Rei merasa gelisah, sejak semalam dia tak dapat tidur nyenyak. Berkali-kali dia menghela nafas berat.
Ya Allah, kenapa perasaanku tidak enak begini? Semoga semuanya baik-baik saja.
Rei pergi ke sekolah dengan tidak semangat. Dikayuhnya sepeda dengan pelan, keranjangnya dan bagian belakang penuh dengan box kue.
Brugh
Karena tidak hati-hati dan kurang fokus, Rei menabrak sebuah mobil mewah yang ada di depannya.
Jantungnya berdetak kencang, Rei sangat takut kalau orang itu akan meminta ganti rugi padanya. Dari mana dia punya uang untuk memperbaiki mobil mahal itu, walau hanya tergores saja.
Seorang pria muda turun, dilihatnya bagian belakang mobil yang tergores, lalu matanya beralih pada pelajar perempuan yang berdiri dengan wajah takut.
Lutut gadis itu terluka, box-box kue berantakan dan isinya pun berhamburan.
"Kamu tidak apa-apa?"
Rei mengangguk, tapi juga menggeleng. Pria itu lalu mendirikan sepeda Rei.
Dsri dalam mobil, dua orang pria berbeda generasi melirik ke belakang.
"Coba kamu cek ke luar, kenapa lama sekali?"
"Ya, Ayah."
Yang lebih muda lalu turun, untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi.
"Ada apa ini, Mar?"
"Hanya tambarakan kecil saja, Pap."
Dua orang pria yang juga berbeda generasi itu lalu ikut membantu Rei merapihkan box-box kuenya.
Merasa tak sabar bila hanya menunggu di dalam mobil saja, pria yang paling tua lalu ikut turun.
"Kenapa kalian lama, apa yang sebenarnya terjadi?"
Rei semakin gemetaran. Bagaimana tidak, di hadapannya kini ada tiga pria yang berbeda generasi.
Frans menatap gadis muda yang ada di hadapannya. Seragam sekolahnya menunjukkan di mana dia bersekolah, namun pakaiannya terlihat kusam, begitu juga dengan sepatunya. Frans lalu menatap sepeda dan box-box kue itu.
"Ma ... maafkan saya, Tuan. Saya benar-benar tidak sengaja," ucap Rei sambil menunduk dengan suara bergetar.
Frans menghela nafas, diambilnya dompet lalu dikeluarkannya beberapa lembar uang.
"Ini untukmu, ambilah!"
"Tidak Tuan, saya tidak bisa menerimanya."
"Ini untuk ganti kue-kuemu yang rusak. Ayo, ambilah."
"Ta ... tapi ...."
"Ayo ambil!"
"Ini kebanyakan, Tuan."
"Tak apa, ini untuk ganti rugi kue dan tempatnya, juga sepedamu dan mengobati lukamu."
"Terima kasih, Tuan," ucap Rei sambil tersenyum. Wajah yang terlihat sendu dengan senyuman hangat itu membuat ketiga pria di hadapannya menatapnya dalam.
"Ayo," ajak Frans pada anak dan cucunya.
Dari kaca spion, Frans masih melihat Rei hingga tak lagi terlihat.
.
.
.
Rei tidak dapat berkonsentrasi mengikuti pelajaran. Padahal kelas ini, selama beberapa waktu ini, lebih kosong dari yang biasanya. Arby dan sahabat-sahabatnya sudah lama tak sekolah, begitu juga dengan Freya, Nania dan Aruna. Hanya Nuna yang terlihat batang hidungnya. Bahkan Mico juga ikut menghilang jauh sebelum menghilangnya Freya cs dan Arby cs.
Jujur saja Rei merasa kehilangan Freya, meski selama di sekolah mereka tak pernah berkomunikasi. Terakhir Rei melihat Freya adalah di hari pemeriksaan dadakan.
Deg
Jantung Rei tiba-tiba berdetak.
Apa Freya ketahuan lalu dikeluarkan dari sekolah? Bagaimana dengan masa depannya? Apa sekarang dia baik-baik saja? Ya Allah, lindungilah dia selalu di mana pun dia berada. Dia orang pertama yang sangat peduli denganku dan nenek.
.
.
.
"Assalamualaikum, Nek?"
Rei memasuki kontrakannya, dia merasa aneh, karena biasanya neneknya akan menyambut dirinya dan membalas salamnya meski dengan suara pelan.
"Nek?"
Rei memeriksa kamar mandi, dan langsung berteriak saat melihat neneknya yang sudah tergeletak di lantai kamar mandi.
"Nenek? Tolong, tolong!"
Rei meneluk pelan pipi neneknya. Karena kontrakan itu tak besar, suara Rei langsung terdengar oleh tetangga sekitar. Mereka bergegas masuk dan menuju kamar mandi.
"Tolongin nenek!"
Mereka lalu meminta tolong kepada tetangga di seberang kontrakan yang memiliki mobil untuk membawa Rei dan neneknya ke rumah sakit.
Setibanya di rumah sakit, perawat lamgsung membawa nenek ke ruang UGD.
Rei berdiri gelisah, sekujur tubuhnya sudah gemetar. Dia belum pernah merasa sangat ketakutan seperti ini.
Ya Allah, tolong lindungilah nenek. Jangan Kau berikan ujian yang bertubi-tubi padaku. Sungguh, aku tak sanggup lagi untuk menerima segala penderitaan ini. Hanya nenek yang aku miliki di dunia ini. Jangan Kau ambil dia sebelum aku membahagiakan dan membanggakan dirinya.
Ya Allah, tolong kuatkan nenek di dalam sana. Jika nenek pergi, bagaimana aku menjalani hari-hariku.
Ya Allah, aku butuh seseorang untukku mengungkapkan kecemasanku, untukku bersandar.
Rei jadi teringat Freya, gadis yang selama ini selalu membantunya dan datang di saat yang tepat. Sekarang Rei membutuhkan dirinya, untuk dia peluk, untuk dia berbagi meski yang akan dia bagi adalah keluh kesah, bukan kegembiraan.
Freya, kamu di mana?
Air mata terus menetes di pipi gadis manis itu. Wajahnya yang memang sendu kini terlihat semakin sendu.
Tidak jauh dari situ, tiga pasang mata melihat Rei yang duduk di lantai depan UGD seorang diri, tak ada yang menemani. Bahkan mereka bisa mendengar isak pilu gadis yang masih memakai seragam sekolah tersebut dan tubuh yang bergetar.
Tak lama kemudian, ketiga orang itu pergi dan mendengar samar-samar suara isak tangis yang berusaha ditahan namun nyatanya semakin kencang.
.
.
.
Selama perjalanan, Marva, papa dan kakeknya hanya berdiam diri, sibuk dengan pikiran masing-masing. Marva memikirkan pernikahannya dengan Viola selama tiga tahun ini, Carles (papa Marva) memikirkan perusahaan yang dipegangnya, sedangkan Frans memikirkan cicit yang ingin sekali dia miliki, apalagi jika cicit laki-laki yang akan meneruskan keluarga besar Arthuro.
Frans menghela nafas, bagaimana caranya dia bisa segera memiliki cicit untuk menghibur masa tuanya. Cucu-cucunya sudah dewasa dan sibuk dengan urusan masing-masing, tak dapat lagi digendong atau diajak bermain.
Menyuruh mereka menikah dan segera memiliki anak pun rasanya mustahil, kecuali Arby. Namun setelah dipikir-pikir, itu pun sepertinya mustahil.
Tak lama kemudian mobil tiba di mansion mewah dengan gerbang besar yang menjulang tinggi. Mereka di sambut oleh Delia (istri Carles) yang terlihat anggun, juga oleh Viola.
"Bagaimana hari kalian?" tanya Delia.
Rutinitas dan pertanyaan yang sama setiap menyambut kepulangan anggota keluarga, meski hanya pulang kerja atau kuliah.
"Baik, seperti biasa," jawab Carles sambil mengecup kening istrinya.
Viola membawa jas dan tas kerja Marva ke dalam kamar, juga tak lupa menyiapkan air untuk mandi.
Marva mengisirahatkan sejenak tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya yang letih setelah seharian bekerja membuatnya mengantuk.
"Airnya sudah aku siapkan."
Marva membuka matanya, lalu beranjak ke kamar mandi. Marva memijat keningnya, proyek baru yang baru saja ditanda tangani dengan Wildan Zanuar akan segera dilaksanakan, membuatnya akan semakin sibuk, namun cukup merasa lega.
.
.
.
Buat yang belum tahu, kalian bisa membaca kisah Freya cs di sini👇
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 230 Episodes
Comments
nurjen
semangat
novel berikutnya kencang in
2022-07-31
1
Lee
Q mampir lgi y kak.
jgn bosan..
2022-03-13
0
yaniDanang
nyimak
2022-02-01
0