Kinar dan Radit menikmati makan malam mereka dengan hening seperti biasa. Hanya denting suara sendok yang beradu dengan piring mengisi kesunyian ruang makan apartemen itu.
"Kamu pacaran sama Dokter Ardi?" tanya Dokter Radit datar memulai obrolan. Ia menatap sekilas Kinar dengan netra tajam nya.
"Hah?" Kinar menatap tak mengerti lelaki di depannya. Maksudnya gimana?
"Saya tahu kamu dengar apa yang saya katakan," ucap Dokter Radit datar. Kembali melanjutkan suapannya.
Kinar merengut. Kenapa sih Dokter satu ini tidak bisa sedikit saja bicara santai. Coba kalau bicaranya dengan nada santai dan baik-baik pasti Kinar akan dengan senang hati meladeninya.
"Nggak. Saya gak pacaran sama Dokter Ardi!" sangkal Kinar cepat.
Ia memang tidak ada hubungan se spesial itu pada dokter itu. Memang Dokter Ardi selalu menunjukkan sikap pendekatan itu, tapi Kinar memang tak berniat menjalin hubungan apapun dengan seorang pria saat itu, tapi ternyata ia akhirnya malah bersama Dokter Radit sekarang.
"Terserah kamu mau pacaran dengan siapa saja, tapi nanti... setelah kamu lepas dari status istri siri saya!" Radit menyahut datar.
Kinar menunduk dalam. Menatap piringnya tak berselera lagi mendengar ucapan lelaki di depannya itu. Siapa juga yang mau main serong sih? Lelaki ini benar-benar tak bisa dimengerti oleh Kinar.
...****...
"Duh, Dokter Radit sama Dokter Ardi ganteng banget ya, Kin?" tanya Suster Lina ketika mereka duduk di kursi besi di depan ruang Anggur--ruang rawat anak-anak. Ketika melihat Dokter Radit dan Dokter Radit yang berbicara serius di ujung koridor.
"Hem!" sahut Kinar tak minat. Ia sibuk dengan handphonenya. Membaca-baca berita di portal aplikasi kesukaannya.
"Mereka belum ada tanda-tanda punya pasangan gitu, Kin?" tanya Suster Lina lagi. Tak mengalihkan tatapannya dari wajah serius kedua dokter muda itu.
"Tanya sendiri lah, sus. Saya mana tahu," sahut Kinar acuh.
"Eh, tapi Kin. Dengar-dengar ya dulu tuh Dokter Radit sempat mau menikah di usianya yang ke-26 tapi nyatanya pernikahan itu gagal."
Kinar yang tadi sibuk dengan handphonenya, kini menatap Dokter Lina tertarik. Ia tertarik akan cerita tentang Dokter Radit. Lelaki minim ekspresi itu memang susah sekali ditebak dan dikulik masa lalunya.
"Oh, ya?" tanya Kinar serius.
"Iya. Tapi gak tahu juga tiba-tiba pernikahan dibatalkan padahal undangan sudah disebar," ucap Suster Lina berbisik. Takut jika ada yang mendengar jika mereka sedang bergosip sekarang.
"Serius?" tanya Kinar ikut berbisik.
Suster Lina mengangguk.
Keduanya langsung terdiam ketika dua dokter itu berjalan melewati mereka. Ah, Kinar merasa kecewa karena mereka berpapasan tapi tak saling menyapa. Kesal sekali rasanya ketika Radit tak mau repot-repot melirik nya. Sedangkan, Dokter Ardi sendiri sempat melempar senyum ramahnya pada ia dan suster Lina. Lelaki itu memang minim ekspresi sekali. Apakah begitu susah untuk bersikap ramah pada orang lain?
****
Kinar kebagian shift malam hari ini. Ketika ia hendak masuk kamar setelah membereskan sisa makan malamnya bersama sang suami, ia melihat lelaki itu sudah rapi. Ia mengenakan stelan kerjanya. Apa lelaki itu ada operasi?
"Emm, Mas saya mau pamit berangkat dulu!" ucap Kinar di ambang pintu kamar.
Radit yang sedang bercermin menyisir rambutnya menoleh. Meletakkan sisir, lelaki itu menyambar sneli dokternya dan tas hitamnya.
"Bareng saya. Pak Beni yang akan mengantar kita," ucap lelaki itu datar berjalan menuju pintu kamar.
Kinar mengangguk, menyingkir dari sisi pintu lalu mengikuti Dokter Radit yang telah berjalan lebih dulu. Ah, pernikahan ini tampak kaku. Tentu saja mereka hanya menikah demi tujuan masing-masing, bukan hal seperti cinta dan apalah itu.
Waktu sudah menunjukkan jam 9 malam ketika Kinar keluar dari ruang rawat, menyelesaikan tugasnya. Ia duduk sejenak di kursi besi depan ruangan, memijit keningnya yang berdenyut.
"Ngantuk banget, Kin!"
Suster Lina yang juga baru keluar dari ruang rawat ikut duduk di samping Kinar.
"Gak istirahat memang nya tadi siang, Mbak?" tanya Kinar menyandarkan kepalanya di sabdaran bangku besi.
"Nggak. Siang tadi repot bantuin Viona yang mau ke Malang," sahut Suster Lina lesu.
"Ya, udah tidur aja dulu sana, di ruangan. Nanti kalau urgent banget aku panggil," ucap Kinar tak tega melihat mata sayu rekannya.
"Beneran gak apa-apa kamu kutinggal sendirian?" Suster Lina menatap tak enak pada Kinar.
Kinar mengulas senyum, "gak apa-apa. Lagian kita sudah urus keperluan pasien, kan? Tinggal cek obat aja sama infus kalau udah habis."
Suster Lina mengangguk. Berpamitan pada Kinar untuk berlalu ke ruang istirahat khusu suster. Tinggalah sekarang Kinar sendirian duduk di depan ruang rawat itu. Membunuh jenuh, Kinar membuka handphone nya. Mencari bacaan membuang bosan.
Namun, suara benda jatuh yang begitu nyaring membuat Kinar menoleh ke sumber suara. Ia melihat seorang wanita paruh baya berpakaian pasien membawa tiang infusnya itu menjatuhkan benda yang ia bawa. Bergegas, Kinar mengantongi handphonenya dan membantu pasien itu.
"Ibu kenapa keluar sendiri? Ibu di ruang mana? Biar saya antar," ucap Kinar ramah. Membantu memapah wanita paruh baya itu. Mengambil plastik yang jatuh tadi.
"Di ruang Anggrek, sus."
Kinar mengangguk. Mengantarkan pasien itu ke ruang Anggrek. Kebetulan sekali, saat ia masuk ke ruang Anggrek itu tampak berisik. Ia mendapati Dokter Radit dan seorang remaj perempuan yang mengoceh pada sang dokter.
"Mama!" Seorang remaja perempuan yang tadi beradu mulut dengan Dokter Radit langsung menghampiri wanita baya yang dipapah Kinar.
"Mama kemana tadi? Aku khawatir banget gak menemukan Mama di ruangan ini," ucap remaja perempuan itu yang matanya tampak habis menangis.
"Tadi Mama lapar. Jadi, jalan ke kantin bawa cari cemilan," jawab wanita baya itu.
Drama ibu dan anak itu disaksikan oleh Kinar dan Dokter Radit.
"Ibu istirahat dulu, ya. Kalau ada apa-apa bisa minta tolong saya," ucap Kinar membantu wanita baya itu berbaring di brankar nya.
Dokter Radit masih menatap itu tanpa ekspresi.
Remaja perempuan itu menunduk di hadapan Radit. Kinar meneliti itu dengan bingung.
"Ma-maaf ya, Dokter! Sudah bikin keributan," ucap remaja perempuan itu.
"Hem!" sahut Radit datar, dan berlalu keluar dari ruangan itu.
Kinar pamit keluar pada ibu dan anak itu setelah menyelesaikan tuganya. Ia lihat punggung Radit yang telah menghilang di balik belokan. Ah, kesal sekali rasanya hubungan seperti ini.
"Baru juga seminggu kok udah gak tahan saja sama hubungan seperti ini," gumam Kinar lirih.
"Berpapasan tapi tak menyapa!"
Kinar menoleh dan tampak terkejut melihat seorang wanita baya berpakaian pasien yang berdiri di belakangnya. Wanita baya itu tampak cantik, meski wajahnya terlihat pucat.
"Eh, ibu kenapa di luar?"
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Bunda Aish
malang nya kamu jadi istri Kin
2024-01-04
1
𝙺𝚒𝚔𝚢𝚘𝚒𝚌𝚑𝚒
𝚔𝚞𝚔𝚒𝚛𝚊 𝚑𝚊𝚗𝚝𝚞 𝚑𝚎𝚑𝚎
2023-12-22
0
Naa
huhuhu sedihhhhhhhh
2023-12-18
1