi berada di balik dinding penyekat dapur akhirmya menyusul Revan ke kamarnya. Ia tau saat ini pasti anak bungsunya sedang tersiksa.
Benar saja, saat itu Revan sedang muntahkan isi perutnya.
"Sayang, kamu ga papa? Mama bantu ya.."
Ceklek... Pintu kamar mandi terbuka dan menampilkan Revan dengan wajah berantakan.
"Revan cuma perlu istirahat Ma. Mama tidur aja, udah malam. Ya..."
"Sini mama olesin minyak kayu putih, habis itu minum obat, ok? Mama ga mau dbatah."
Revan hanya tersenyum lalu merebahkan diri dranjang menuruti sang Mama.
*****
"Mama melamun? Mikirin apa lagi sih Ma,"
Usapan di punggung wanita yang sudah memasuki usia 55 tahun itu membuatnya tersadar dari lamunannya.
"Ga papa, mama cuma ingat Abang kamu saja. Semoga Clara bisa berubah dan mereka bisa bahagia selamamya. Aamiin."
Aamiin... Mereka ikut mengamini.
"Astaghfirullaah, aku sampai lupa tadi sempatenyuruh Ardi ke rumah." cepat - cepat dia mengambil ponselnya dan menghubungi Ardi. "Udah dimana bro? Sori, bisa ga sekarang kamu ke rumah sakit saja. Nanti mita ketemy disana."
"....."
"Nanti aku jelaskan di sana."
******
Saat ini Zaskia sudah sampai di rumah teman barunya. Rumah sederhana yang kira-kira berukuran 8x12, mempunyai halaman yang tidak begitu luas tapi cukup untuk memarkirkan kendaraan.
Rita anak sulung, adiknya cewek, masih kelas 3 SMP, sebemtar lagi akan mendaftar ke SMA. Orang tuanya baik dan ramah saat menyambut kedatangan Kia. Di sana hanya ada 3 kamar, jadi Kia nanti akan sekamar dengan Rita.
"Mbak, kamar mandinya di mana? Saya mau ashar, sekalian mandi udah gerah."
"Ayok aku tunjukin, kamar mandimya hanya ada satu deket dapur. Bawa ganti sekalian, pake pendek aja biar habis mandi ga gerah lagi." ucap Rita saat melihat Kia mengeluarkan celana dan kaos panjang.
Kia hanya nyengir menampakkan gigi putihnya.
"Aku ga bawa baju pendek mbak, di desa juga aku biasa pake panjang, jadi ga punya baju pendek."
"Hah, masa? Kamu datang ke kota tujuannya bukannya mau ketemu tunangan kamu. Memang asyik pakai baju panjang?"
Kia mengerutkan kening, "Apa hubungannnya?"
"Ya kan kalau pasangan lama ga ketemu, ga enak pake baju tertutup." jawab Rita ngelantur.
"Emang kenapa ga enak? Mbak Rita mikir mesum ya? Astaga?" Kia tepuk jidat. "Kalau begituan berdua di dalam rumah emang butuh baju? Mbak Rita tau ga, aku itu cuma ketemu 4 kali lho sama dia, waktu kenalan, waktu lamaran, terus waktu pamitan dan yang terakhir hari ini. Dan aku harap tidak bertemu lagi." ada sendu saatengucap kalimat yang terakhir.
" Eh, maaf jadi ngingetin kamu." Rita yang merasa bersalah segera merengkuh Kia dan memeluknya.
" Ga papa kak, aku harus kuat demi ibu. Akan kutunjukkan pada meraka bahwa apapun yang mereka lakukan tidak akan bisa menghancurkanku." Kata Kia yakin.
"Iya, kamu masih muda, cantik, baik, jalanmu masih panjang. Jarus tetap semangat. Pakai baju aku aja." Rita bejalan menuju lemari lalu membukanya. "Pilih sendiri, jamgn ga enak ya, aku yang maksa ini."
Akhirnya Kia mengangguk dan mengambil stelan baju tidur pendek motif kartun, mereka bergegas ke kamar mandi.
Setelah selesai urusan mandi dan meninaikan sholat, Kia mencari Rita yang sejak mengantarkan ke kamar madi tadi belu kelihatan. Sampai di dapur Kia melihat Bu Rus, ibunya Rita sedang bersiap memasak untuk makan malam.
"Ibu mau masak? Kia bantuin ya."
"Neng pasti cape, istirahat aja neng, ga usah bantuin ibu."
"Ga papa bu. Kia udah biasa kok dengan pekerjaan rumah. Mbak Rita tadi kemana bu, kok ga kelihatan?" tanya Kia sambil mengupas bawang.
"Lagi ke warung neng, ibu suruh beli minyak tadi."
Kia hanya manggut-manggut sambil ber oh ria.
"Bu, Kia minta maaf ya kalau ngrepotin ibu." ucap Kia bersungguh-sungguh. Ia berjanji dalam hati, saat nanti dia sukses maka keluarga inilah yang akan dia cari.
"Neng tau ga, semua yang terjadi di dunia ini sama sekali tidak ada yang kebetulan, demikian pertemuan neng sama anak ibu, pasti sudah dirancang skenarionya sama Allah." jawab ibu Rus bijak. "Jodoh, rejeki dan maut itu tidak akan tertukar, hari ini neng kehilangan seseorang pasti Allah akan menggantinya dengan yang berkali-kali lebih baik, percayalah neng. Neng jangan sedih berlarut-larut, ya?"
"Makasih ya bu." hanya itu yang Kia ucapkan lalu berhambur memeluk bu Rus.
"Ada apa nih peluk-pelukan?" tanya Rita yang baru saja datang sambil membawa kresek.
"Kia, kayaknya tadi ada handphone bunyi, mungkin punyamu."
"Oh iya... Bu... Kia lihat dulu ya." cepat-cepat Kia berlari kecil memcari ponselnya pasti itu telepon dari desa pikirnya.
❤️❤️❤️
Mohon maaf, typo bertebaran dana-mana
Jangan lupa like dan komentarnya ya readers yang baik❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Sisilia Betekeneng
Skhirxa KIA bisa bertemu orang baik
2022-03-15
1
Dimas Arfian
Lanjut
2022-03-05
1