Warning!
Bab ini ada scene nganu gaess....
jadi jangan pada baper sama ngiler ya, saya tak tanggung jawab, hehe V
Happy Reading....
Kinar keluar dari rumah sakit setelah menyelesaikan pergantian shiftnya dengan suster lain. Ia baru bisa pulang ketika jarum jam menunjuk angka tujuh.
Ia sedang menunggu taksi di halte. Sebenarnya bisa saja ia meminta jemput pada Pak Beni, tapi Kinar tak ingin merepotkan sopir Dokter Radit itu.
Sebuah mobil sedan putih berhenti di depan halte. Kinar memperhatikan ketika jendela mobil diturunkan, dan seorang wanit baya yang dikenalnya itu melambaikan tangan meminta ia mendekat.
"Pulang bareng kami saja, sus! Ayo!" ajak Ibu Maria. Sedangkan, Dokter Ardi yang duduk di balik kemudi hanya melempar senyum ramah, dan mengangguk.
Kinar tak menolak. Ia segera membuka pintu di kursi belakang, dan mobil melaju setelahnya. Di dalam mobil, hanya ada percakapan antara Ibu Maria dan Kinar, sedang Dokter Ardi hanya menanggapi sesekali. Tak bisa Kinar pungkiri, jika ia merasa Dokter yang menyatakan perasaan padanya beberapa hari lalu itu, tampak sedikit memberi jarak. Kinar paham, dan tak merasa tersinggung. Justru ia merasa lega, dengan begitu ia tak perlu merasa bersalah terus karena telah menolak sang dokter.
Kinar pulang ke apartemen ketika jam yang melingkar di lengan kirinya menunjukkan angka delapan malam. Ia masuk ke dalam apartemen yang lampunya sudah menyala, ia pikir mungkin Dokter Radit sudah pulang.
"Kemana kamu? Kenapa baru pulang? Habis kencan sama dokter itu?"
Suara bernada dingin itu memberondong Kinar dengan berbagai pertanyaan. Kinar menangkap keberadaan Radit yang berdiri bersedekap di depan pintu kamar. Menatapnya dengan tajam dan mengintimidasi.
"Nggak! Saya habis dari--"
"Nggak usah bohong! Saya lihat kamu jalan berdua dengan dokter itu," ucap Radit memotong ucapan Kinar.
"Tapi--"
Kinar tak dapat melanjutkan ucapannya karena Radit sudah masuk ke dalam kamar dengan membanting pintu kasar.
"Kenapa sih Dokter itu beberapa hari ini suka marah-marah gak jelas. Sok tahu banget terus menyimpulkan sendiri. Aish, hubungan macam apa ini? Kesel banget ih pengen cubit itu mulut pedesnya!" gerutu Kinar sambil meletakkan flatshooesnya di rak samping pintu.
"Gila kamu ngomong sendiri?"
Kinar mengusap dada kaget mendengar suara Radit yang berdiri di belakangnya, berjalan keluar dari apartemen.
Kinar hanya menatap punggung lelaki itu dengan menggelengkan kepala tak habis pikir. Kenapa sih?
...****...
Kinar baru saja hendak merebahkan diri di kasur, ketika pintu kamar dibuka. Dilihatnya Dokter Radit yang masuk dengan menenteng buku di tangannya. Netra Kinar mengikuti gerakan lelaki itu yang meletakkan buku di rak sudut kamar, lalu membuka lemari dan mengambil piyama tidurnya. Semua itu tak lepas dari netra Kinar, sampai punggung lelaki itu menghilang di balik pintu kamar mandi.
Kinar mengembuskan napas. Membaringkan tubuhnya di sisi kiri ranjang. Tak sampai lima menit, Radit keluar dari kamar mandi. Ikut bergabung di ranjang di sisi kanan bersama Kinar.
Kinar sempat tersentak kaget, begitu tangan kekar lelaki itu melingkari pinggangnya. Namun, ia mencoba rileks dan menguasai diri, yang tiba-tiba saja gugup.
"Fokus pada tujuan pernikaan ini, Suster Kinar! Kamu belum hamil, kan? Malam ini saya akan buat kamu segera mengandung lalu melahirkan anak saya, setelah itu... Kamu bebas ingin berkencan dengan siapa saja!" bisikan itu diiringin ke cu pan lelaki itu di leher belakang Kinar.
Kinar tak menolak ketika lelaki itu membalikkan tubuhnya dan mereka saling berhadapan. Lelaki itu mendekatkan wajah mereka, dan Kinar menyambut ci u man lembut yang sang suami berikan.
Malam itu keduanya kembali mereguk kepuasan berbagi keringat. Permainan keduanya baru selesai dua jam kemudian. Keduanya saling mengatur napas, memandangi langit-langit kamar tanpa suara.
"Saya tidak kencan dengan Dokter Ardi, Mas!" ucap Kinar tiba-tiba. Entah untuk alasan apa ia repot-repot menjelaskan kesalah pahaman lelaki di sampingnya itu.
Radit tampak diam beberapa saat, sebelum menanggapi ucapan Kinar tadi tanpa menoleh.
"Lalu kenapa kamu pulang berdua denganya tadi, dan terlambat pulang?" tanya Radit datar. Oh, dan Radit tak menyadari jika dari pertanyaan nya itu terselip perasaan tak mengenakkan yang tiba-tiba menggelayuti hatinya.
Kinar mengembuskan napas, sebelum memulai penjelasan nya.
"Kami di mobil bertiga dengan Ibu Maria, ibunya Dokter Radit. Saya kebetulan mau pulang naik taksi, tapi gak sengaja berpapasan sama keduanya terus diajak pulang bareng. Nah waktu di jalan Ibu Maria mampir dulu ke toko kue, makanya pulangnya telat," jelas Kinar. Memiringkan tubuh menghadap Radit. Menantikan tanggapan dari lelaki itu. Kinar memeluk selimut yang menutupi tubuh tanpa busananya. Menanti rasa suara lelaki di sampingnya.
"Ok, saya terima penjelasanmu. Kuharap kamu bisa menjaga rahasia pernikahan ini hingga kamu bebas!" sahut lelaki itu pada akhirnya.
Kinar mengangguk. Tampak merasa lega karena telah meluruskan kesalah pahaman di antara mereka. Jujur saja, ia tak suka jika orang lain menilainya tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Katakanlah saja jika ia orang yang mudah tersinggung, itu memang benar.
"Kamu sudah mengantuk?" Pertanyaan Dokter Radit itu, dengan netranya yang tampak berkabut, dapat Kinar mengerti akan maksud lelaki itu.
Kinar menggeleng jujur, dengan pipi yang bersemu, lalu tak menolak ketika lelaki itu mengangkat tubuhnya ringan naik ke atas tubuh sang suami. Oh, ini posisi baru yang akan mereka coba lagi?
"Mas!" Kinar menahan de sa han nya dengan menggigit bibir, ketika lelaki itu menyatukan tubuh mereka.
"Mau memimpin, Suster Kinar?" tanya lelaki itu dengan nada yang tampak menggoda.
Kinar tak tahu juga kalau Dokter Radit ini mempunyai kepribadian berbeda-beda. Saat mereka di keadaan seperti ini lelaki ini bisa bersikap sedikit santai, tapi begitu mereka sudah pada kegiatan sehari-hari, lelaki ini akan bersikap sangat tak bersahabat dengan wajah tanpa ekspresi.
"Ah... Mas...."
Kinar menggigit bibirnya menahan rasa yang ia kenal ketika malam pengantin mereka. Meski di awalnya sedikit sakit, ia tak tahu jika akan merasakan rasa kepuasan setelahnya.
"Semoga yang kali ini bisa membuahimu, Suster!
Setelah mengucapkan itu, Dokter Radit membalik tubuh mereka, sehingga kini lelaki itu yang memimpin permainan. Kinar selalu suka memandangi wajah lelaki itu ketika mereka dalam posisi seperti ini. Karena wajah itu tampak tampan tanpa ekspresi datar dan dinginnya. Lelaki itu lebih manusiawi jika berekspresi menahan era ng an yang ia tunjukkan. Beda ketika ia berekspresi mode datar, untuk berbicara saja kadang Kinar sungkan dan tak berani.
"Mas!" teriakan tertahan itu Kinar suarakan ketika pelepasan mereka dapatkan.
Kinar akui jika ia tak munafik menikmati kebersamaan mereka ketika di ranjang. Ia juga tak munafik selama hampir 3 bulan pernikahan ini, ia mulai tak bisa mengontrol perasaannya sendiri. Apakah ia mulai jatuh cinta pada sang dokter?
...Bersambung.......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 107 Episodes
Comments
Dewi Nurmalasari
ngomong gtu terus,, giliran liat kinar bareng cowo lain emosi mulu
2024-01-07
0
Bunda Aish
laa doyan....🙃 gimana kalau kinar beneran pergi ?
2024-01-06
0
Dewi Widiawati
Dokter Radit mah sedikit bicara banyak gaya/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
2024-01-02
0