Jingga Pov.
Sudah satu bulan aku bekerja, dan hari ini aku gajian. Aku berangkat kerja dengan semangat, karena akan menerima gaji.
Aku pulang kuliah jam tiga, tapi aku tidak ingin pulang. Mereka selalu sengaja menyuruhku agar aku telat bekerja. Aku langsung ke restoran setelah pulang kuliah.
Aku sampai di restoran, ini bukan pertama kali aku datang beberapa jam sebelum waktunya. Bila belum masuk jam kerjaku, mereka tidak akan menyuruhku. Walaupun begitu, aku kadang membantu, saat mereka butuh bantuan. Mereka semua orang baik, tidak ada yang membuliku.
"Loh, Jingga sudah datang. Kebetulan, sini! Ini ada makanan dari Ibu." Kak Wulan memanggilku, begitu dia melihatku masuk ke dalam ruangan karyawan.
"Alhamdulillah, rezeki anak soleh! Makasih Kak." Aku langsung mengambil makanan yang ada di ruang karyawan.
"Kamu langsung dari Kampus?" Kak Wulan bertanya sambil memakan kue bolu.
"Iya, Kak. Kalau pulang dulu pasti aku telat masuk kerja." Aku menjawabnya setelah menelan bolu yang ku makan.
"Kan baru jam 3 Jingga. Masa telat?"
"Iya, soalnya Mamah tiriku akan melakukan berbagai cara untuk membuat aku terlambat. Nyuruh inilah, itulah, hal yang gak penting aja di suruh."
"Udah kaya cinderella aja, nasib kamu!" Kak Wulan terkekeh.
"Hahaha ... mana ada cinderella gendut." Aku tertawa sambil membayangkan jadi cinderella dan berdansa dengan pangeran.
"Kamu itu sebenarnya cantik loh Jingga, gak gendut-gendut amat. Kamu kan tinggi, jadi gak begitu kelihatan gendut. Kamu harus rajin olahraga biar kulitnya kencang gak kaya gini nih ... glambir ke mana-mana."
"Aku malas Kak olahraga, juga gak ada waktu. Rutinitas aja udah bikin aku kuwalahan."
"Maaf loh ya Jingga, aku gak ada maksud apa-apa, aku cuma mau ngasih kamu support supaya kamu percaya diri. Sekarang gini deh, nih! Cuci muka sana!" Wulan teman kerja ku memberikan sabun cuci muka.
"Aku cuci muka?"
"Iya, kenapa emangnya? Pantes aja kamu jerawatan gak pernah cuci muka, ya?"
"Cuci kok, pakai sabun mandi biasa."
"Ya ampun Jingga, sabun muka sama sabun mandi beda sayang. Udah sekarang cepat kamu ke kamar mandi." Aku menuruti permintaan Kak Wulan.
Selama ini aku memang tidak pernah memakai sabun muka, aku tidak punya uang untuk membelinya. Aku pakai apa yang ada di kamar mandi.
Setelah selesai aku lalu kembali pada Wulan.
"Sini! Keringin dulu." Wulan mengelap wajahku dengan tisu. Lalu dia mengambil peralatan make upnya di tas.
"Aku mau di apain Kak?" tanya ku.
"Kamu diam, nurut aja Oke!"
Aku hanya diam, Wulan memakaikan aku lipstik, bedak dan sedikit alat yang di mata, aku tidak tahu namanya.
"Buka mata, sekarang coba kamu ngaca!"
Aku membuka mata dan berdiri lalu bercermin, Aku melihat dia, sosok manis sedang menatapku.
"Kak, ini aku?" Rasanya tak percaya aku bisa berubah seperti ini.
"Iya sayang, cantik, kan?" Kak Wulan benar, dia terlihat cantik. Apakah dia itu aku?
"Iya, dia terlihat lebih cantik walau gendut."
"Berdandan bukan cuma untuk terlihat cantik, tapi supaya kita lebih memancarkan aura yang kita punya dan percaya diri. Kamu aja melihat dia yang di cermin, terasa berbeda auranya, iya kan? Dia gendut tapi cantik."
"Iya, Kakak benar. Selama ini aku tidak punya uang, jadi tidak pernah beli barang -barang yang begini. Ponsel aja aku gak punya." Aku tidak pernah mementingkan hal seperti itu. Bagiku yang terpenting aku bisa melewati hari dengan baik.
"Nah, sekarang kamu kan gajian, kamu sisihkan sedikit untuk make up. Tidak perlu banyak yang penting ada lipstik sama bedak."
"Iya, Kak nanti aku akan beli, sama sabun mukanya juga."
"Beli yang khusus jerawat, ya."
"Iya, Kak. Makasih banyak."
"Sekarang kita kerja yuk, kamu ganti baju, aku keluar dulu."
"Iya, Kak." Aku mengganti pakaianku. Aku bercermin dan tersenyum pada sosok di balik cermin.
"Kamu terlihat cantik dan bahagia. Tapi hidupku tidak sebahagia itu." Jingga tersenyum getir.
...***...
Hari sudah malam saatnya aku pulang.
aku sampai di rumah pukul setengah sebelas malam. Ku langkahkan kaki, langsung naik ke atas untuk berganti baju.
"Sepi, berarti semua sudah tidur. Aku pakai baju ini aja, soalnya aku harus membersihkan rumah biar gak gerah." Aku memakai celana pendek dan kaos tanpa lengan.
Sebenarnya aku lelah, tapi berhubung besok aku ada kuliah pagi, jadi aku kerjakan sekarang.
Malam semakin larut sudah hampir jam 12 malam. Pekerjaanku sudah beres. Aku tinggal mencuci besok.
Tok ... Tok.
Siapa malam-malam ketuk pintu. Kuntil anak, pocong, tapi pocong gak bisa buka ketuk pintu, kan tangannya terikat.
Tok ... Tok.
Aku dekati pintu dan mengintip lewat lubang kecil. Tapi tidak ada orang.
Dug ... Dug.
"Eh ... kodok." Ngagetin aja. Aku langsung buka pintu karena penasaran.
"Eh, gentong lama banget buka pintu." Ternyata Kevin. Tercium bau alkohol. Aku tidak menanggapinya dan menutup pintu, kemudian berlalu pergi.
"Eh gentong, lo mau godain gue ya. Tapi lo sexy juga!" Aku lupa jika saat ini, aku memakai celana pendek dan kaos tanpa lengan. Aku langsung pergi dari hadapan Kevin. Tapi Kevin menarikku dan berusaha memelukku. Aku memberontak.
Plak.
Kevin menamparku dengan kencang.
"Jangan jual mahal gentong! gadis sepertimu yang bak Kuda nil ini, tidak akan ada yang mau!"
Aku tak perduli ucapannya. Aku segera lari menghindar. Tapi dia melempari ku dengan vas bunga yang ada di meja dan mengenai jidatku. Kepalaku terasa pusing, Terasa ada tetesan yang mengalir ke pipi. Sepertinya ini darah karena tercium bau besi.
Ku pegang jidatku, benar saja, ini darah. Kevin kembali mendekat, dia menarik tanganku serta menyeret ku, aku teriak sambil berusaha menendangnya.
Bugh ...
Tendanganku mengenai perutnya, namun tidak membuat cekalannya terlepas. Dia semakin marah. Dilepaskannya cekalan pada tanganku.
Bugh ...
"AAAA."
Kevin membalas menendang perutku, membuat aku terjatuh ke belakang. Rasanya sakit sekali. Reflek aku teriak.
"Ada apa ini?" Suara ayah terdengar, aku senang sekali. Akhirnya selamat dari predator. Semua terbangun karena suara gaduh ku dan Kak Kevin.
"Ini kenapa berantakan begini?Jingga apa yang kamu lakukan, kenapa vas Mamah pecah?" Mamah langsung menuduh ku.
"Bukan Jingga Mamah, tapi Kevin!" sanggah ku pada mamah.
"Kevin melempar Jingga pakai vas, biar dia sadar tidak bertingkah seperti ******! Liat aja pakaiannya. Dia mau menggoda Kevin Mah, Pah." Kevin memutar balikkan fakta dia justru memfitnah ku.
"Gak ... Kak Kevin bohong, aku tidak menggoda Kakak, justru Kakak melecehkan aku." Aku tentu saja membela diri dan mengatakan yang sebenarnya terjadi, berharap mereka akan percaya padaku.
"JINGGA! Kenapa kamu, berpakaian seperti itu? Kamu mau jadi ******, hah!" Hatiku serasa di tikam belati. Orang yang berharga bagiku tidak mempercayai ku justru mengatakan aku ******. Ayah, kau menganggap aku apa, selama ini?
"Tidak ... Ayah ... tidak!" Aku menangis kecewa juga takut. Wajah ayah begitu marah dan terlihat seram.
Ayah menarik tanganku, lalu menampar wajahku.
Plak ... Plak.
Ku pikir ayah akan menolongku tapi justru semakin menambah lukaku. Tuhan ambillah nyawaku sekarang. Aku menangis terisak.
"Mah, ambilkan sabuk Papah!" Apakah papah akan mencambuk ku seperti biasa? Tidakkah cukup tamparan dan tendangan yang kudapat hari ini. Rupanya penderitaanku masih panjang. Apa yang Kau rencanakan untukku wahai Sang Pencipta? Mamah datang membawa sabuk papah.
"Sini kamu! Ayah besarkan kamu bukan untuk jadi ******!" Ayah menjjenggut rambutku.
"Ampun Ayah ... ampun!" tidak ada yang menolongku. Mereka semua tersenyum bahagia melihat aku tersiksa.
CETAK ... CETAK ...
Ayah memberikan aku cambukan di punggungku. Kadang mengenai tangan dan pahaku. Aku terjatuh tiarap. Ayah masih menyambukku.
Aku menggigit bibirku sekuat tenaga menahan rasa sakit. Bila aku teriak, mereka semakin senang. Setelah puas menyiksaku mereka semua pergi.
"Sebelum kamu tidur, bereskan semua kekacauan ini!" perintah mamah kemudian dia pergi. Meninggalkan aku dalam keadaan tak berdaya. Semua badanku terasa perih.
Aku tidak sanggup lagi ya Allah. Bawa aku pergi jauh dari sini.
Benar, aku akan pergi dari sini. Aku bangun perlahan, sakit sekali perutku. Aku berjalan tertatih menuju kamarku.
Aku mengganti baju dan memasukkan beberapa pakaian, lalu buku pelajaran, berkas-berkas penting, tak ketinggalan dompet dan uang gaji yang kuterima tadi.
Diam-diam aku pergi dari rumah. Di luar ternyata hujan besar dan suara petir menggelegar. Aku berjalan di bawah langit yang menangis, mungkin dia merasakan iba padaku yang penuh penderitaan. Terasa perih semua luka di badanku.
Semakin lama pandanganku semakin kabur. Aku lelah, tiba-tiba ku rasakan sesuatu menghantam tubuhku dan pandanganku menjadi gelap.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Sakur Sakur
ayah yg biadab😠
2023-03-15
0
🦊⃫⃟⃤Haryani_hiatGC𝕸y💞🎯™
tragis banget
2022-03-14
0
SyaSyi
aku masukkan favorit
2022-03-12
0