Kinar baru saja sampai di rumah sakit hari ini sedikit telat. Karena ia bolak balik mual dan muntah pagi ini. Ia mungkin masuk angin karena beberapa hari belakangan ini agak sibuk, dan banyaknya pasien. Sedangkan, Dokter Radit sendiri selalu pergi lebih awal.
Kinar baru saja meletakkan tas nya di loker nya ketika Suster Lina menghampirinya.
"Eh, Kin kita kedatangan Dokter baru loh. Kamu sudah kenalan belum? Cantik banget dokter nya kayak bule," ucap Suster Lina mengikuti langkah Kinar yang mau mengisi absen.
"Belum. Kapan? Kerja di sini?" tanya Kinar menoleh pada Suster Lina penasaran.
"Iya, katanya kemarin kerja di Surabaya terus dimutasi ke sini," sahut Suster Lina menjelaskan.
"Eh, tahu gak ada yang aneh loh tadi pagi. Dokter Radit tiba-tiba aja senyum sama si Dokter baru ini. Kejadian langkah banget loh, Kin. Ya ampun masih terbayang-bayang aja senyum manisnya Dokter Radit, " lanjut rekan Kinar itu berbinar.
Oh, salahkah jika Kinar merasa aneh dengan dirinya. Ia merasa tak suka akan fakta Dokter Radit yang dipuji Suster Lina atau Dokter Radit yang tersenyum pada perempuan lain? Aish, ada apa sih dengan dirinya?
"Ya udah lah nanti aku kenalan. Sekarang mau absen dulu, sus. Duluan ya!"
Kinar melenggang pergi meninggalkan Suster Lina yang menatapnya kian kebingungan. Tingkah rekannya itu kian makin aneh. Membuatnya bingung saja.
Kinar berjalan terburu-buru sehingga tak menyadari ketika ia menabrak seseorang di depannya.
"Aduh, ma-maaf!"
Kinar menatap kertas-kertas yang berhamburan di lantai. Segera ia membantu memunguti dan menyerahkan kertas-kertas itu pada perempuan yang ikut berjongkok di depannya.
"Eh, dokter?" gumam Kinar tanpa sadar. Oh, dia merasa rendah diri sebagai seorang perempuan, melihat perempuan cantik di depannya ini.
"Ah, maaf ya, Dok!" ucap Kinar merasa tak enak.
Kinar bangkit dari posisi berjongkoknya tadi, di ikuti perempuan bersneli putih itu.
"Gak apa-apa! Saya tadi juga jalan kurang lihat, karena sambil baca," ucap perempuan itu tersenyum ramah.
"Ah, iya kita belum kenalan, Sus. Saya Ririn Amanda, dokter anak-anak!"
Perempuan cantik di depan Kinar itu mengulurkan tangan. Meski Kinar merasa linglung, ia tetap menyambut tangan perempuan itu yang terasa halus di genggamannya. Ya ampun telapak tanganya tak sehalus dokter ini. Dia merasa iri.
"Saya Suster Kinar Ananda Putri, Dok. Senang berkenalan dengan Anda!" balas Kinar melempar senyum.
"Ah, baiklah. Sampai ketemu di lain waktu, Suster Kinar. Saya ada pasien, duluan ya!"
Kinar mengangguk, menanggapi ucapan sang dokter cantik itu. Ia melanjutkan langkahnya yang berlawanan arah dengan Dokter Ririn. Pikirannya berkelana kemana-mana. Memikirkan ucapan Suster Lina yang mengatakan Dokter Radit memberi senyum pada dokter cantik itu, juga keanehan di dirinya sendiri. Ia merasa tak suka atau... Cemburu? Mana bisa?
...****...
Kinar masih memikirkan tentang dokter cantik itu. Juga merasa kesal akan yang dikatakan Suster Lina, yang mengatakan jika Dokter Radit tersenyum pada Dokter Ririn. Dia merasa iri, benarkah? Tentu saja, karena lelaki itu bahkan tak pernah memberinya senyum di dua bulan pernikahan mereka ini. Miris sekali.
"Suster Kinar!"
"Astaga!"
Kinar yng dari tadi berjalan melamun segera mengangkat pandangan, dan bertemu dengan tatapan datar Dokter Radit di depannya.
"Sudah makan siang?" tanya lelaki itu datar?
Kinar menggeleng polos. Dia belum lapar, dan akhir-akhir ini napsu makannya berkurang.
"Ikut saya!"
Kinar tak membantah. Mengikuti langkah lelaki di depannya. Mereka ternyata menuju ruangan lelaki itu. Kinar masuk setelah menutup pintu cokelat itu.
"Sini!" Dokter Radit sudah duduk di sofa yang ada di ruangannya.
Kinar ikut duduk di sofa kosong samping Dokter Radit. Ia menangkap ada 2 kotak nasi di meja kaca depan sofa. Oh, lelaki ini memesan nasi.
"Makanlah!"
Kinar menerima kotak nasi yang sudah dibuka oleh lelaki itu, dengan tatapan nya lekat pada sang dokter. Ia menilik lelaki minim ekspresi di sampingnya yang mulai menyantap makanannya.
"Ada apa? Kamu tidak suka lauknya?"
Radit yang sadar jika Kinar memperhatikannya menoleh dengan alis terangkat, bertanya.
Kinar menggeleng. Segera mengalihkan pandangan ke makanan di tangannya. Meski tak berselera, ia tetap memakannya untuk menghargai sang suami yang telah memesankan untuknya.
Senyum samar tersungging di bibir Kinar, menerima perhatian tak langsung ini. Apakah lelaki ini mulai lunak? Ah, dia tidak boleh berharap banyak.
"Kuperhatikan kamu tak berselera makan belakangan ini. Kamu sakit?"
"Uhuk!"
Kinar tersedak mendapatkan pertanyaan dari Dokter Radit. Buru-buru ia menyambar gelas yang disodorkan oleh lelaki itu.
"Hati-hati!" ucap Radit masih dengan nada datar.
Kinar meletakkan gelas kembalu ke meja. Ia baru makan empat suap, dan rasanya sudah eneg. Ia meletakkan kotak nasinya di atas meja, hal itu ditatap Radit dengan tajam.
"Kenapa tidak dihabiskan?" tanya Radit, menatap tajam Kinar.
"Sudah kenyang, Mas!" jawab Kinar lesu.
Radit tak bersuara lagi. Melanjutkan makannya, baru setelah ia selesai makan ia kembali membuka suara.
"Kamu sakit?" tanya Radit, menilik wajah Kinar yang agak pucat.
Kinar menggeleng, "nggak, Mas. Memang kemarin itu pengalaman pertama saya di ruang operasi."
Radit mengangguk. Lalu keduanya sama-sama diam.
"Ehm, kalau gitu saya keluar dulu, Mas. Takutnya dicariin Suster Lina." Kinar bangkit dari tempat duduknya dan hendak keluar. Namun, Radit menahannya.
"Ini! Dimakan kalau kamu lapar!" Radit menyerahkan sebatang cokelat ke hadapan Kinar. Perempuan itu sempat menatap bingung, tapi segera menerima cokelat itu dengan senyum terkembang.
"Terima kasih, Mas! Saya permisi!"
Radit mengangguk masih dengan wajah datar. Setelah punggung Kinar menghilang di balik pintu ruang kerjanya, barulah senyum samar itu terbit di bibir lelaki itu tanpa ada yang tahu.
"Manis!" gumamnya tanpa sadar.
...****...
Radit nginap ke rumah orang tuanya malam ini. Karena, Kinar dapat shift malam hari ini. Ia dari dulu tak suka kalau hanya sendiri mendiami suatu tempat. Apartemen itu juga baru dia beli 3 bulan lalu, saat ia dan Kinar menikah.
"Dit, benar kata Papa kalau Ririn dimutasi ke rumah sakit kita?" tanya Mamanya membuka obrolan ketika makan malam.
"Hem!" sahut Radit mengangguk.
"Tante Ajeng bilang... Ririn janda sekarang. Kamu gak berniat untuk kembali denganya, kan? Mama gak setuju lagi kalau kamu mau CLBK sama dia. Cukup waktu itu dia bikin kamu malu," ucap Sonia dengan nada kentara sekali sinis.
"Nggak, Ma! Mama tenang saja," jawab Radit singkat.
Mamanya mengangguk. Tak lagi mengangkat obrolan tentang Ririn--mantan calon istrinya.
"Eh, Pak Beni bilang kamu sudah mau nyetir sendiri. Itu benar? Gak trauma lagi?" tanya Ghifari yang sudah menyelesaikan makannya.
"Benar, Pa. Syukurlah nasehat dan saran dari Dokter Fahri selama ini berhasil." Radit menjawab setelah menyelesaikan kunyahannya.
"Syukurlah kalau seperti itu." Papanya mengangguk lega.
"Oh, ya Dit. Suster Kinar itu masih kerja kan di rumah sakit kita?"
"Uhuk!"
Radit yang sedang menyuap nasi, tersedak. Pertanyaan dari Mamanya membuat ia kaget. Darimana Mamanya kenal Kinar?
"Minum! Kamu ini, pelan-pelan makannya, Dit."
Radit segera meminum air di gelas yang disodorkan sang Papa. Setelah lega dengan rasa tak nyaman tersedak tadi, barulah Radit kembali memfokuskan pandangan pada Mamanya. Ia sudah menyelesaikan makannya jadi mengurangi resiko tersedak lagi.
"Ah, iya Ma. Mama tanya apa tadi?" tanyanya was-was.
"Itu... Suster Kinar. Suster cantik yang waktu itu nganterin Mama ke ruangan kamu, dia masih kerja di rumah sakit kita, kan?" tanya Mamanya dengan mata kentara sekali berbinar.
Radit mengangguk. Sedikit lega karena Mamanya mengenal Kinar ketika perempuan itu mengantarkan ibunya ke ruangannya.
"Bagus. Mama mau ngobrol sama dia besok," ucap Sonia senang.
"Ngapain?" tanya Radit penasaran.
"Hah? Ngapain gimana? Ya, ngobrollah," sahut Sonia santai.
Sedangkan, Ghifari sudah meninggalkan meja makan, menuju ruang TV. Membiarkan saja anak dan istrinya itu mengobrol.
"Iya, maksud Radit mau ngobrolin apaan?" tanya Radit gemas.
"Oh. Ada lah masalah bisnis!"
Bisnis apaan? Mamanya ini semakin hari membuat Radit kebingungan saja. Sikap mamanya ini loh, kadang membuat Radit tak percaya akan otak liciknya.
...Bersambung.......
Thanks banget gaesss sama support kalian. aku senang loh 😍😍 jadi tetap support saya sampai selesai nih story ya biar saya up banyak terosss, hehe.
Gimana sama Dokter Radit? Mau kita bikin gimana nih biar dia bucin?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
anita
bisnis cr mantu idaman lah
2023-12-28
1
Erny Manangkari
iya thor bkin bucin aja sama kinar
2023-10-02
1
Nury Tilawaty
ayoooo restui mmh radit😍😍😍
2023-07-17
0