Keesokan harinya, pagi-pagi benar Steven telah berada di rumah grandma dan grandpa.
"Shalom, selamat pagi semuanya," sapa Steven seraya tersenyum lebar.
"Tumben kamu kemari pagi sekali, Steve?" Fanie sedang sibuk mencabuti rumput di kebun.
"Biar bisa sarapan masakanmu seperti kemarin," goda Steven terkekeh.
Fanie hanya tersenyum simpul, tanpa membalas perkataan dari Steven.
****************
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, perkebunan Fanie sudah panen dan hasilnya sangat memuaskan.
"Puji Tuhan, Steve. Hasil panen kita berlimpah, ini semua berkat bantuanmu," Fanie sumringah seraya memghitung laba dari hasil penjualan sayurannya.
"Berterima kasihlah pada Tuhan, karena Dia yang turut serta menjaga perkebunan kita dan merawatnya hingga tidak terserang hama," kata Steven menyunggingkan senyum.
"Wah, hasil panen sayurn kalian banyak juga," grandpa menghampiri seraya ikut menghitung uang.
"Bagaimana, Fanie. Apakah kamu akan mengolah semua lahan tanah grandpa yang lain? lumayan kan, hasilnya bisa bertambah lebih banyak," grandpa memberi saran.
"Yuk, sarapan dulu. Nanti di lanjut lagi ngobrolnya," ajak grandma antusias.
Grandpa, grandpa, Steven, dan Fanie melanjutkan ke ruang makan untuk sarapan.
Hanya beberapa menit saja mereka sarapan, setelah itu Fanie dan Steven melanjutkan pekerjaannya mengurus perkebunan.
"Steve, aku mau ke lahan tanah milik grandpa yang ada di ujung jalan. Kamu mau ikut atau di sini saja?" kata Stephanie seraya menatap lekat Steven.
"Ikut dong, masa nggak sih," goda Steven terkekeh.
Mereka langsung berpamitan pada grandpa dan grandma setelah itu melangkah menuju ujung jalan. Hanya butuh beberapa menit saja, mereka telah sampai di lahan tanah milik grandpa dan grandma.
"Wah, di sini lahannya lebih luas. Ini mah, kalau kita olah, hasil keuntungan lebih besar dari lahan tanah di samping rumah grandpa," kata Steven seraya menatap hamparan lahan yang sangat luas di hadapannya.
"Alangkah lebih baik, kalau kita mempekerjakan beberapa orang. Karena jika kita mengolahnya sendiri akan memakan waktu yang cukup lama," Steven memberikan saran.
"Iya juga, sih. Tapi apa aku sanggup membayar mereka nantinya?" Fanie serasa ragu.
"Bisa donk, kamu nggak usah khawatir. Hasil panen kita di lahan tanah samping rumah grandpa cukup untuk membayar para pekerja. Kita pekerjakan empat orang dulu saja, selebihnya kita kerjakan sendiri," kembali Steve memberi saran.
Setelah berdiskusi, Steven dan Fanie segera mencari empat orang untuk di pekerjakan di lahan yang lumayan luas.
Setelah mendapatkan pekerja , Steven dan Fanie kembali ke rumah grandpa dan grandma.
"Fan, aku pulang ya. Karena ada kuliah pagi, jadi aku harus segera bersiap-siap," Steven pamit pada Fanie.
"Ok, Steve. Makasih untuk bantuannya hari ini," Fanie menyunggingkan senyum.
"Ya, sama-sama," Steven berlalu pergi dari rumah grandma dan grandpa.
Berbeda dengan Fanie, yang sangat syok melihat perkebunan samping rumah yang tadi pagi habis di sirami dan baru di tanami bibit baru, saat ini berantakan.
"Ya, Tuhan. Kenapa perkebunanku jadi berantakan seperti ini?" gerutu Fanie.
"Grandpa, grandma." Fanie berlari masuk dalam ruangan.
"Ada apa, cu?" grandma menghampiri Fanie.
"Grandma, kok perkebunan samping rumah yang baru aku tanami bibit berantakan sekali?" kata Fanie mengerutkan kening.
"Masa sih, grandma dari tadi di dalam. Nggak lihat ada orang masuk," kata grandma seraya melangkah ke samping rumah.
"Loh, kok bisa berantakan seperti ini?" grandma ikut bingung setelah melihat perkebunan Fanie yang berantakan.
"Coba nanti kita tanyakan pada grandpa, apakah ada orang yang telah masuk ke mari," kata grandma.
Sejenak Fanie dan grandma berjalan menuju teras halaman. Mereka duduk di teras halaman menunggu kepulangan grandpa.
Tak berapa lama kemudian grandpa pulang.
"Grandpa, dari mana saja? apa tahu, siapa yang telah mengacak-acak samping rumah?" tanya grandma.
"Aku habis ke rumah pak RT sebentar,saat grandma sedang di dapur dan Fanie pergi sama Steve. Jadi nggak tahu kalau ada yang masuk samping halaman," kata grandpa.
"Ada yang ngacak-acak perkebunan Fanie yang baru di tanami bibit tanaman," kata grandma.
"Kok bisa, apa mungkin ada orang masuk tapi grandma nggak tahu," kata grandpa.
"Bagaimana aku tahu, karena aku sedang berada di dapur. Memangnya saat kalian pergi pintu gerbang tidak di kunci dulu?" tanya grandma.
"Nggak, Fanie cuma tutup saja nggak di gembok," jawab Fanie.
"Aku juga begitu, cuma aku tutup tanpa aku gembok," kata grandpa.
Sementara di suatu tempat, seseorang sedang tertawa puas. Orang itu tak lain adalah Meymey dan Meylan.
"Mey, janji loh. Kamu bakal ngasih apa yang aku mau, karena aku sudah bantu kamu mengacak-acak kebun Fanie," kata Meylan.
"Tenang saja, apapun yang kamu inginkan akan aku berikan. Thanks ya, aku sudah puas banget. Lain waktu aku minta tolong lagi ya," kata Meymey seraya menaik turunkan alisnya.
"Hem, boleh asal jangan lupa bayarannya," kata Meylan.
"Hhaaa, puas juga aku. Pasti saat ini Fanie sedang kelimpungan mencari tahu siapa yang telah merusak perkebunannya," kata Meymey terkekeh.
"Dengan begini, pasti Fanie kapok dan nggak dekat-dekat lagi dengan Steve," kata Meymey sumringah.
"Tapi kalau ternyata Fanie masih berdekatan dengan Steve, bagaimana?" tanya Meylan.
"Aku nggak akan tinggal diam, akan aku ganggu terus Fanie," kata Meymey menyeringai sinis.
"Kalau menurutku, mending kamu mencari lelaki lain. Seberapa besar usahamu menyingkirkan wanita yang ada di samping Steve, tidaklah akan merubah perasaan Steve padamu. Bukannya kamu pernah cerita, jika Steve menolakmu. Untuk apa kamu mengharapksn sesuatu yang tak pasti," kata Meylan panjang lebar.
Sejenak Meylan hanya terdiam seribu bahasa, tak dapat berkata-kata. Dirinya menyadari jika yang di ucapksn oleh Meylan memang ada benarnya.
"Apa yang Meylan katakan benar juga, selama ini memang Steve tak pernah meresponku. Jadi percuma saja jika aku masih saja berharap padanya, aku kan cantik kenapa nggak aku buka saja hatiku untuk lelaki lain," gerutu Meymey dalam hati.
"Mey, kamu marah ya sama aku? maaf jika perkataanku membuatmu tersinggung tapi aku tak ingin melihatmu mengejar sesuatu yang sia-sia," kata Meylan mengagetkan lamunan Meymey.
"Nggak kok, Lan. Justru perkataanmu telah menyadarkanku akan kekeliruan ini. Memang selama ini aku yang terlalu mencintai Steve, sedang dia tidak pernsh merespon rasa cinta ini," kata Meymey mencoba tersenyum.
"Langkah kamu selanjutnya apa, Mey?" tanya Meylan menyelidik.
"Mungkin aku akan mencoba membuka hatiku untuk lelaki lain, karena memang sia-sia jika aku terus saja berharap pada Steve," jawab Meymey.
"Baguslah, aku lebih setuju kamu seperti ini daripada kamu terus berharap pada hal yang tak pasti," kata Meylan seraya memeluk Meymey.
🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯🤯
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Nonny
ya ka
2022-02-25
0
♡Ñùř♡
bagus lh klau gitu,jd nya kan gk ada lg tuh yg ganggu steven
dan semoga stefanie bisa mnrm steven
next thor semangat
2022-02-25
1