Setelah dua hari Kinar mendapatkan shift malam. Akhirnya hari ini ia dapat shift pagi. Rumah sakit mulai ramai di jam setengah 12 siang. Kinar sendiri tak begitu sibuk karena sudah menyelesaikan tugasnya. Ia tinggal menunggu bagian koki rumah sakit selesai memasak, baru waktunya ia mengantarkan makan siang.
Mengenai pernikahan siri nya dengan Dokter Radit, kini tak terasa telah berjalan 2 minggu. Tak ada yang spesial dari 2 minggu itu. Selain aktivitas panas mereka terakhir kali di ruangan lelaki itu beberap hari yang lalu. Kinar tak ingin mengingatnya, karena begitu membuat wajahnya selalu memanas dan degup jantung selalu menggila.
"Eh, suster permisi! Maaf, bisa bantu saya ke ruang dr. Raditya!"
Seorang wanita paruh baya berpenampilan modis menghentikan langkah Suster Kinar yang hendak masuk ke lift.
"Maaf, dr. Raditya Al-Ghifari, Sp.B, benar?" tanya Kinar menyebutkan nama Dokter yang merupakan suaminya itu.
"Iya, benar. Bisa tolong antar saya ke sana!" balas wanita baya itu dengan senyum ramah.
Kinar mengangguk. Ia pikir perempuan ini mungkin mau konsultasi tentang hal kesehatannya. Ia mengangguk singkat.
"Bisa, Bu. Mari ikuti saya!" ujar Kinar ramah, mengajak wanita baya itu masuk bersamanya ke dalam lift.
Keduanya tak ada percakapan di dalam lift. Tak sampai semenit, pintu lift terbuka mengantarkan mereka ke lantai tiga. Kinar berjalan lebih dulu di ikuti wanita paruh baya di belakangnya. Lalu langkah mereka berhenti di depan pintu yang depannya tertulis nama dr. Raditya Putra Al-Ghifari, S.p.B.
"Silahkan, Bu! Ini ruangan nya Pak Dokter," ucap Kinar menunjuk pintu yang tertutup.
Wanita paruh baya itu tersenyum lebar, "terima kasih ya, sus!"
Kinar mengangguk. Berpamitan undur diri dari hadapan sang wanita paruh baya tadi. Langkahnya baru hilang dari pandangan wanita paruh baya itu di balik tikungan.
"Eh, kamu ngapain sama istrinya Pak Ghifari, Kin?"
Suara di belakang nya di sertai tepukan di pundaknya membuat Kinar kaget.
"Astagfirullah!" Kinar menoleh sambil mengusap dadanya yang berdebar kaget.
"Suster Lina selalu saja suka banget ngagetin saya," ucap Kinar ke orang yang telah membuatnya kaget.
"Hehe, maaf ya!" Suster Lina menyengir tak enak hati.
"Nanya apa tadi?" tanya Kinar sambil melanjutkan langkahnya berdampingan dengan Suster Lina.
"Itu... kamu ngapain sama istrinya Pak Ghifari?" tanya Suster Lina lagi.
"Hah? Pak Ghifari yang punya rumah sakit ini? It-itu tadi istrinya?" tanya Kinar menoleh terkejut menatap Suster Lina. Pak Ghifari itu pemilik rumah sakit ini, yang berarti ayah mertuanya juga.
"Iya. Kamu gak tahu memangnya. Cantik banget ya beliau meski sudah berumur. Kayak awet muda gitu!" Suster Lina memuji dengan mata berbinar.
Sedangkan, Kinar sibuk dengan pikirannya. Eh, tadi itu berarti ibu mertuanya dong? Kok dia kurang ajar banget ya, harusnya kan tadi ia cium tangan wanita paruh baya itu. Ah, dia kan mana tahu, lagi pula pernikahan mereka kan dirahasiakan. Ah, kok Kinar jadi galau begini sih.
"Eh, Kin. Malah melamun kamu!" sentak Suster Lina menyenggol lengan rekannya.
"Ah nggak, sus. Saya mau ke toilet dulu duluan, ya!" Kinar melenggang pergi lebih dulu meninggalkan Suster Lina yang menatapnya dengan bingung.
"Makin hari makin aneh saja si Kinar!" gumam Suster Lina menggeleng.
...****...
Dokter Radit masuk ke ruangannya setelah menyelesaikan pemeriksaan pada pasien nya. Ia tampak kaget mendapati seoarng wanita paruh baya yang berada di ruangan nya.
"Mama!" ucapnya kaget melihat kehadiran ibunya yang duduk di sofa ruangannya.
"Tumben ke sini?" tanya Radit melenggang masuk. Meletakkan sneli dokternya ke sandaran kursi kerjanya.
"Habis dari ruangan Papamu. Jadi, sekali saja ke ruangan kamu. Sudah makan belum? Nih, Mama bawain makan siang," ucap Sonia menunjuktas tepak yang ia bawa.
"Wah, ada angin apa nih, Ma!" ucap Radit senang.
"Gak ada angin apa-apa. Sudah makan sini, Mama mau ngobrol," sahut Sonia menepuk ruang kosong di sofa sampingnya.
Radit mengangguk. Membuka kotak bekal yang dibawa ibunya, dan menikmati makan siangnya dengan khidmat.
"Dit, tadi Mama dianterin suster cantik ke sini. Kamu kok gak bilang-bilang kalau di Rumah Sakit kita ini banyak suster yang cantik." Sonia menatap selidik putranya.
"Lah, kenapa memang kalau banyak yang cantik. Terus apa hubungannya kalau aku bilang sama Mama!" sahut Radit cuek.
"Aish, anak ini! Ya, mau Mama deketin lah terus tanya-tanya udah punya pasangan belum. Kalau belum kan mau Mama jodohin sama kamu," ucap Sonia kesal akan tanggapan Radit.
"Ma, please deh. Nanti aku bawa saja ya cucu ke hadapan Mama biar bisa Mama timang-timang," ucap Radit jengah.
"Terserahmu lah, Dit. Pusing Mama sama kamu!" sungut Sonia beranjak dari tempat duduknya dan melenggang keluar dari ruangan sang putra.
Kinar yang dari tadi berdiri bimbang di lorong koridor rumah sakit, segera menghampiri wanita paruh baya yang baru saja keluar dari ruangan Dokter Radit.
"Eh maaf, Tante!" Kinar menghentikan langkah wanita baya itu. Ia tampak mengumbar senyum sungkan karena telah lancang.
Sonia berhenti. Senyum ramahnya terukir saat tahu orang yang menghentikan langkahnya adalah suster yang mengantarnya tadi.
"Oh, iya ada apa, sus?" tanya Sonia menatap berbinar perempuan cantik di depannya. Sonia memperhatikan rambut tersanggul rapi Kinar, dan struktur wajah perempuan cantik di depannya itu. Ia memberikan nilai 92 dari 100 untuk wajah suster di depannya ini.
"Ah, ini!" Kinar mengangsurkan dompet rajut yang berada di kantongnya. Dompet yang ia rajut sendiri di kala bosan saat di rumah sakit.
"Wah, apa ini? Bagus banget!" Sonia menerima pemberian Kinar dengan mata berbinar cerah.
"Ini untuk saya?" tanya Sonia mengangkat benda itu. Menelitinya dengan netra yang tampak berbinar tulus. Tak ada kebohongan yang dibuat-buat dari netranya.
Kinar mengangguk dengan senyum lega. Lega ternyata pemberiannya tak ditolak oleh sang ibu mertua. Ia pikir benda itu akan ditolak karena tak sebanding dengan barang-barang bermerek yang digunakan sang mertua. Ternyata ia terlalu picik berpikir seperti itu.
"Terima kasih banyak, suster--"
"Suster Kinar, Bu!" sahut Kinar menyebutkan namanya.
"Wah namanya cantik seperti orangnya, ya. Sekali lagi terima kasih, suster. Kapan-kapan kita ngobrol lagi, saya buru-buru soalnya," ucap Sonia menyimpan dompet rajut pemberian Kinar ke tasnya.
"Ah, iya silahkan, Bu."
Wanita paruh baya itu berlalu setelah melempar senyum pada Kinar. Sedangkan, Kinar menatap punggung Sonia dengan dada menghangat bahagia. Apakah akan lebih hangat lagi rasanya ketika ia bisa memeluk dan berbagi cerita bersama wanita baya itu dengan status menantu dan mertua?
"Jangan terlalu banyak berharap, Kinar! Fokus saja pada tujuan pernikahan ini!" batinnya mengingatkan.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Naa
/Grin//Grin//Grin//Grin//Grin/
2024-01-02
0
Agustina Kusuma Dewi
semua manusia ga muna
pastinya menginginkan harapan yg baik dlm hdpnya
2023-07-05
1
ciru
cakeep. ibu mertua yg ramah
2023-07-05
1