"Akh, perutku sakit sekali," ringis seorang gadis yang kini tengah menjual dagangannya di sebuah pasar tradisional yang ada di kota.
Zivanya, biasa dipanggil Ziva. Dia adalah seorang gadis berusia 21 tahun yang sehari-hari bekerja sebagai penjual sayur-sayuran demi kelangsungan hidupnya.
Sore menjelang malam, ketika seluruh sayur dagangannya telah habis terjual, Ziva pun bergegas bersiap untuk pulang ke rumah. Satu buah lobak yang tersisa Ziva bawa pulang bersama untuk di masak dan akan di santap sebagai teman nasi makan malam.
Mengayuh sepeda ontelnya dengan sekuat tenaga, Ziva menembus padatnya jalan raya, hingga tiba di rumah sederhana milik Bibinya.
Setelah kepergian Kedua orangtuanya karena kecelakaan lima tahun lalu. Kini, Ziva tinggal bersama dengan Bibi dan Juga keponakannya. Walau Ziva tahu Bibi-nya itu hanya memanfaatkan dirinya. Tapi, Ziva tetap bertahan untuk tinggal di sisi Bibi Aslin dan Keponakannya yang berusia 18 tahun bernama Xena.
Meski memiliki Bibi dan Keponakan yang tidak menyukai dan juga tidak bersikap baik terhadapnya, Ziva tetap bersyukur. Bersyukur karena setidaknya Bibi dan Keponakannya itu tidak menyiksanya, layaknya seperti Ibu tiri dan adik tiri.
Bibi Aslin, Kakak kandung dari Ayahnya, masih memberikannya tempat tinggal untuk berteduh. Bibi Aslin juga masih bekerja di salah satu perusahaan sebagai karyawan. Bibi Aslin kerap pulang malam bahkan dia sering melembur. Hutang almarhum Suaminya yang menumpuk, membuatnya terus bekerja demi menyicil hutang tersebut.
Ziva memarkirkan sepedanya dengan aman, lalu segera masuk ke dalam rumah sederhana itu. "Akhirnya Kak Ziva pulang juga, bagi duit dong, aku Lapar banget, nih," Xena bertolak pinggang seraya mengulurkan telapak tangannya yang siap menampung uang.
"Kebetulan Kakak bawa lobak, kamu tunggu di sini, kakak masakin dulu agar kita bisa makan malam," jelas Ziva akan menuju dapur, namun terhenti kala di hadang oleh Xena.
"Kelamaan tau, kak. Aku sudah lapar banget nih, lagian aku juga nggak minta banyak. Dua puluh ribu aja masak pelit gitu," kembali Xena mengulurkan telapak tangannya, membuat Ziva terpaksa mengeluarkan separuh keuntungan dari berjulan seharian.
"Begitu dong," ucap Xena lalu pergi dari rumah untuk makan enak di luar.
Setelah kepergian Xena, Ziva menghela napas berat menatap uangnya yang hanya tersisa sebesar tiga puluh ribu rupiah. "Andai aku lulusan SMA, pasti akan lebih mudah bagiku untuk mendapatkan sebuah pekerjaan," ujarnya seraya berjalan menuju dapur untuk masak makan malam.
Ziva kembali menghela napas berat kala melihat persediaan beras yang telah habis. "Kalau begini, bagaiamana aku bisa periksa ke Dokter?" Gumam Ziva yang kini berjalan ke warung terdekat untuk membeli satu kilogram beras.
Akhir-akhir ini, Ziva sering merasakan sakit perut, mual, sakit kepala, dan juga lemas yang terjadi secara tiba-tiba. Dan hal itu terjadi tidak hanya sekali, tapi sangat sering terjadi belakangan ini. Sadar kondisi tubuhnya yang kurang sehat, Ziva ingin mencoba menabung untuk biaya cek up. Namun, apadaya bila uang hasil berjualan hanya cukup untuk sehari makan.
Begitu mendapatkan beras yang dia beli di warung, Ziva langsung kembali ke rumah untuk memasakkan makan malam untuk dirinya juga Bibi Aslin yang sebentar lagi akan pulang.
Selesai masak seadanya, Ziva langsung menata nasi dan lauk ke atas meja. "ah, lelahnya," keluh Bibi Aslin yang baru pulang dari kantor.
"Bibi, makan malam sudah siap," sapa Ziva yang bermaksud minta izin agar dirinya makan malam duluan karena sudah merasa sangat lapar.
"Makan saja duluan," saut Bibi Aslin yang kini duduk di sofa rapuh dan pudar yang busanya telah keluar dari tempatnya yang sobek.
Ziva langsung menyantap makan malamnya dengan penuh rasa bersyukur. "Xena ke mana?" tanya Bibi Aslin pada Ziva.
"Tadi pergi ke warung sebelah, Bi," jawab Ziva sopan.
"Anak itu selalu saja menyusahkan," keluhnya lagi.
Selesai makan malam, Ziva langsung membersihkan piring bekas makan juga bekas masaknya. Lalu melewati ruang tamu yang di sana sudah ada Xena dan Bibi Aslin. Ziva mengabaikan mereka dan langsung berjalan akan kembali ke kamarnya.
"Kak Ziva," panggil Xena menghentikan langkah kaki Ziva.
"Ada apa?" Tanya Ziva lembut.
"Besok ada acara di sekolah, aku butuh uang seratus ribu. Mama tidak punya uang karena gajinya sudah di setor ke renternir. Jadi, aku minta sama Kak Ziva," Ziva terdiam mendengar permintaan Xena. Dia hanya punya uang tiga ratus ribu rupiah untuk modal berjualan besok pagi.
"Kak, kok malah bengong," sentak Xena membuat Ziva kaget.
"I-ini," Ziva langsung mengulurkan selembar uang kepada Xena. Saat itu juga Xena langsung berlari ke arah kamarnya dengan bersuka ria.
"Ziva, kemarilah." Pinta Bibi Aslin dan Ziva pun segera duduk di sofa dihadapan Bibinya itu.
"Kamu sudah telpon Nyonya Nata dan kamu juga sudah mengatakan setuju, belum?" tanya Bibi Aslin serius.
"Sudah, Bibi. Aku menelponnya tadi pagi dan aku juga sudah mengatakan kepadanya kalau aku setuju menikah dengan Putranya bulan depan," jawab Ziva jujur.
"Kamu minta uang, nggak?" Ziva menggelang.
"Kamu ini gimana, sih. Harusnya minta dong, coba telpon lagi sekarang," desak Bibi Aslin.
"Ta-tapi, Bibi—"
"Cepat telpon!" Ziva langsung mengeluarkan ponsel jadulnya dan menghubungi nomor Nyonya Nata yang dia tolong seminggu lalu.
"Hallo, Ziva Sayang," sapa Nyonya Nata gembira di seberang sana.
"Nyonya aku—"
"Biar Bibi saja yang bicara," ucap Bibi Aslin merebut ponsel Ziva.
"Hallo, Nyonya Nata. Ini saya Bibi Aslin, Bibinya Ziva," sapa Bibi Aslin dengan suara mengayun lembut.
"Hallo, apa kabar Nyonya Aslin?" Saut Mommy Nata ramah.
"Baik, Nyonya. Saya baik-baik saja. Nyonya Nata benar-benar bersedia menjadikan Keponakan saya sebagai menantu?" tanya Bibi Aslin.
"Tentu saja, saya sangat menginginkan Zivanya sebagai menantu. Apa Nyonya Aslin tidak keberatan?"
"Tentu saja saya sangat setuju dan tidak keberatan sama sekali. Tapi, akhir-akhir ini Ziva sering insecure dengan penampilannya. Kebetulan besok saya ingin mengajak Ziva untuk melalukan perawatan di salah satu salon, apakah bisa bila Nyonya Nata membantu keuangan saya?"
"Bibi—"
"Sssstt ...."
"Tentu saja bisa, Nyonya Aslin butuh berapa akan saya transfer malam ini juga," saut Mommy Nata.
"Benarkah? Untuk perawatan Ziva saya hanya minta dua puluh juta saja Nyonya Nata," sebut Bibi Aslin membuat Ziva begitu terkejut.
"Baiklah, kirimkan nomor rekeningnya akan saya transfer sekarnag juga."
"Wah, terima kasih banyak Nyonya Nata. Akan saya kirimkan nomor rekening saya sekarang juga," Bibi Aslin memutuskan panggilan sepihak, menyalin nomor rekeningnya dengan cepat dan langsung mengirimkannya ke nomor Nyonya Nata.
"Wah, langsung masuk," Bibi Aslin begitu gembira kala mendapatkan notif di ponsel canggihnya.
"Tidak sia-sia Bibi merawatmu selama ini. Sekarang, pergilah ke kamarmu dan segera istirahat," usir Bibi Aslin dan Ziva pun kembali ke kamarnya dengan buliran bening yang berjatuhan.
"Sadarkah Bibi bahwa saat ini Bibi telah menjualku," Nata Menumpahkan segela kesedihan di dalam kamarnya.
.
.
.
Zivanya
Lolan Baldev
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Pecinta Halu
Kurang Gregeet visual Lolan nya
2022-12-24
0
Rahma Q
ko tua amat visual, babang lolan nya, Thor, berasa nikah sama bapak2, 😁
2022-08-28
0
Kim nurulll..💗💗💗💗💗
lolannya buat aku aja boleh gak tor😁😁
2022-06-23
0