"Sudah, bang. Aduhh, sakit." teriak Erik memegangi perut dan sesekali memegangi kepalanya.
"Lepas jaket dan sepatumu! untuk membayar ojek!" sopir ojek memaksa Erik melepaskan jaket dan sepatunya.
Dengan sangat terpaksa Erik melakukan apa yang di perintahkan oleh sopir ojek tersebut.
Setelah itu sopir ojek itu menuntun motornya mencari bengkel tambal ban.
"Sial, sudah duit nggak ada! jaket sama sepatu hilang begitu saja! apes banget hari ini!" gerutu Erik seraya berjalan menuju arah pulang.
2 Jam berjalan kaki, akhirnya sampai juga Erik di rumahnya.
"Ya ampun, pegal sekali kakiku. Lecet begini, panas perih nggak karuan," Erik menjatuhkan tubuhnya di teras halaman.
"Nak, kamu kok dari mana saja? kok baru pulang, bajumu basah kuyup keringat begitu. Sepatu dan jaketmu mana?" tanya Mamahnya.
"Ceritanya panjang, mah. Aduhh Erik lagi cape banget, jadi jangan di tanya macam-macam dulu," Erik memejamkan mata tertidur di teras rumah.
Mamahnya hanya geleng-geleng kepala seraya mengusap dada.
Berbeda dengan Fanie yang sangat puas telah mengerjai Erik. Hingga dirinya tak sadar telah senyum-senyum sendiri.
"Kamu kenapa, Fanie? kok sepertinya happy sekali?" Steven bertanya seraya menatap lekat Fanie.
"Hhee, nggak apa-apa kok Steve. Ada kejadian lucu saja saat belanja bibit tanaman," jawab Fanie sekenanya.
"Oh, kira ada apaan," Steven menghela napas panjang.
Mereka melanjutkan aktifitasnya mengulang menansm bibit sayuran di kebun yang sempat di buat kacau oleh Meymey dan Meylan.
********
Pagi menjelang, kali ini Mami Cindy yang penasaran dengan jati diri Fanie.
"Aku kok pengen banget lihat rupa Fanie, yang kata Meylan cantik banget. Secantik apa sih, dia." Gerutu Mami Cindy seraya melajukan mobilnya menuju rumah grandpa.
Hanya beberapa menit, Mami Cindy telah sampai di rumah grandpa.
"Itu kan mobilnya, Mami Cindy?" batin Fanie saat melihat mobil Mami Cindy masuk pintu gerbang.
"Untuk apa mami kemari? pengen sekali aku memeluk mami, tapi rasanya nggak akan mungkin," batin Fanie kembali.
Semakin lama, langkah kaki Mami Cindy semakin mendekati Fanie yang sedang asik menanam bibit bersama Steven.
"Kok mami malah kemari, nggak langsung ke rumah grandma?" batin Fanie seraya terus menanam bibit dengan sesekali melirik pada Mami Cindy.
"Hay, cantik. Sini sebentar, tante ingin ngobrol denganmu," Mami Cindy melambaikan tangan pada Fanie.
Hingga dengan terpaksa Fanie menghentikkan aktifitasnya menanam bibit sayur. Fanie melangkah menghampiri Mami Cindy.
Sementara dari dalam rumah, keluarlah grandpa dan grandma.
"Bukankah itu mobil Cindy?" kata grandpa seraya menatap grandma.
"Ya benar, tumben dia kemari. Tapi kok nggak ada orangnya, kemana Cindy?" kata grandma.
"Lebih baik kita tengok ke samping halaman saja, mungkin saat ini Cindy berada di samping rumah." grandpa mengajak grandma ke samping rumah.
"Tuh, benar kan. Untuk apa juga Cindy ngobrol dengan Fanie, sepertinya serius sekali?" grandma merasa penasaran dengan apa yang sedang di bicarakan oleh Fanie dan Mami Cindy.
"Tumben kamu kemari?" tiba-tiba grandpa bertanya pada Mami Cindy.
"Memangnya nggak boleh, dad. Cindy main kemari, aku juga ingin jenguk kalian berdua." jawab Mami Cindy tersenyum sinis.
"Sudahlah, kalian berdua nggak usah berdebat. Bsgaimana kabarmu, nak?" grandma mencoba melerai pertikaian antara grandpa dan Mami Cindy.
"Baik, mom. Aku kemari ingin bertemu cucu baru, mommy. Si cantik Fanie," jawab Mami Cindy seraya tersenyum pada Fanie.
"Memang ada perlu apa kamu ingin bertemu Fanie?" tanya grandpa ketus.
"Daddy kok sepertinya nggak suka kalau Cindy kemari, padahal niat Cindy baik loh." Mami Cindy mendengus kesal seraya menatap tajam grandpa.
"Kamu itu gampang banget berburuk sangka pada orang lain, apa daddy salah bertanya?" grandpa berlalu pergi dari halaman samping.
"Kamu nggak ingin masuk ke rumah, nak?" tanya grandma menyunggingkan senyum pada Mami Cindy.
"Nggaklah, mom. Aku kemari hanya sebentar ingin berkenalan dengan Fanie," Mami Cindy menoleh pada Fanie seraya tersenyum manis.
"Aneh, untuk apa mami bertemu denganku?" batin Fanie seraya mengerutkan kening.
"Tante, jika ingin ngobrol sama Fanie alangkah lebih baiknya kita masuk rumah saja," Fanie mengajak Mami Cindy.
Entah kenapa dengan ajakan Fanie, Mami Cindy tak menolak. Langsung saja mengikuti langkah kaki Fanie menuju ke dalam rumah.
"Duduk dulu, tante. Biar Fanie buatkan minum buat tante." Fanie melangkah masul menuju ke dapur untuk membuatkan minuman buat Mami Cindy.
Tak berapa lama kemudian, Fanie telah datang dengan membawa nampan berisikan minuman dan beberapa toples cemilan.
"Silahkan, tante. Di minum, ini juga ada beberapa cemilan yang murni buatan Fanie sendiri," Fanie meletakkan minuman dan cemilan di meja secara perlahan.
"Terima kasih, cantik. Sini duduk, tante ingin ngobrol denganmu," Mami Cindy memberi kode menepuk sofa di sampingnya, supaya Fanie duduk di sebelah Mami Cindy.
Fanie menuruti kemauan Mami Cindy, duduk di sebelahnya.
"Nak, tante itu salut lihat kerja kerasmu. Kamu rela berkeringat di tengah terik matahari, menanam bibit. Apa kamu nggak takut, kulitmu jadi hitam dan kukumu rusak?" tiba-tiba Mami Cindy berkata seperti itu.
"Nggak, tante. Aku nggak mengkhawatirkan semua itu, karena aku harus mencari nafkah demi menghidupi diriku sendiri. Aku nggak mau menjadi beban grandma dan grandpa," ucap Fanie seraya mencoba tersenyum.
"Bagaimana, kalau kamu kerja di butik baru tante saja. Dari pada berkebun, sayang wajah cantikmu dan kulit mulusmu ini," Mami Cindy membujuk Fanie.
"Maaf, tante. Fanie sudah nyaman berkebun, nggak berminat pindah kerja." kata Fanie sekenanya.
"Kamu takut tante gaji kamu kecil, nggak Fanie sayang. Tante akan memberi gaji yang berbeda dari karyawati tante yang lainnya," kembali lagi Mami Cindy membujuk.
"Tante nggak usah repot-repot, lagi pula untuk apa tante tiba-tiba bersikap baik pada saya. Sedang kita baru saja bertemu?" tanya Fanie menyelidik.
"Aku yakin, ada niat jahat yang terselebung di balik semua ini. Aku sudah paham siapa itu Mami Cindy," batin Fanie.
"Sayang, kamu kok ngomongnya seperti itu? Tante murni ingin bantu kamu kok," kata Mami Cindy terlihat gugup.
"Maaf, tante. Lebih baik tawaran tante buat orang lain saja yang lebih membutuhkan, karena saya sudah cukup puas mengelola kebun milik grandpa dan grandma," kembali lagi Fanie menolak halus tawaran Mami Cindy.
"Maaf, tante. Jika sudah tidak ada lagi yang ingin di bicarakan, Fanie pamit. Karena masih banyak pekerjaan yang perlu di kerjakan." Fanie bangkit dari duduk dan berlalu meninggalkan Mami Cindy seorang sendiri.
"Uh, susah banget bujuk itu anak. Padahal aku sudah sangat halus dalam bertutur kata," batin Mami Cindy mendengus kesal.
**********
Mohon dukungan like, favorit, vote...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Saipul Amin
lanjutt dooong kak
2022-02-28
1