Kinar menoleh ke suara derap langkah kaki di belakangnya. Ia sedang membuatkan kopi untuk Dokter Radit, ketika lelaki itu berjalan memasuki dapur.
Kinar meletakkan kopi di depan hadapan Radit yang telah duduk di kursi pantry. Ia sendiri sudah lebih dulu sarapan, dan sedang menyiapkan bekalnya. Oh ya, sejak ia yang menawarkan makan siang kala itu dengan Dokter Radit, lelaki itu jadi memintanya membekalkannya makan siang juga.
"Permen untukmu!" ucap Dokter Radit menyerahkan 5 permen re la xa pada Kinar.
Kinar menerima dengan senyum tipis. Ia tahu ketika lelaki itu tadi pagi memergokinya yang muntah-muntah di kamar mandi. Lalu tanpa kata lelaki itu membantu dengan memijit lehernya. Mengingat hal itu, Kinar menyembunyikan semu merah di wajahnya dengan menangkup wajah.
"Terima kasih, Mas!" ucapnya pada lelaki yang tetap saja berekspresi datar.
"Jangan lupa minum vitamin yang sudah diresepkan Dokter Leni. Anak saya harus sehat," ucap Dokter Radit sambil mengancing kemeja bagian lengannya. Lelaki itu sudah selesai sarapan, dan membereskan sendiri sisa sarapannya dan piring kotor yang ia pakai.
"Ah, iya. Sudah saya minum saat bangun tidur tadi, Mas." Kinar menyahut sambil berjalan menuju rak sepatu untuk bersiap.
Kinar melamun saat memakai sepatu ketika Dokter Radit duduk di samping sofa yang ia duduki. Seolah tahu isi pikiran perempuan itu, Radit berbicara datar dan lirih.
"Fokus pada kehamilanmu dan lahirkan anak saya dengan sehat, Suster Kinar!"
"Saya paham, Mas." Kinar menyahut cepat. Ia kesal selalu diingatkan hak itu oleh Dokter es ini. Tidka bisakah lelaki itu berhenti membicarakan hal itu? Kinar sungguh mulai muak rasanya.
"Berangkat bareng saya, ayo!" ucap Radit bangkit dari tempat duduknya, diikuti Kinar. Keduanya berjalan keluar dari apartemen dengan beriringan.
...*****...
Saat sampai di rumah sakit, mereka akan berjalan terpisah. Biasanya Kinar yang akan berjalan masuk lebih dulu. Setelah beberapa menit baru lelaki itu masuk ke gedung rumah sakit. Ia memang sudah menyetir sendiri sekarang. Kadang-kadang saja meminta disopirin pada Pak Beni.
"Suster Kinar!"
Oh, Kinar kenal suara itu. Ia menoleh dengan senyum tipis pada lelaki bersneli dokter di depannya. Lelaki itu membalas senyum dengan ramah seperti biasa.
"Eh, Dokter Ardi. Maaf, ada apa?"
"Kemarin Suster Kinar pingsan di ruang operasi, benar? Sakit apa?" tanya Dokter Ardi menilik wajah Kinar dengan saksama.
"Hah? Eh, cuma masuk angin saja, Dok." Kinar membalas salah tingkah. Oh, semoga lelaki ini tidak tahu jika Dokter Radit yang menggendongnya. Ia tak mau lelaki itu berpikir yang tidak-tidak akan hubungannya dengan Dokter es. Lebih tepatnya ia tak ingin menimbulkan perasaan bersalah yang lainnya lagi.
"Ah begitu. Oh iya ini titipan Ibu saya!" Dokter Ardi menyodorkan tas bekal berukuran sedang ke hadapannya.
Kinar menerimanya dengan bingung.
"Apa ini, Dok?" tanyanya menatap Dokter Ardi penuh tanya.
"Brownies buatan Ibu saya. Dia harap kamu menyukainya. Dia tidak sempat memberikannya langsung karena harus berangkat Ke Palembang," jawab Dokter Ardi menjelaskan.
Kinar mengangguk dengan senyum cerah dan mata berbinar senang.
"Wah, sampaikan terima kasih saya kepada Ibu Maria kalau gitu, Dok. Ini berlebihan sekali, tapi terima kasih saya suka banget makan brownies," ucap Kinar senang.
Dokter Ardi menerbitkan senyumnya melihat antusiasnya Suster Kinar.
"Ok. Saya duluan, Suster!" ucapnya berpamitan, yang ditanggapi Kinar dengan anggukan.
Kinar berjalan riang menyusuri koridor, dan berpapasan dengan rekannya--suster Lina.
"Banyak banget, Kin bawa bekal?" tanya Suster Lina menatap dua kotak bekal ang Kinar keluar kan dari totebagnya.
"Oh. Ini isinya nasi, yang ini brownies di kasih Ibu Maria," sahut Kinar menujukkan kotak bekal berukuran sedang yang diberikan oleh Dokter Ardi tadi.
"Cie dapet brownies dari calon ibu mertua ni!" goda Suster Lina mengikuti langkah Kinar.
"Apaan sih, Suster Lina! Gak ada ya calon mertua-mertuan," ucap Kinar bersungut dengan wajah cemberut. Suster Lina memang tahu jika Dokter Ardi amat gencar mendekatinya.
"Bagi ya, Kin! Saya mau cicip juga," ucap Suster Lina dengan memelas.
"Boleh, tapi satu aja!" sahut Kinar dengan senyum kemenangan. Senang mengejek rekannya.
"Dih pelit banget, sih!"
"Biarin. Siapa suruh ngeledek saya," kata Kinar terkekeh melihat wajah kesal Suster Lina.
"Suster Kinar!"
Kinar dan Suster Lina menghentikan langkahnya, karena Dokter Ririn menghadang jalan mereka.
"Ada apa, Dokter Ririn?" tanya Kinar dengan kening berkerut bingung.
"Bisa kita bicara berdua?" tanya Dokter Ririn menatap Kinar penuh antisipasi.
Kinar mengangguk. Apalagi melihat keseriusan di wajah sang dokter, seperti ada hal penting yang mesti dibicarakan.
"Nitip taruh di loker saya ya, Sus!" Kinar menitipkan totebagnya pada Suster Lina yang dibalas anggukan oleh rekannya.
Kinar dan Dokter Ririn berjalan menuju taman rumah sakit. Keduanya duduk di bangku taman, dan Kinar menunggu penasaran apa yang ingin dibicarakan oleh Dokter cantik di sampingnya ini.
"Kamu dekat dengan Dokter Radit?" tanya Dokter Ririn langsung tanpa basa-basi.
"Hah? Maksudnya gimana, Dok?" tanya Kinar kebingungan. Apa kedekatannya dengan Dokter Radit mulai terlihat tampak. Padahal selama ini mereka bersikap seperti biasa, seperti orang yang tak kenal malah, dan tak juga saling menyapa saat di keramaian.
"Saya perhatikan interaksi kalian seperti orang yang begitu kenal dekat. Apa kalian pacaran?" tembak Dokter Ririn menatap Kinar dengan menelisik, mencari jawaban.
Kinar tergagap, tapi segera menguasai diri. Ia tak boleh membocorkan rahasia ini.
"Hah? Nggak! Nggak kok, Dok." Kinar menyahut dengan gelengan kepala.
"Benar? Tapi kenapa kulihat Dokter Radit begitu perhatian ketika kamu pingsan di ruang operasi kemarin malam?" tanya Dokter Ririn menajamkan matanya.
"Gak kok, Dok. Dokter Radit hanya membawa saya ke ruang periksa dokter umum, lalu memberikan saya izin untuk pulang lebih dulu karena kondisi saya tidak sehat kemarin malam," ujar Kinar berbohong. Ia harap Dokter Ririn percaya.
Melihat Dokter Ririn yang terdiam membuat Kinar mulai gelisah.
"Oh, syukurlah." Sahutan itu membuat Kinar tanpa sadar mengembuskan napas lega.
"Eh... Memangnya ada apa, Dok?" Kali ini giliran Kinar yang ingin mengulik mengapa Dokter cantik ini begitu penasaran dengan kedekatannya dengan Dokter Radit.
"Saya mantan calon istrinya, dan berniat ingin kembali merebut hati Dokter Radit."
Kinar terdiam mendengar ucapan Dokter Ririn. Ia mencoba mencerna ucapan dokter di sampingnya ini, yang tampak menatap kosong ke depan. Tatapannya tampak sendu.
"Mantan calon istri?" tanya Kinar tak percaya. Oh, jadi apakah alasan Dokter Radit tersenyum kala menyambut kedatangan dokter cantik ini kala itu karena mereka masih menyimpan perasaan? Dan kenapa juga ia harus peduli?
"Iya. Dulu saya begitu bodoh meninggalkannya, dan saya ingin menebus kesalahan saya di masa lalu."
"Dokter Radit tidak sedang dekat dengan perempuan lain, kan di rumah sakit ini?" tanya Dokter Ririn lagi menatap kembali ke arah Kinar.
"Eh, kalau itu saya tidak tahu, Dok." Kinar menyahut tak berminat.
Setelah itu diam kembali. Kinar memutuskan untuk berpamitan karena dirasanya tidak ada lagi yang ingin dibicarakan.
"Kalau tidak ada yang ingin dibicarakan lagi, saya izin pamit, Dok!" ucap Kinar bangkit dari tempat duduknya.
Dokter Ririn mengangguk.
"Silahkan. Terima kasih waktunya, Suster Kinar!"
"Duluan, Dok!"
Kinar berlalu meninggalkan dokter itu sendirian. Kini pikirannya jadi tak karuan. Fakta baru jika ternyata Dokter Ririn adalah mantan calon istri suaminya membuat Kinar terusik. Banyak hal kini yang ia pikirkan. Tentang hubungannya dengan Dokter Radit, dan tentang masa lalu lelaki itu yang tak ia ketahui. Semuanya meminta untuk dituntaskan.
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
enak aja Ririn, hbs celup sana sini mana mau dokter Radit, bekas gitu loh ada yg ori knp hrs kawe😜
2024-04-21
0
Erny Manangkari
dokter ririn, apa dokter radit masih mau sama dokter ririn
2023-10-02
0
ratu ADRIENNE
lah bukannya kinar cuti ya?
2023-07-15
0