Pembagian rapot semester satu, Rei berharap bahwa dirinya bisa mendapatkan posisi pertama. Tak apa tak mendapatkan posisi pertama di angkatannya, tapi setidaknya dia ingin unggul di kelasnya.
"Seperti biasa ya, yang mendapat juara umum untuk kelas dua, Arby. Untuk kelas satu, Freya."
Lagi-lagi dia gagal, jika Arby bisa.mendapst juara umum, sudah pasti di kelas dia lah yang terbaik.
"Arby lagi, Arby lagi. Gantian napa, sama yang lain!" celetuk seorang siswa.
"Malu lah, kalau aku enggak bisa jadi yang terbaik. Apa nanti kata calon istri," balasnya, yang disambut gelak tawa murid-murid, kecuali Freya dan sahabat-sahabatnya yang terlihat geli.
Upacara yang hanya mengumumkan beasiswa dan para juara itu akhirnya berakhir. Meski tak dapat juara umum, namun Rei tetap mendapat beasiswa.
.
.
.
"Jadi, kamu mau ambil beasiswa apa?"
"Hm, saya ingin menjadi arsitek, Bu."
"Arsitek?"
"Iya," jawab Rei mantap.
"Kamu tidak ingin menjadi dokter? Ada beasiswa kedokteran, apa kamubtidak ingin melakukan tes?"
"Tidak, Bu."
"Hm, begini saja, bagaimana kalau kamu mengikuti tes, jadi atau tidaknya, itu urusan belakangan. Bagaimana?"
"Baik, Bu."
Rei mengikuti saja apa yang dikatakan wali kelasnya itu, tidak ada salahnya juga dia mengikuti tes.
.
.
.
Liburan semester ini, dimanfaatkan Rei untuk mencari uang. Dia harus membayar tunggakan kontrakan, biaya pengobatan neneknta yang harus check up setiap bulan, juga kebutuhan sehari-hari.
Untuk membuat kue pun, modalnya dia pinjam dari tetangga.
Pintu rumahnya diketok, membuat jantung Rei berdetak. Dia selalu merasa cemas dast ada yang mengetuk pintu rumahnya, cemas saat yang datang adalah pemilik kontrakan dan dia belum memiliki uang.
Belum membayar berbulan-bulan membuat dia takut diusir. Dia tak memiliki keluarga lain selain neneknya.
Rei membuka pintu, seorang wanita tersenyum ramah.
"Tadi ada selamatan di rumah, ini buat kamu dan nenek kamu."
"Terima kasih ya, Bu."
"Sama-sama."
Rei membuka bungkusan itu, ada empat kotak. Dua kotak kecil dan dua kotak besar. Kotak kecil masing-masing berisikan tiga jenis kue basah, dan satu jeruk. Sedangkan yang kotal besar berisikan nasi, sambel goreng kentang, tumis buncis, ayam, sabel, kerupuk dan pisang.
Rei mengambil ayam goreng, kerupuk dan pisang itu, lalu menyimpannya untuk di makan neneknya besok.
Datu kotaknya lagi, tanpa mengurangi isinya, dia berikan kepada neneknya.
"Ayo nek, makan. Tadi ada yang ngadih makanan."
Nenek melihat Rei yang hanya memakan nasi dan sayur, sedangkan di kotak makannya sendiri masih lengkap.
"Kamu hanya makan itu?"
"Ita Nek, ini juga masih banyak. Rei kan memang tidak terlalu banyak makan."
Nenek menatap iba sang cucu. Dia ikut menyimpan ayam, kerupuk dan pisang untuk dimakan besok.
Kue-kue itu juga disimpan, untuk dijadikan sarapan. Rei melihat ada dua amplop, dibukanya amplop itu yang ternyata berisikan uang. Dalam hatinya dia sangat bersyukur, uang itu bisa dia simpan untuk tambahan membayar kontrakanndan pengobatan neneknya.
Di rumah kontrakan yang kecil itu, barang-barangnya hanya sedikit, dan bukan barang-barang baru saat mendapatkannya.
Rei tak punya uang untuk membeli baju baru, atau barang baru lainnya.
.
.
.
Semester dua di kelas dua, diawali Rei dengan semangat. Dia pergi pagi-pagi sekali agar bisa mengantarkan banyak kue.
"Bu, saya titip kue, ya."
"Iya, Dek."
"Heh, lo, sini!" seorang pria bertato memanggil Rei.
"Kenapa, Bang?"
"Sini, gue mau makan kue lo!"
Sedikit takut, Rei menghampiri pria itu dengan membawa kotak kuenya. Dapat Rei cium aroma tak sedap dari tubuh pria itu.
"Apa-apaan, nih. Kue begini kok dijual."
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan kue buatan Rei. Tapi memang pada dasarnya preman dan pemabuk, selalu saja mencari masalah.
Pria itu lalu membuang kue Rei, dan menginjaknya.
"Bang, kenapa kue saya dibuang?" tanya Rei dengan sedikit berteriak.
"Apa? Lo berani teriakin gue?" bentaknya.
Dia lalu mendorong Rei hingga jatuh, juga membating sepeda butut Rei, hingga rodanya lepas dan rantainya patah.
Tidak jauh dari situ, seorang gadis cantik memperhatikan kejadian tersebut sejak awal. Melihat gadis bersepeda butut itu ketakutan, dia lalu menghampiri mereka.
Sedangkan orang-orang yang melihat itu, hanya bisa menonton karena takut untuk membantu Rei.
Preman itu ingin menampar Rei, namun di cegah oleh seseorang.
"Jangan beraninya sama perempuan, masih sekolah, lagi."
"Freya?" ucap Rei pelan.
Freya lalu memiting tangan preman tersebut, lalu menendang betisnya, membuat pria itu terjungkal ke depan.
Orang-orang semakin ramai berkumpul, tetap tak ada yang membantu.
"Kurang ajar, berani lo sama gue?"
"Kenapa gue harus takut sama lo?"
Mereka berdua terlibat perkelahian.
"Freya, sudah, nanti kamu kenapa-kenapa."
"Dah, kamu diam saja, jangan mau ditindas sama orang."
Freya menyikut, menendang, memiting, bahkan menonjok preman itu.
"Ampun, ampun."
Rei tak mengira, ternyata gadis secantik Freya ternyata pintar bela diri, pantas saja menjadi idola sekolah.
"Awas kalau lo membuat rusuh lagi, apalagi gangguin orang-orang, gue patahin tangan lo."
"Iya, enggak lagi."
"Tunggu, jangan kabur dulu?"
Preman itu berhenti sambil meringis kesakitan.
"Ganti rugi, lah. Lo kan udah makan dan hancurin kue-kue teman gue."
"Pria itu lalu memberi uang seratus ribu."
"Apaan nih, hanya selembar? Kurang!"
"Kuenya juga gak banyak."
"Kue kamu berapa?" tanya Freya pada Rei.
"Lima puluh, satunya dua ribu."
"Berarti ini hanya ganti uang kuenya saja. Box kuenya belum, biaya berobat, ganti sepeda. Siniin dompet lo!"
Freya lalu mengambil dompet preman itu, lalu mengambil hampir semuanya, hanya.menyisakan dua lembar saja.
"Dah, sana pergi."
Preman itu pergi sambil menahan amarah, bisa-bisanya dia dikalahkan oleh pelajar perempuan, apalahi di depan umum.
"Nih, buat ganti rugi semuanya."
Freya menyerahkan semua uang itu pada Rei.
"Tapi ini kebanyakan," jawab Rei.
Dilihatnya tumpukan uang itu, yang pastinya ada satu juta lebih.
"Kan harus beli sepeda baru, box kue, modal kue, dan obat."
Rei meringis, sepedenya juga sepeda butut, kaki dan tangannya yang terluka cukup diolesin sama betadine dan plester.
Freya melihat tas sekokah Rei yang isinya berantakan. Tas itu sobek karena tersangkut paku, tak ada kotak pensil untuk menyimpan peralatan tulis.
"Hm, uangnya aku simpanin dulu. Tas kamu sobek, kalau nyimpan di kantong, takutnya jatuh. Pulang sekooah nanti, jangan pulang duluan, kita ke oasar sama-sama buat beli sepeda dan box baru."
"Tapi ...."
"Dah, enggak ada tapi-tapi. Aku juga jualan kue dan dititipkan di warung-warung, jadi aku tahu gimana rasanya. Ayo, nanti terlambat ke sekolah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
kak masun
moga mereka bisa JD sahabat yang benar2 tulus ya
2022-07-26
1
Nani Lestari
Semoga Freya tulus
2022-06-24
1
El_Tien
Hai Thor. aku mampir bawa bom like untuk mu
2022-02-10
1