Kinar sadarkan diri sejam kemudian. Perempuan itu menoleh kiri-kanan dan bertemu pandang dengan netra Dokter Leni yang duduk di kursi balik mejanya.
"Kenapa saya bisa di sini, Dokter?" tanya Kinar sembari bangkit dari posisi berbaringnya.
"Ah, kamu sudah sadar, Suster Kinar. Tadi Dokter Radit membawa kamu ke sini dalam keadaan pingsan," sahut Doktet Leni berjalan mendekati brankar di mana Kinar duduk di atasnya.
"Apa yang kamu rasakan?" tanya Dokter Leni sembari memeriksa cairan infus di samping brankar.
"Hanya sedikit lemas, Dok. Sakit apa saya?" tanya Suster Kinar menatap Dokter di depannya dengan bingung.
Dokter Leni mengulurkan tangan pada Kinar, dengan senyum terkembang.
"Selamat ya, Suster Kinar! Anda hamil 6 minggu," ucap Dokter Leni.
Kinar tak menyambut uluran tangan sang dokter. Ia masih terkejut akan informasi yang disampaikan oleh dokter di depannya itu.
"Hamil?" gumam Kinar lirih. Entah ia harus bereaksi seperti apa. Ia belum siap, umurnya baru 24 tahun, tapi ia juga tak bisa menolak. Ia tak tahu harus berekspresi seperti apa sekarang.
Dokter Leni yang mendapati keterkejutan di wajah Suster Kinar mengangguk maklum. Ia bisa lihat ada pancaran bimbang di netra Suster Kinar.
"Iya. Usianya sudah 6 minggu, dan masih sangat rentan. Jadi, saya sarankan Suster Kinar untuk selalu menjaga kesehatan, dan akan saya resepkan vitaminnya untuk diminum."
Dokter Leni memilih kembali ke mejanya. Menuliskan sesuatu di kertas resep dokter, sambil memberikan waktu pada Suster Kinar yang masih tampak linglung.
"Tadi Dokter Radit lihat waktu saya diperiksa, Dok?" tanya Kinar tiba-tiba, menatap Dokter Leni dengan kening berkerut. Ada perasaan takut, mengetahui jika kelak ia akan dipisahkan dengan anaknya. Membayangkannya saja Kinar tak siap.
"Iya. Tenang saja, kehamilan Suster Kinar tak akan saya umbar, jika memang Suster menyembunyikan status pernikahan dengan suami."
Dokter Leni kembali berjalan mendekati Kinar yang telah melepaskan jarum infusnya. Memberikan secarik kertas yang sudah ia tulis.
"Terima kasih, Dokter Leni." Kinar menerima kertas resep vitamin yang disodorkan Dokter Leni.
Ia bangkit dari brankar dibantu Dokter Leni, lalu berpamitan pada sang dokter untuk keluar.
Kinar berjalan menuju ruang khusus perawat, tubuhnya masih lemas dan ia butuh membaringkannya.
"Suster Kinar!"
Kinar menghentikan langkah saat akan memasuki ruang khusus perawat. Ia menoleh, dan mendapati keberadaan Dokter Radit yang berjalan ke arahnya.
"Iya, Dok?" tanya Kinar gelisah. Ia tahu jika Dokter Radit sudah mengetahui kondisinya. Ada perasaan takut yang tak bisa Kinar hindari. Kontan saja, ia meletakkan tangannya memeluk perut. Sikapnya itu diperhatikan oleh Dokter Radit.
"Pak Beni sudah menunggu di parkiran. Malam ini kamu ambil cuti, sudah saya urus perizinannya. Sekarang pulang dan istirahatlah," ucap Dokter Radit datar.
"Saya ambil tas dulu, Dok. Nanti saya turun. Permisi!" ucap Kinar langsung berlalu masuk ke dalam ruangan.
Radit hanya menatap hal itu dengan datar. Ia tidak tahu apa yang Suster Kinar takutkan. Bukankah mereka sudah membuat kesepakatan di awal sebelum semua ini berjalan? Ia juga tidak memaksa perempuan itu. Suster Kinar sendiri yang menerima penawarannya. Ia harus mengingatkan Suster Kinar.
Radit berjalan menyusuri koridor dengan pikiran berkelana. Sedang, di balik tembok tikungan koridor, ada sosok perempuan bersneli putih yang dari tadi memperhatikan sejak Dokter Radit berbicara dengan Suster Kinar.
"Ada hubungan apa kamu dengan Suster itu, Dit? Aku sesak melihat kamu perhatian pada perempuan lain. Tidakkah di hatimu masih tersisa perasaan untukku?" guman sosok perempuan itu menatap sendu punggung Dokter Radit.
...****...
Dokter Radit duduk termenung di balik meja kerjanya. Tangan sang dokter memijit keningnya sendiri yang berdenyut memikirkan hal-hal yang telah berlalu selama 3 bulan pernikahan sirinya dengan Suster Kinar.
Jujur saja, tidak mudah bagi Radit untuk kembali mencintai sejak pengkhianatan yang ia dapatkan. Ia masih trauma. Begitu pun perasaanya pada Suster Kinar, tak seistimewa itu. Ia hanya merasakan perasaan sayang pada perempuan itu. Untuk jatuh cinta ia belum ingin menjatuhkan hatinya kembali. Juga perasannya yang tak semudah itu hilang untuk perempuan di masa lalunya.
Radit tak bohong, jika ia masih merasakan perasaan hangat itu pada perempuan yang telah mengkhianati dirinya, tapi untuk kembali pun ia tak ingin. Ia hanya mencoba untuk menghapus semua bayangan kenangan itu, dan menggantinya dengan kenangan lain. Tapi bisakah? Bisakah, di saat ia sendiri tak mencobanya?
"Maaf, jika pada akhir kisah kita nanti saya menyakitimu, Kinar!" gumam lelaki itu menatap kosong.
...........
Kinar pulang ke apartemen diantar Pak Beni. Ia mengucapkan terima kasih pada sopir Dokter Radit itu sebelum masuk ke gedung apartemen. Kinar melepaskan flatshoesnya, mengganti seragamnya dengan piyama, lalu mencari makanan di kulkas, karena ia tiba-tiba saja lapar. Sebelum pulang tadi, ia sudah menebus vitamin yang diresepkan Dokter Leni.
"Yah, gak ada yang bisa dimakan!" gumam Kinar lesu melihat isi kulkas yang hanya ada tomat, bawang, dan wortel.
Dengan perut lapar, dan tiba-tiba mata yang berkaca-kaca Kinar membuka handphonenya. Duh, hormon kehamilan ini benar-benar membuat Kinar tiba-tiba jadi cengeng. Kesal sekali rasanya.
Kinar tiba-tiba ingin makan bakso yang di dekat rumah sakit. Ah, kenapa tidak tadi saja ia beli saat akan pulang. Kesal sekali dengan perasaan menginginkan makanan itu di saat sudah di apartemen seperti ini. Masa iya dia harus kembali ke rumah sakit.
"Duh, sayang! Jangan makan bakso yang di situ, ya! Jauh banget loh kalau Bunda mau balik lagi ke sana," ucap Kinar, mengusap perut datarnya yang tertutup piyama. Perasaan hangat itu menjalari hatinya mengingat ia membawa nyawa lain di rahimnya. Apa perasaan semua calon ibu sama sepertinya?
"Pengen banget, ya?" guman Kinar, rasanya mau menangis mengingat bakso Pak Toto langganannya dengan Suster Lina yang berada di samping rumah sakit.
"Ehm, kalau kita minta tolong Ayahmu itu dia mau beliin gak ya?" Kinar menggigit bibirnya ragu untuk meminta Dokter es itu membelikannya bakso Pak Toto. Nanti ia malah kena semprot lagi, kan ngeselin. Tapi... Dia pengen banget makan bakso loh. Ini dianya yang pengen, apa cabang bayinya sih?
Kinar menimang-nimang handphonenya, dan tak sadar jika ia telah menekan tombol panggilan pada nomor Radit yang tadi sudah ia buka.
Kinar langsung panik ketika panggilannya disambut oleh Dokter Radit.
"Halo!" sahut suara Dokter Radit datar seperti biasa.
Kinar menggigit bibirnya gugup, gimana ngomongnya coba?
"Eh... Itu, Mas.... "
"Ada apa, Suster Kinar? Bicara yang jelas!" sahut Radit di seberang sana mulai kesal.
"Mau bakso, Mas!" sahut Kinar cepat, takut jika lelaki itu memutuskan sambungan telepon.
"Hah?" ucap Dokter Radit bingung di seberang sana.
Kinar menghela napas gugup, "aku mau bakso Pak Toto, Mas. Bisa minta tolong beliin?" ucap Kinar dengan satu tarikan napas.
Radit tampak tak menyahut di seberang telepon. Kinar yang tak mendapatkan jawaban dari seberang sana, menjauhkan ponselnya dari balik telinga, menatap benda pipih di tangannya yang masih menampilkan durasi panggilan.
Kinar kembali menempelkan ponselnya di balik telinga. Lalu kembali berbicara.
"Eh, kalau Mas lagi sibuk--"
"Kamu ngidam?" potong Dokter Radit di seberang telepon.
Kinar menghela napas lega. Ia kira lelaki itu tak mendengar ia bicara.
Kinar menjawab, "iya, Mas."
"Ok, saya belikan. Tunggu saja nanti Pak Beni yang akan antarkan ke apartemen. Sudah? Tidak ada lagi, kan?" ucap lelaki itu masih dalam mode datar.
Kinar membalas, "iya itu saja, Mas. Terima kasih, dan maaf merepotkan...."
"Hem!"
"Saya tutup panggilannya, Mas!" ucap Kinar meminta izin mengakhiri panggilan.
"Iya."
Sahutan singkat itu mengakhiri panggilan telepon mereka. Kinar mengembuskan napas. Bodoh banget kan dia mengharapakan Dokter Radit akan berbicara lembut ketika mengetahui ia sedang hamil. Dia terlalu banyak menggantungkan harapan sepertinya. Duh, Kinar kamu harus segera sadar jika ini akan berakhir. Tak ada masa depan untuk kalian. Mereka bagai langit dan bumi, yang sangat jauh berbeda. Dari segi apapun itu.
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Dewi Nurmalasari
kalo nyakitin kinar? yg ada nnt lu sndei yang tersakiti
2024-01-07
1
Dewi Widiawati
sabar suster Kinar
2024-01-02
0
Kanjeng Mami Kanjeng
moga suster kinar jadi jodo dktr radit selamya.
2023-07-07
1