Frans tersenyum samar melihat semua itu. Sedangkan Rei sendiri merasa heran dengan tatapan orang-orang, terutama Viola yang melihatnya dengan tatapan yang sulit diartikan.
Apa mereka mau pamer padaku? Atau membuktikan kepada kakek kalau mereka telah melakukannya? Kenapa dia tidak mengeringkan rambutnya terlebih dahulu, apa karena sudah kesiangan?
Rei memang mengeringkan rambutnya secara manual dengan handuk, karena dia memang tidak pernah menggunakan hair dryer, punya saja tidak.
Jiwa kepo Delia timbul, melirik ke arah anak dan menantu keduanya itu.
Hah, semoga saja kali ini aku benar-benar akan memiliki cucu, agar pernikahan mereka juga tidak sia-sia.
.
.
.
Rei tiba di rumah sakit dengan diantar oleh Marva hingga parkiran.
"Kamu baru datang?"
"Iya, Dok."
Dokter Agam melihat penampilan Rei yang sedikit berbeda. Biasanya Rei memakai sandal dan pakaian sederhana yang sudah lusuh, namun kini gadis itu memakai pakaian bermerk.
Rei yang diperhatikan seperti itu, merasa tak nyaman. Dia tahu bahwa dokter Agam pasti akan merasa heran. Bahkan dirinya saja juga tak nyaman memakai barang-barang mewah dan mahal.
Dua jam Rei menemani neneknya, dan kini dia memutuskan untuk ke rumah kontrakannya untuk mengambil barang-barangnya.
Rei mamasuki rumah itu, berbaring di kasur yang biasanya neneknya tempati.
Freya, kamu di mana?
Tiga puluh menit Rei berbaring, memandang langit-langit rumah itu, kemudian mulai menyiapkan barang-barangnya. Dia memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Baju-bajunya, meski telah usang, namun dia merasa lebih nyaman memakai semua itu, sepatu sekolahnya, juga sepedanya.
Rei kembali ke rumah sakit, mengayuh sepeda yang sudah lama tidak dia gunakan. Setibanya di rumah sakit, keringat sudah membasahi wajah dan baju Rei. Sebelumnya Rei sudah mengganti baju yang dia pakai sebelumnya dengan baju miliknya sendiri.
Rei memasuki ruang perawatan neneknya, meletakkan barang-barangnya di lantai, dan mendudukkan dirinya di sofa. Dinyalakannya TV dan mengganti-ganti chanelnya. Dia tidak tahunsaluran mana yang bagus, karena memang tidak pernah nonton, bahkan tak memiliki TV sampai dia tinggal di kontrakan Freya yang isinya cukup lengkap. Namun tetap saja dia tidak menonton karena terlalu sibuk merawat neneknya, belajar, juga membuat kue atau mengasuh anak kecil yang dititipkan oleh tetangganya.
"Kamu sudah makan siang?"
Rei melihat ke arah pintu, dokter Agam tersenyum kepadanya.
"Nanti, Dok."
"Jangan nanti, nanti keburu sakit. Ayo kita makan bersama."
Tanpa permisi dokter Agam menarik tangan Rei dan mengajaknya ke kantin rumah sakit.
"Kamu mau makan apa?"
"Apa saja deh, Dok."
Dokter Agam mengangguk, lalu memesankan soto daging dan teh hangat untuk Rei.
"Makan yang banyak, kamu butuh tenaga untuk nanti malam?"
"Ma ... maksudnya?"
"Nanti kalam kamu menginap di sini untuk menjaga nenek kamu, kan?"
"Oh, iya."
Aku memang ingin menginap di sini untuk menjaga nenek, tapi apa diijinkan, ya?
"Ayo, lanjutkan makannya!"
Sesekali Rei melirik dokter tampan di hadapannya itu. Begitu juga dengan dokter Agam, yang melihat Rei kembali ke penampilan awalnya, sederhana dengan baju kusamnya.
Tidak jauh dari situ, Marva melihat Rei dan dokter Agam yang makan bersama.
"Dokter, terima kasih makan siangnya."
"Iya, sama-sama. Oya, ini buat kamu."
"Apa ini, Dok?"
"Minuman dan cemilan."
"Tapi ...."
"Sudah, ambil. Buat menemani kamu belajar sambil menunggu nenek."
"Terima kasih, Dok."
"Sama-sama."
Mereka kembali ke tempat masing-masing, sedangkan Marva masih melihat dari jarak yang cukup jauh.
Hari semakin sore, Rei sibuk dengan buku-buku pelajarannya. Dia memutuskan untuk mengambil ponselnya dari dalam tas. Sejak dia mendapatkan ponsel itu, dia belum pernah memakainya.
Dilihatnya nomor ponsel yang bernamakan Marva. Hanya ada satu nomor di dalamnya. Dia memutuskan untuk mengirim pesan pada Marva dan meminta ijin untuk menginap di rumah sakit.
[Kak, apa saya boleh menginap di rumah sakit?]
Tidak lama kemudian Marva membalas pesannya.
[Jangan malam ini. Kamu harus pulang ke mansion.]
[Baiklah.]
Rei melirik jam yang ada di ponsel itu. Sudah jam lima, Rei memutuskan untuk pulang agar tidak kemalaman dan merasa tak enak dengan para penghuni mansion. Bagaimana pun juga, dia merasa bahwa dirinya di tempat itu hanya menumpang, jadi harus jaga sikap dan tahu diri.
Rei meninggalkan makanan dan minuman yang diberikan oleh dokter Agam di sana, agar besok dirinya tak perlu memikirkan makanan. Dia hanya membawa beberapa baju, seragam sekolah, buku-buku, sepatu, dan tas sekolahnya saja ke mansion. Sedangkan sebagian bajunya dia tinggal di rumah sakit untuk ganti jika dia menginap.
Rei membawa semua itu sendiri, mengaturnya di jok dan keranjang sepeda, lalu mulai mengayuh sepeda itu.
Dari belakang, Marva membuntutinya dengan jarak aman.
Dia bahkan tak meminta padaku untuk menjemputnya, padahal dia membawa barang sebanyak itu.
Kurang lebih satu jam bersepeda, Rei tiba di mansion. Satpam membuka gerbang untuk Rei, dan melihat mobil tuan mudanya yang tak jauh dari situ.
Dari halaman samping mansion, Frans, Carles, Delia dan Viola melihat Rei yang pulang dengan sepedanya, juga membawa beberapa barang di sepeda itu.
"Apa dia mengayuh sepeda itu dari rumah sakit?" tanya Carles.
Sepuluh menit kemudian, Marva pulang.
"Vio mau ke Marva dulu."
Marva menaiki tangga, namun langkahnya terhenti di antara dua pintu. Yang satu pintu kamarnya bersama Viola, yang satu lagi pintu kamarnya bersama Rei. Dia menghela nafas.
"Kamu sudah pulang, kenapa berdiri di situ?"
Vio langsung menggandeng tangan Marva dan mengajaknya ke kamar mereka, kamar yang seharusnya Marva datangi, dan selalu menjadi yang pertama, pikir Vio.
Di saat pintu kamar Marva dan Vio terbuka, terbuka juga pintu kamar Rei. Mata Rei dan Marva saling beradu, sebelum akhirnya Vio menarik Marva ke kamar mereka.
.
.
.
"Ada beberapa calon pendonor ginjal, mereka akan dioeriksa untuk mencari kecocokan ginjal mereka. Jika ada yang cocok, nenekmu akan segera di operasi."
Rei mengangguk, sangat besar harapannya bahwa ada satu dari pendonor itu yang menjadi penolong neneknya. Jika semua berjalan dengan lancar, dia tinggal menunggu neneknya sadar dan memberikan penjelasan akan statusnya sast ini, dan dia harap neneknya bisa mengerti dan menerima semuanya.
"Kami tadi pulang membawa sepeda?" tanya Delia.
Rei mengangkat wajahnya yang sejak tadi menunduk. Ini untuk yang pertama kalinya Delia mengajak Rei berbicara.
Delia pikir, mungkin dirinya harus membiasakan diri dengan kehadiran Rei, juga tidak ingin membuat istri kedua anaknya itu setres. Setres bisa membuat wanita sulit hamil.
Jujur saja, dia sebenarnya sudah sangat ingin menimang cucu seperti teman-temannya. Hanya saja, dia tidak ingin memaksa dan menekan Vio, agar wanita itu tidak setres dan malah semakin susah hamil. Tapi siapa yang sangka akhirnya menjadi seperti ini, ujung-ujungnya Marva harus menikah lagi.
"Iya, saya membawa sepeda."
"Ini, makanlah. Mama sudah meminta pelayan untuk membuatkan makanan yanv sehat untuk kesuburan rahimmu."
Delia menyendokkan makanan-makanan itu ke dalam piring Rei.
Viola terdiam, dulu dirinya juga selalu diberikan makanan-makanan dan minuman-miniman yanv menyuburkan rahim, tapi dirinya tak kunjung hamil, dan sepertinya mertuanya lelah sendiri untuk melakukannya.
Kini, mertuanya itu memberikan semua yang dilakukan untuk dirinya dulu ke Rei. Apa ini pertanda bahwa dirinya akan segera tersingkir.
Rei pun terdiam, karena banyak hal.
Pertama, dia seperti mendapat perhatian dari seorang ibu yang tidak pernah dia miliki, apalagi Delia menyebut dirinya mama ke Rei, seolah telah mengakui kalau Rei itu juga menantunya.
Kedua, makan dan minuman penyubur kandungan. Suatu pernyataan yanv menjadi beban untuknya, bahwa dia benar-benar diharapkan untuk sefera hamil, padahal dia masih sekolah, walau beberapa bulan lagi akan lulus.
Ketiga, dia merasa tak enak dengan Viola. Khawatir kalau Viola berpikiran bahwa dia merebut perhatian dari mama mertuanya.
Lalu dia juga melihat makanan yang banyak di piringnya, sedangkan dia sendiri juga tidak terbiasa makan banyak.
"Kalau perlu kalian berbulan madu, agar segera memberikan kabar baik untuk keluarga ini," ucap Frans, membuat Rei dan Marva saling melirik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
nurjen
semakin saluh gua sama kamu
semangat nya selali membata
2022-07-31
2