Jingga Pov.
6 Minggu lebih aku tinggal di rumah Om Langit.
Sekarang Alhamdulillah aku sudah sembuh kakiku bisa berjalan normal.
Banyak hikmah dapat ku ambil dari kejadian ini. Aku mendapatkan kasih sayang dan kehangatan keluarga yang tidak pernah aku dapatkan.
Mereka menyayangiku tanpa memandang fisik. Sekarang Fisikku juga berubah aku jauh lebih langsing. Wajahku tidak lagi jerawatan. Kak Mentari mengajariku berdandan. Kak Bintang mengajariku style fashion. Mamah mengajariku memasak makanan sehat dan bergizi untukku agar aku bisa menjaga berat badanku. Mengingat keadaan lututku dokter melarangku untuk gemuk.
Aku juga jadi rajin berolahraga seperti jogging dan bersepeda. Kulitku sekarang menjadi kencang, bokongku padat.
Bukannya narsis ya, tapi sekarang setiap aku lewat mata lelaki akan menatapku tanpa berkedip. Tidak seperti dulu yang membuang muka ketika aku lewat.
Aku sangat bahagia dan berterima kasih pada keluarga om Langit. Walaupun begitu aku tetaplah bukan anggota keluarga mereka, aku tidak mungkin selamanya tinggal di rumah itu. Juga ada alasan yang sangat penting megharuskan aku pindah.
Kebersamaan aku dan Om Langit membuat aku mengenal lelaki itu. Mamah pernah cerita kalau dia takut pada komitmen. Om Langit juga tidak pernah terlihat membawa perempuan ke rumah.
Tapi aku beberapa kali memergokinya sedang berciuman bersama perempuan, dan perempuan itu berbeda-beda, Apakah dia takut berkomitmen karena ingin bebas dan tidak ingin terikat? Tapi pesona Langit memang begitu luar biasa.
Dia itu galak tapi perhatian, pura-pura cuek tapi selalu mencari tahu, sangat sayang pada keluarganya. Dia punya cara sendiri untuk menghibur tapi tidak terlihat menghibur.
Segala tentang om Langit membuatku merasa hangat, aku selalu ingin melihatnya, menghabiskan waktu bersama.
Sepertinya aku jatuh cinta pada om Langit. Tapi aku tidak mungkin bersamanya. Aku tidak mau di bilang tidak tahu diri. Istilahnya di suapin makan tapi malah menggigit tangan yang menyuapi makan.
Om Langit juga tidak mungkin mencintaiku, gadis bau kencur yang buruk rupa. Lagi pula Om Langit tidak pernah mau berkomitmen, juga seorang play boy. Karena itu sebelum perasaan ini tumbuh semakin besar aku akan pergi menjauh darinya. Aku butuh jarak untuk bisa melupakannya.
Hari ini aku akan pamit pada keluarga om Langit. Mereka sedang bersantai di taman samping bila sore begini.
"Jingga sini sayang!" panggil mamah padaku.
"Iya Mah." Nyonya Senja memintaku memanggilnya mamah.
"Bagaimana kalau besok kita ahooping, kamu mau?"
"Shooping?"
"Iya."
"Ayo! Jingga akan antar Mamah."
"Kok ngantar? Kalau cuma di antar, Mamah ada supir. Buat apa minta di antar kamu? Kamu ikut shooping lah."
"Aku uang dari mana, Mah buat shooping?"
"Ya dari Mamah lah." Mamah menjawab dengan cepat.
"Kamu itu sudah Mamah anggap anak Mamah Jingga. Jadi kalau Mamah perhatian sama kamu, jangan sungkan apalagi di tolak!"
"Iya, Mah."
"Tidak ada yang bisa menolak ratu di rumah ini." Papah mengatakannya sambil terkekeh.
"Iya, termasuk Papah." Kak Bintang menimpali.
"Oma, Bulan boleh ikut?"
"Tentu sayang, Bulan boleh ikut."
"Mamah kamu mana, Bulan?"
"Gak tahu, tadi ada telepon terus Mamah ke kamar."
Kami ada di gazebo. Hanya om Langit dan kak Mentari yang tidak ada.
"Mah, Pah sebenarnya Jingga ada sesuatu yang ingin di bicarakan." Semua melihat ke arahku.
"Bicara apa?"
"Jingga mau mengucapkan terima kasih atas kebaikan kalian semua hingga Jingga bisa seperti sekarang. Kalian juga memberikan kehangatan pada Jingga, yang tidak pernah Jingga dapatkan bahkan di keluarga Jingga sekalipun." Aku menunduk.
"Jingga juga minta maaf, karena Jingga sudah begitu merepotkan kalian. Jingga akan pergi besok."
"Iya, sayang kita akan pergi besok." Mamah menyela pembicaraanku.
Mamah bukan itu maksudku. "Aku ingin mencari kerja dan tempat tinggal di luar."
"Maksud kamu pergi dari rumah ini?" tanya Papah.
Aku mengangguk, mamah menolak dan tidak mengizinkan.
Kak Bintang juga mencoba membujukku untuk tetap tinggal. Aku memberi berbagai alasan. Aku ingin mandiri dan bekerja, aku tidak mau hanya berpangku tangan dan menerima apa yang mereka berikan.
Akhirnya mereka menerima alasanku. Mamah mengijinkan aku pergi asalkan aku berjanji akan sering datang ke rumah ini.
Aku menyanggupinya, dan sebelum aku pergi aku harus ikut mereka shooping besok.
...***...
Hari ini aku akan shooping bersama dengan Mamah dan Kak Bintang, Kak Mentari dan Bulan.
Pertama kami berbelanja baju. Mamah memilih beberapa pakaian dan ternyata itu untukku. Tentu aku menolak, baju-baju itu mahal harganya. Mamah tetap memaksa. Akhirnya aku menerimanya.
Kak Mentari juga membelikan aku make up katanya hadiah untukku.
Kak Bintang membelikan aku sepatu. Aku merasa terharu, sampai menangis. Mereka sangat baik padaku, padahal aku bukan siapa-siapa. Bahkan si kecil Bulan membelikan aku sisir dan cermin.
Sepulang shooping Mamah mengajak ke salon. Dari salon dengan penampilan segar kami pulang.
Aku meminta izin pada Mamah untuk ke kampus sebentar, kebetulan baru jam setengah satu. Aku ingin melanjutkan kuliahku.
Begitu sampai di kampus. Aku langsung ke ruang administrasi.
Ternyata mereka bilang aku sudah mengurus cutiku, aku juga memberikan surat dari dokter dan bukti aku di rawat. Mereka menerima alasanku dan mengizinkan aku masuk disemester berikutnya. Aku kemudian pulang.
Di sepanjang lorong banyak lelaki melihatku dan bersiul.
"Hai, boleh kenalan gak?" tanya seorang pria yang tiba-tiba menghadang jalanku, dan kalian tahu siapa dia? Sony yang dulu bilang ingin menyuruhku merobohkan pohon di rumahnya.
Aku menatapnya tajam. "Aku sudah kenal denganmu, dan tahu seperti apa dirimu."
"Benarkah? Wah ternyata aku terkenal ya. Tapi aku tidak mengenal dirimu. Siapa namamu?"
"Kau sangat mengenal aku dan bahkan sering menghinaku. Apa kau lupa?"
"Menghinamu? Mana mungkin aku menghina wanita secantik dirimu?"
Aku tersenyum miring mendengarnya. "Aku dulu tidak seperti ini. Biar aku ingatkan kamu, aku adalah ...." Mereka menunggu aku bicara, aku menatap mereka satu persatu. Tanpa ku sadari sudah banyak orang mengelilingiku terutama para pria.
"Gacu!"
"HAH!" Semua terbengong dan menganga, mereka mungkin tidak menyangka aku akan seperti ini.
Karena itu jangan suka menghina orang lain bisa jadi suatu hari takdir mereka akan berubah dan kalian akan menyesal.
"Gacu? Kamu Gacu? Aku tidak percaya! Kamu dulu ... gendut, ka ... kamu jerawatan, kucel, jelek." Sony tidak percaya padaku. Terserah aku tidak perduli dia percaya atau tidak.
"Jingga!" Seseorang memanggilku. Semua orang mengalihkan pandangan pada orang itu.
"Om Langit." ucapku tidak menyangka kalau om Langit akan menyusul ke kampus. Dia masih memakai pakaian kantornya dengan jas mahalnya dan berdasi.
Om Langit membelah kerumunan orang-orang yang mengelilingiku. "Ayo, Mamah sudah menunggumu!" Om Langit menarik tanganku pelan.
Kami berjalan ke mobil dengan bergandengan tangan. Hatiku menjadi hangat. Aku memandang tangannya yang mengenggam tangnku. Ya Allah aku mencintainya. Rasanya tangan ini di buat untuk mengenggam tanganku terasa pas sekali.
Sadar Jingga, dia sulit digapai dia tidak mencintaiku. Aku harus singkirkan perasaan ini.
Kami sampai di mobil. Setelah kami masuk mobil pun melaju.
"Om, terima kasih ya, Om sudah mengurus cutiku untuk satu semester."
"Hm ...!"
Jawaban om Langit membuatku diam, mungkin dia sedang malas bicara. Aku cuma ingin mengucapkan terima kasih, itu saja.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
SyaSyi
lanjut baca
2022-03-14
0
Yuli Astuti
Ditunggu selalu kelanjutannya thor makasih banyak
2022-03-08
0
Mel Rezki
lanjut 💪
2022-03-08
0