Pelayan mengantar Rei ke kamarnya. Rei memasuki kamar yang baginya sangat luas. Bahkan rumah kontrakannya yang kama dan kontrakan Freya tak sebesar ini. Ini tiga kali lebih besar, dan sangat mewah.
Rei melihat isi kamarnya yang terasa dingin, ada kasur king size, meja rias, sofa dan meja, ada dua ada pintu yang menuju balkon. Dibukanya pintu itu dan dia menuju balkon, yang ternyata menghadap taman belakang yang terdapat kolam renang. Jendela-jendela kamarnya juga sangat besar.
Kamar itu bernuansa putih, dan terlihat elegan. Rei lalu melihat kamar mandinya yang juga sangat besar. Ada bathub, shower, cermin besar, wastafel. Di sebelah kamar mandi itu, ada walk in closet. Jejeran baju, sepatu, tas, juga perhiasan.
Rei menghela nafas panjang.
Semua yang para perempuan inginkan, ada di hadapannya, namun dia justru bingung dengan semua ini. Mau dia pakai ke mana barang-barang itu. Tapi benarkah semua ini untuknya?
Rei membersihkan dirinya, dan dengan ragu memakai salah satu dress yang ada. Dirinya lupa untuk membawa barang-barang pribadinya.
Pintu kamarnya diketuk, seorang pelayan memberi tahukan bahwa nakan siang telah siap dan semua berkumpul di ruang makan. Dengan perasaan cemas, Rei menuju ruang makan dengan dianyar oleh pelayan, karena mansion ini sangat luas.
Frans duduk di kursi utama. Carles ada di sebelah kananya, dan Delia di sebelah kanan Carles. Saat Marva akan duduk, Frans langsung berkata, "Marva, kamu duduklah di antara Viola dan Rei!"
Marva yang biasanya duduk di sebelah kiri Frans dan Viola yang duduk di sebelah kiri Marva, kini berganti menjadi Viola yang duduk di sebelah kiri Frans, Marva yang duduk di sebelah kiri Viola, dan Rei yang duduk di sebelah kiri Marva.
Rei menatap makanan itu dengan bingung. Makanan sebanyak itu tersaji di hadapannya, mana yang sebaiknya dia makan?
Akhirnya Rei hanya mengambil satu jenis sayur dan ayam gorang saja.
"Kenapa kamu hanya makan sedikit saja?"
"Saya tidak biasa makan banyak," jawabnya jujur.
Memang benar, selama ini dia tebiasa makan sedikit. Setiap harinya dia harus berhemat, memilih makan sedikit hari ini agar besok dia dan neneknya dapat kembali makan.
Marva melirik ke arah Rei.
Suasana di ruang makan itu terasa canggung, terutama bagi Rei. Ini untuk yang pertama kalinya dia makan bersama keluarga itu. Rei merasa sesak nafas, rasanya dia ingin acara makan ini cepat berakhir dan dia bisa kembali ke kamarnya. Bagaimana dia akan menjalani semua ini setiap hari, hingga waktu yang tak bisa dipastikan kapan akan berakhir.
Setelah selesai makan, ternyata mereka berkumpul di ruang keluarga, membuat Rei lagi-lagi harus menahan ketegangan.
"Oya, berikan nomor ponselmu pada Marva. Saya rasa kalian belum bertukar nomor ponsel."
"Saya tidak punya ponsel."
Mereka menatap Rei. Selama ini Frans memang tidak tahu kalau Rei tak memiliki ponsel, semua hal yang berhubungan denga Rei, diurus oleh orang kepercayaannya yang bernama Bram.
Frans melirik Marva, sedangkan Marva langsung paham.
"Nanti sore jalan-jalanlah je mall bersama Marva. Kalian harus saling mendekatkan diri dan mengenal."
Dalam hati Rei dan Marva berpikir, untuk apa mereka mendekatkan diri dan saling mengenal? Toh pada akhirnya mereka akan berpisah juga, walau tidak tahu kapan.
Viola yang mendengar itu langsung merasa cemburu. Dengan terang-terangan Frans mengatakan semua itu di hadapannya, meminta suaminya dan perempuan lain untuk mendekatkan diri dan saling mengenal.
Apa artinya dia di keluarga ini? Hanya status istri pertama namun tak dianggap?
Tak adakah yang menyadari bahwa kedua perempuan muda itu sama-sama tersiksa batinnya?
Sore menyambut, Marva dan Rei kini bersiap-siap untuk pergi ke mall.
"Apa kita pergi berdua saja?" tanya Rei.
"Memangnya kamu mau pergi sendiri?"
"Tidak, maksudku, apa kak Viola tidak ikut?"
Marva yang mendengar Rei menyebut Viola dengan sebutan kak, jadi merasa aneh. Mereka hadi seperti kakak beradik yang memiliki satu suami.
Apa akan baik-baik saja jika aku juga mengajak Viola? Aku takut mereka akan merasa sama-sama canggung. Apalagi jika bertengkar, atau merasa terabaikan atau mungkin juga tersaingi. Lagi pula, kakek ingin aku lebih akrab dengan gadis ini. Jika aku mengajak Viola dan ternyata dia mau ikut, aku khawatir kakek akan merasa tidak senang dan marah pada Viola.
"Viola lagi istirahat, kita pergi berdua saja."
Rei hanya mengangguk, akhirnya mereka pergi berdua saja ke mall.
Viola yang mengintip dari balkon kepergian mereka, merasa sangat sedih.
Dia bahkan tak mengajakku. Apa aku mulai dilupakan? Tapi aku tahu bagaimana Marva. Jadi kamu tenang saja, Vio. Semuanga akan baik-baik saja dan segera berakhir.
Di dalam mobil, Marva menyetel sebuah lagu, yang didengar dengan penuh penghayatan oleh Rei.
Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
S'gala yang telah terjadi
Kita pasti pernah
Dapatkan cobaan yang berat
Seakan hidup ini
Tak ada artinya lagi
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tak ada manusia
Yang terlahir sempurna
Jangan kau sesali
S'gala yang telah terjadi
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti 'kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasa-Nya
Bagi hamba-Nya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah
Jangan menyerah, oh-oh
Syukuri apa yang ada
Hidup adalah anug'rah
Tetap jalani hidup ini
Melakukan yang terbaik
Tuhan pasti 'kan menunjukkan
Kebesaran dan kuasa-Nya
Bagi hamba-Nya yang sabar
Dan tak kenal putus asa
Dan tak kenal putus asa
Marva melirik Rei yang asik mendengarkan lagu D'Masiv itu, sambil matanya memandang ke luar jendela.
Tanpa terasa mereka telah tiba di mall. Marva dan Rei berjalan beriringan. Mata Rei menatap sekeliling mall tersebut.
"Kenapa, kamu seperti belum pernah ke mall saja."
"Aku memang belum pernah ke mall, Kak."
Marva langsung menatap Rei. Yang pertama karena Rei memanggilnya kak, dan yang kedua karena ternyata Rei memang belum pernah ke mall meski dia tinggal di kota besar.
Marva jadi berpikir sesusah apa hidup gadis ini. Jika tak memiliki biaya utpengobatan neneknha, dia masih maklum karena pengobatannya memang sangat mahal. Tapi tak memiliki ponsel di jaman sekarang dan belum oernah ke mall untuk gadis remaja sepertinya yang tinggal di kota besar, terasa aneh.
Marva jadi teringat pertama kali dia bertemu dengan gadis itu. Gadis yang menabrak mobilnya dengan sepeda dari belakang. Saat itu Rei membawa kotak-kotak kue yang isinya berantakan.
Gadis berwajah sendu itu, kini telah menjadi istrinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
YK
typo masih bertebaran ya, Thor...
2022-08-09
0
Rose_Ni
bagus ceritanya
2022-08-09
1
nurjen
GK apa apa dan Semoga bermanfaat
2022-07-31
0