"Hari ini saya lebih awal berangkat. Kamu tidak apa-apa diantar Pak Beni?" ucap Dokter Radit ketika mereka menyantap sarapan.
Kinar yang sedang menyiapkan kotak bekal makan siang mengangguk singkat.
"Jangan lupa bawa vitaminmu!" pesan lelaki itu.
Kinar mengangguk lagi. Ia tak mood bicara hari ini sejak lamunannya tentang perasaan tadi. Kenapa sih dia baperan sekali, padahal biasanya juga tidak. Rasanya begitu kesal dan memuakkan untuk Kinar hadapi.
"Sudah diminum susunya?" tanya Dokter Radi lagi masih dengan nada datar.
"Sudah, Mas!" sahut Kinar singkat.
Radit mengangguk. Ia tahu sepertinya mood perempuan ini sedang tak baik, untuk itu ia tak bersuara lagi. Setelah menghabiskan sarapannya, Radit berpamitan untuk berangkat lebih dulu dan menerima kotak bekal yang diserahkan oleh Kinar.
Sedangkan, Kinar baru berangkat ketika jam setengah delapan, diantar oleh Pak Beni. Hari ini moodnya jelek sekali. Meski tadi pagi ia sudah tak lagi merasakan mual muntah itu, sekarang diganti moodnya yang berubah jelek. Bawaannya kok pengen ngocehin orang.
...*****...
Lelaki bersneli putih itu menatap mobil sedan hitam yang baru saja terparkir di halaman rumah sakit. Lelaki itu berdiri bersandar di depann mobilnya sendiri. Memperhatikan ketika pintu mobil penumpang bagian belakang terbuka dan seorang perempuan dengan seragam perawatnya itu keluar. Lelaki itu terus memperhatikan hingga punggung sang perempuan menghilang di balik pintu masuk gedung rumah sakit.
"Apakah karena itu kamu menolak saya, Suster Kinar?" gumam lelaki itu getir.
Sesak itu ia rasakan kembali. Kemarin, saat ia berbelanja di supermarket untuk memberi keperluan dapur apartemennya, ia melihat Kinar bersama dengan Dokter Radit berbelanja dengan beriringan. Dokter Ardi, melihat ketika Dokter Radit memasulkan beberapa kotak susu hamil ke dalam troli. Netranya memperhatikan itu di balik rak tanpa kedua orang itu sadari.
"Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu, Suster Kinar!" doa lelaki itu menunduk menatap sepatu pentofelnya.
............
Kinar baru saja menyelesaikan tugasnya di ruang Melati, dan memilih duduk di bangku taman rumah sakit, mencari angin segar. Lalu dari arah kanan, ia lihat rekannya--Suster Lina berjalan mendekatinya.
Suster yang usianya lebih tua dua tahun darinya itu duduk di bangku besi samping Kinar. Oh, dan Kinar tahu kalau rekannya ini akan mengajaknya bergosip. Kinar sih suka saja ya kalau yang diangkat dalam topik pergosipan mereka adalah Dokter Radit, sang suami.
"Kin, tadi aku gak sengaja lihat Dokter Radit sama Dokter Ririn pelukan di koridor mau menuju ruang UGD. Menurut kamu mereka ada hubungan apa ya?" ucap Suster Lina memulai obrolan.
"Pelukan? Dokter Radit sama Dokter Ririn?" Kinar sudah memutar posisi duduknya menyamping berhadapan dengan Suster Lina.
"Iya. Aku lihat Dokter Ririnnya nangis terus dia meluk Dokter Radit, mereka berdua bikin penasaran aja. Sejak kedatangan pertama Dokter Ririn ke sini mereka sudah menunjukkan kedekatan. Kalau memang mereka berjodoh, aku rela deh karena Dokter Ririn orangnya cantik dan juga baik," ujar Suster Lina lagi, kali ini lebih menggebu dengan semangat.
"Tahu darimana kamu kalau dia orang yang baik, Sus?" tanya Kinar dingin. Tak suka akan fakta jika dua orang yang dibicarakan oleh Suster Lina itu berpelukan.
"Ya, dari sikapnya yang murah senyum, terus aku pernah lihat dia bantuin papah pasien ke ruangan, menurutku dia orang yang baik." Suster Lina menyampaikan penilaiannya.
"Jangan cuma menilai dari luarnya saja, Sus. Hati manusia siapa yang tahu!" sahut Kinar sewot.
Suster Lina yang mendapati wajah kesal rekannya pun kebingungan.
"Lah, Kin kok kamu malah sensian sih? Lagi PMS ya?" ujar Suster Lina menelisik wajah Kinar.
Kinar baru sadar jika ia menanggapinya berlebihan. Ia pun segera mengubah ekspresi kembali seperti biasa.
"Ah, gak lupakan aja, Sus!" ucapnya mengibaskan tangan.
Suster Lina mengangguk. Lalu keduanya kembali memulai obrolan dengan pembahasan tentang pasien yang rewel saat disuruh minum obat dan berbagai hal tentang pekerjaan mereka.
...*****...
"Radit!"
Radit yang baru saja keluar dari ruang UGD langsung tersentak mundur ke belakang karena seseorang tiba-tiba menerjang tubuhnya dengan sebuah pelukan.
"Hiks! Dit, sebentar saja, kumohon!"
Radit ingin melepaskan pelukan dari perempuan yang menggunakan sneli yang sama dengannya, tapi lengan perempuan itu melingkari pinggangnya erat.
"Dokter Ririn, tolong lepaskan!" ucap Radit dingin.
Dokter Ririn tak bergeming, dan Radit dengan terpaksa mendorong agak keras tubuh perempuan dalam pelukannya hingga pelukan itu terlepas.
Perempuan di depannya tampak bersimbah air mata. Radit hanya menatap datar, mengepalkan tangan menahan diri agar tak mengusap cairan yang membasahi wajah perempuan di depannya.
"Ada apa kamu menangis?" tanya Radit datar, menyembunyikan kedua tangannya dalam kantong celana dasarnya.
"Papa, Dit! Papa kritis," jawab Dokter Ririn dengan terisak menunduk.
"Sudah diperiksa Dokter, kan? Berdoa saja semoga beliau segera melewati masa kritisnya," sahut Radit datar.
Dokter Radit hendak melangkahkan kakinnya pergi, tapi kembali Dokter Ririn memeluknya dan kini dari belakang. Radit dapat merasakan basah di punggungnya. Ia masih mencoba menahan diri, mendiamkan untuk beberapa detik perempuan itu memeluknya, sebelum kembali melepaskan belitan tangan itu dan berbalik menatap perempuan di hadapannya.
"Jaga sikapmu, Dokter Ririn! Kita sudah tidak punya hubungan apapun lagi, selain rekan kerja. Jadi, jangan menunjukkan sikapmu yang seperti ini," ucap Radit dingin dan berlalu pergi dengan langkah lebar meninggalkan Dokter Ririn yang masih tergugu di tempatnya berdiri.
"Dit, kenapa sulit sekali menggapai hatimu kembali!" isaknya menatap punggung Dokter Radit yang semakin berjalan menjauh.
Sedangkan, di sisi Radit sendiri lelaki itu tampak tak terbaca. Ekspresinya datar dan dingin, tak menampakakkan emosi perasaan yang melingkupi hatinya. Perasaan seperti ini sungguh menyiksa bagi Radit. Ia ingin lepas dari bayang-bayang kenangan bersama perempuan itu, dan jujur saja sejak perniakahan sirinya dengan Kinar ia sudah mulai mengubur kenangan itu. Namun, kedatangan kembali perempuan masa lalunya mengacaukan semua usaha Radit selama ini. Ia tak ingin jadi pengecut, tapi tanpa sadar sudah bersikap seperti lelaki pengecut.
Beda dengan Radit, beda juga dengan Kinar. Suster satu itu tampak uring-uringan selama hari itu. Makanan tak ia habiskan, terus emosi tak terkontrol sehingga ia marah-marah pada salah seorang pasien remaja karena menolak makan dan minum obat dengan menjatuhakn piring berisi makanan yang ia bawa. Untungnya Suster Lina segera membawanya keluar dari ruangan pasien itu hingga Kinar bisa menenangkan emosinya. Pokoknya hari itu, hari yang begitu tak enak bagi Kinar. Belum lagi ketika ia berpapasan dengan Dokter Radit yang hanya melewatinya tanpa menyapa. Oh, Kinar memang berlebihan dengan berharap mendapatkan sedikit sapaan atau pertanyaan dari lelaki es itu. Kacau. Pokoknya hari itu kacau buat Kinar. Rasanya bukan cuma Kinar, tapi juga Dokter Radit dan dua dokter lainnya yang mungkin meratapi hati.
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Bunda Aish
kasihan bumil....dr Radit masa ga tersentuh sedikit pun 😬😶
2024-01-07
0
Erny Manangkari
radit ingat bentar lagi kamu akan punya anak
2023-10-03
0
kiara putri salsabila
aamiiiin
2023-07-05
0