Sedikit Dari Zona Nyamannya

“Pokoknya weekend ini lo harus angkat tangan dari kerjaan, Ren. Lo butuh istirahat sebentar. Jangan bilang gue nggak tau betapa stress-nya lo akhir-akhir ini”

Noren masih ingat ketika Sinar mengomel setelah melihatnya berada di kursi ruangannya dengan kepala yang menengadah ke atas langit-langit dan kedua mata tertutup, berusaha untuk mengambil sisa-sisa kewarasan dirinya setelah beberapa minggu ini masih belum ada persetujuan dari pihak Kwon Hoji untuk kerjasama pengembangan bus listrik yang telah mereka ajukan. Penyediaan bus dan vasilitas memadai telah mereka tampilkan dan produk sudah memasuki tahap percobaan selama dua bulan terakhir. Hal yang diwanti-wanti oleh Noren dan ayahnya sendiri (sebelum beliau turun dari kekuasaannya dan menyerahkan sepenuhnya kuasa perusahaan pada sang anak) untuk lebih dahulu memperhatikan kualitas produk yang akan disetor dalam bentuk kerjasama pihak luar negeri, kali ini terkhusus Negara Korea Selatan.

Bus listrik mereka sendiri sudah beroperasi di dua daerah di kota dalam dua bulan terakhir juga sebagai percobaan, dan tidak ada keluhan apapun yang datang selama mereka melakukan observasi kendaraan itu sendiri. Tetapi pihak Kwon Hoji masih terlalu ragu dan meminta rekapitulasi setelah enam bulan lamanya sebelum dia menyetujui untuk menyetor 50 bus listrik ke negaranya. Selama itu, Noren diharuskan untuk memutar otak bagaimana mereka bisa memperkenalkan dan mengembangkan produk mereka tanpa kerugian selama sisa bulan berjalan.

Noren membuka matanya ketika melihat Sinar sudah merebahkan diri di sofa alih-alih mengambil seluruh ruang di atas kasur yang disekat menjadi ruangan khusus untuknya beristirahat. Lelaki yang masih dengan jas abu-abu dan dasi yang sudah ditarik ke bawah itu menatapnya dengan tatapan yang sama lelahnya.

“Pokoknya lo harus istirahat. Kalau gue sampe denger dari Nabila Lo masih masuk kerja besok, gue nggak segan-segan buat narik lo pulang ke apart lo itu”

Noren tertawa, melempar salah satu berkas di dalam map hijau yang agak ringan untuk di lempar ke arah Sinar yang nyatanya memang tidak bisa sampai ke tempat yang dituju karena jarak yang sangat jauh antara keduanya. Berkas itu melayangkan beberapa kertas yang kemudian berserakan di lantai. Noren menghela napas, kembali bersandar di kursi empuknya dan memutar benda itu dengan perlahan. Dia hanya ingin melepaskan pikirannya yang berantakkan.

“Kalau gue istirahat nanti, nih kerjasama bakalan nggak sampe kata sepakat, Nar”

“Lo udah mau gila, Ren akhir-akhir ini. Perusahaan mulu yang lo pikirin” Sinar kembali membantah ucapan Noren. Sahabatnya satu itu bahkan sudah paham luar dalam bagaimana sifat dirinya. “Lagian kalau nggak sampe deal juga kita bisa kontak buat kerjasama pihak Vietnam, Ren. Masih banyak peluang buat memasarkan produk kita. Toh juga kalau masa percobaannya sudah selesai dan benar-benar nggak ada kendala, nih pihak Indonesia juga mau bakalan nawarin kerjasama ke kita. Gue kemarin habis survey dan mereka juga senang dengan keberadaan bus listriknya Agiov”

Noren tersenyum kecil. Dia senang dengan informasi yang baru saja dilontarkan oleh Sinar. Meskipun Sinar sendiri tidak bertanggungjawab untuk melakukan survey, tetapi sahabatnya itu tetap pergi dengan alasan dia lebih suka berada di luar ruangan. Pun, anak itu jarang terlihat di ruang kantornya sendiri ketika Noren berkunjung ke Cakra Eston Spareparts.Ltd. Terkecuali ketika dia sedang harus memgurus berkas ini dan itu. Maka, Sinar dengan kacamatanya yang bertengger di hidung akan menjadi orang yang sangat fokus dan tidak sekonyol biasanya.

“Sama aja, Nar. Gue di apart juga bakalan kepikiran kalau nggak ngapa-ngapain”

Sinar memutar bola matanya malas sebelum dia beranjak untuk duduk. Membenarkan pakaiannya yang terlihat kusut. “Besok jam enam gue bakalan nelpon lo, kita mabar fortnite” Mata Sinar berkilau, terlihat sangat bersemangat dari seringai yang dia berikan.

“Tapi gue nggak jago?” Noren menambahkan ketika dia duduk dengan lebih baik di kursinya. Tulang punggungnya terasa sakit saat dia menegakkan punggung, dia meringis.

“Nggak masalah. Biar gue keliatan lebih pro kalau main sama noob” Sinar menjulurkan lidahnya sebelum tertawa, sedang Noren berdecak malas dan terkekeh kecil. Sinar tau bagaimana harus menekan tombol dalam emosinya dan dia sedikit bersyukur akan hal itu.

Matanya melirik Sinar yang bangkit seraya mengacak rambutnya yang berantakkan sebelum menggerakkan dagunya ke arah pintu untuk mengajaknya pulang.

“Besok gue telpon lu pagi-pagi banget. Gue pastiin lo mabar sama gue biar lo gak ada kesempatan buat kerja remot”

Noren berdecih, menggeleng sebelum akhirnya bangkit. Dia baru menyadari bahwa dia sedikit muak dengan ruang kantornya akhir-akhir ini. Mungkin selain untuk mengirimkan barang pdkt pada Lisa, dia juga akan merenovasi sedikit ruang kantornya untuk suasana baru.

Hari selanjutnya datang begitu saja saat Noren membuka mata setelah mendengar sayup-sayup ringtone ponselnya yang memekak telinga. Noren tau bahwa Sinar akan melakukan apa yang dia katakan ketika lelaki itu sudah bersungguh-sungguh. Sinar membangunkannya tepat pukul setengah enam pagi untuk bersiap bermain bersama dengan panggilan telpon yang bahkan lebih dari lima kali karena Noren mungkin malam itu terlelap karena sangat kelelahan dengan perang di kepalanya. Jadilah dia bangun dan bersiap-siap ke dalam ruangan game di apartemennya, dimana itu pada awalnya hanya berupa ruangan kantor yang hanya di hiasi dengan satu set PC dan laptop khusus untuk bekerja. Tetapi ketika Sinar berkesempatan untuk pulang ke Indonesia dan main ketempatnya, Sinar merombak habis ruang kerja itu menjadi ruang game. Tentu saja semuanya membuat rekeningnya membengkak karena nominal yang dikeluarkan. Tetapi butuh lebih banyak usaha untuk menghabiskan isinya (tentu saja)

Jadilah pagi itu dia memulai hari istirahatnya dengan bermain game ditemani suara Sinar yang bersemangat dan kopi di pagi hari yang sempat dia buat sebelum ocehan panjang Sinar menodai telinganya.

Memang kegiatan itu agak sedikit melegakan, tetapi raganya masih terasa sangat lelah. Kepalanya masih penuh dan dia masih merasa sangat sumpek berada di dalam ruangan. Noren merasa mual. Efek yang seringkali ia rasakan ketika dia memiliki beban kerja berlebih. Mengetahui hal itu, Sinar kemudian mengajaknya untuk menjemputnya agar Noren tidak berada di dalam ruangan untuk satu hari ini.

Lagi-lagi, dia bersyukur karena dia memiliki Sinar yang sudah seperti saudaranya sendiri. Dia tidak akan mengakui hal ini kepada Sinar. Cukup dia saja yang tau atau anak itu akan besar kepala dan menggodanya nanti. Dan tentu saja, membanggakan dirinya sendiri hingga Noren mau tidak mau akan melakukan hal ilegal agar Sinar menutup mulut besarnya itu. Sejujurnya ini jugalah alasan kuat dimana dia ingin Sinar bekerjasama dengan perusahaannya dan menarik lelaki itu untuk berada dalam lingkup kehidupannya.

Tentu saja salah satu hal lainnya adalah, untuk melakukan pendekatan kepada Nalisa Rembulan Cakrawijaya. Pemilik hatinya sejak dia berusia enam belas tahun hingga usianya menginjak dua puluh delapan saat ini.

Benar-benar adik dan kakak Cakrawijaya yang sudah membuat dunianya tidak terlalu hampa dan menyebalkan. Mewarnainya dengan berbagai macam hal yang bisa sangat dia hargai dalam kehidupannya.

Yah, meskipun untuk mendapatkan tambatan hatinya, Noren harus melakukan segala cara agar bisa mencapai titik itu sendiri.

Dan dengan pemikiran bahwa dia akan menghilangkan stressnya dengan berdiri di bawah langit, awan yang berarak dan sengatan matahari yang menodai kulit, dengan satu-satunya orang yang mengerti akan dirinya lebih dari dia sendiri, Noren mengendarai mobilnya menuju kediaman Cakrawijaya.

Dengan hanya satu niat, menculik Sinar Adibima Cakrawijaya yang telah menawarkan dirinya sendiri.

...……...

Tentu saja. Manusia hanya bisa berencana, tetapi yang menentukan hanyalah Yang Maha Kuasa. Noren tidak dihadapkan dengan Sinar yang menawarkan diri padanya, melainkan dia berdiri di depan pemilik hatinya yang terlihat lembut seperti bola kapas yang ingin dia uyel-uyel karena kegemasan. Diapun harus ditegur lebih dari satu kali seperti orang normal yang berfungsi pada umumnya ketika Lisa memanggilnya. Noren hanya tertegun, terpesona dan menikmati bagaimana jantungnya bekerja dan napasnya yang berhasil menangkap aroma manis vanilla yang menguar dari Lisa membuatnya begitu terombang-ambing dalam untaian kata di benaknya.

“lucu. Gemesin”

Noren menggeleng, malu sendiri dengan pemikirannya. Ditengah kemelut yang mengengelilinginya, Noren berusaha untuk mengontrol emosinya sendiri. Mengontrol dirinya agar berfungsi dengan lebih baik. Dia merasa senang dengan sambutan oleh Lisa. Mengobrol sebentar dan bersumpah bahwa dia ada disana hanya untuk bertemu dengan Sinar, sebelum akhirnya dia terkejut sendiri karena Lisa mengatakan bahwa Sinar pergi untuk berkencan dengan Hala. Orang yang selalu mengacaukan perasaan dan kepala sahabatnya itu. Agak sedikit kesal, namun itu langsing terhapuskan dengan perasaan bangga dan senang hati karena Sinar pada akhirnya tidak terus menerus merengek tentang kisah cintanya. Pada akhirnya mereka berdua ada proses pendekatan ke tingkat yang dimana Sinar mungkin bisa menunjukkan perasaannya sendiri pada Hala.

Noren tidak menyalahkan Sinar tentang ini, pun kedatanganya tidak merupakan kesia-siaan belaka, karena setidaknya dia bisa melihat Lisa dalam balutan kegemasan. Dia memikirkan mungkin dia bisa kembali ke apartemennya dan kembali bekerja atau mampir sebentar ke restoran untuk mengisi perut. Atau dia akan jalan-jalan ke taman air agar rasa mualnya berkurang. Atau mungkin dia bisa tidur sepanjang hari yang sangat tidak akan terlaksana dengan baik.

Dan kemudian dengan banyaknya kemungkinan-kemungkinan yang ada di dalam kepalanya, Noren mendengar itu.

Ajakan Lisa untuk menonton bersama.

Seorang Nalisa, calon yang dia idam-idamkan untuk merajut masa depan bersama-, perempuan yang empat bulan lalu ia minta langsung kehadapan keluarga Cakrawijaya tanpa perempuan itu sendiri ketahui-, yang mungkin saat ini sangat membencinya, yang sedang Noren kerahkan kemampuan untuk menarik hati perempuan itu agar jatuh padanya-,

Mengajaknya untuk masuk kedalam zona nyamannya dengan ajakan menonton bersama.

Noren tidak pernah membayangkan ini. Meskipun dia harus merasakan rasa kecewa karena Nalisa hanya menganggap usahanya sebagai utang budi yang harus dibayar, Noren tidak akan menolak ajakan yang telah dielukan oleh perempuan itu sebanyak dua kali.

Dua kali.

Hanya hal itu yang membuatnya kali ini pada akhirnya melangkahkan kaki memasuki ruangan dimana Lisa sendiri sedang berada di ruang santainya. Sedikit dari zona nyamannya yang Lisa buka untuk dirinya.

Rasa-rasanya Noren berada di dalam dekapan awan ketika dia masuk ke dalam sarang bulu yang dibuat Lisa di ruang santai. Noren menyebutnya seperti itu karena ketika dia melangkahkan kaki, mengekori Lisa di belakang saat masuk ke dalam tempat yang dituju untuk menghabiskan waktu menonton bersama, Noren bisa melihat ada bantal, selimut dan karpet bulu di sekeliling sofa. Boneka dan soft plushie panda dan teman-temannya sudah berada disana. Ruangan gelap yang hanya diterangi oleh pencahayaan lampu galaksi dengan kerlip bintang di langit-langit dan layar lebar televisi menampilkan sosok manusia dengan ekor dan sisik aneh yang sedang berada di atas sepeda di tengah hujan yang sedang di pause.

Ketika Noren melihat lebih jauh, dia bisa mendapati selimut hello kitty yang diperlihatkan Sinar dahulu saat melakukan video call dengannya, dengan mata berbinar yang cerah dan menunjukkan hadiah selimut lembut itu untuk sang adik tercinta. Noren merasa sudut bibirnya terangkat. Hubungan kakak dan adik ini benar-benar berbanding terbalik dengan dia dan adiknya sendiri.

Rasa-rasanya dia memasuki dunia lain dari Lisa. Semuanya terasa sangat lembut, nyaman dan hangat. Meskipun ruangannya dingin karena pendingin ruangan, perasaan hangat itu bersumber dari dalam hatinya yang terasa meleleh dan ia yakin dari suhu tubuh Lisa yang kini berada di depannya, sangat dekat.

“Duduk dimana aja terserah asal jangan duduk di samping gue. Sofanya sepenuhnya punya gue. Gue juga nggak mau minta maaf karena tempatnya berantakkan”

Noren tersentak ketika Lisa berbicara. Matanya terangkat untuk melihat bertapa lucunya pipi bulat perempuan itu dengan kacamata yang turun di pangkal hidung. Noren menahan diri untuk tidak mencubit hidung lucu yang mengerucut sekilas itu.

Bukannya menjawab pertanyaan Lisa terlebih dahulu, Noren sudah melangkah menuju karpet bulu di depan sofa dan meja yang terisi dengan kantong keripik kentang dan piring buah-buahan yang sudah habis, bisa dilihat dari kulit jeruk dan daun pangkal strawberry yang terkumpul menjadi satu.

“Mau pesen makan dari sekarang atau nanti aja?” Noren mendongak ketika Lisa masih tidak beranjak dari tempatnya. Dapat dia lihat bahwa perempuan itu seperti sedang melakukan perang batin atau kepalanya terasa seperti mau meledak, tetapi dia coba menahannya dengan hembusan napas yang ditarik begitu dalam.

“Pesen sekarang aja. Terserah mau apa, gue ngikut”

Ucapan itu dikatakan setelah dia beranjak untuk duduk di tempatnya kembali yang terasa nyaman. Noren mengangguk, mulai mengeluarkan ponselnya untuk mencari layanan pesan antar dan memikirkan apa yang dirasa enak untuk camilan menonton. Ada hening yang agak lama ketika dia memilih menu makanan ketika secara tidak sadar Lisa meletakkan bantal di belakang kepalanya dengan perlahan dan Noren yang menyadari itu tanpa kata mulai bersandar dengan nyaman disana. Lelaki itu juga diam-diam menyadari bahwa Lisa juga menjatuhkan selimut kecil untuknya. Semua dilakukan oleh perempuan itu dalam diam.

Dalam ketidakfokusannya untuk memilih makanan yang dia diam-diam mencari rekomendasi dari google dan instagram, dia bisa merasakan pergerakan Lisa yang menyamankan diri di dalam selimut miliknya sembari memeluk salah satu plushie panda berbulu. Film di televisi yang dihentikan mulai kembali berjalan dengan suara-suara khas bahasa inggris dengan dub indo yang tertera di bawahnya dengan warna putih tebal.

“Gue lebih suka pake subtitle daripada dub”

Noren ingin tertawa karena kegemasan. Tentu saja, dia bahkan tidak bertanya. Mungkin karena ego dari perempuan itu sangat tinggi, jadi Lisa sendiri merasa bahwa dia ingin menjelaskannya tanpa disuruh Mungkin karena tidak ingin mendapatkan pertanyaan dari Noren sendiri, tapi toh Noren tidak akan bertanya apa-apa tentang hal itu. Jadilah, untuk menunjukkan bahwa dia mendengar dan menghargai Lisa, Noren mengangguk mengiyakan.

Noren sangat ingin menengadah untuk melihat wajah Lisa, tetapi dia yakin perempuan itu akan malu jika dia terang-terangan melihat ke arahnya. Jadilah dengan itu, Noren kembali membuka aplikasi pesan antar makanan untuk memilih yang sekiranya Lisa akan sukai dari ingatan yang dia miliki dan informasi yang ia dapatkan dari Sinar.

Noren memilih makan siap saji dan toast serta beberapa minuman bersoda dan es krim yang dia yakin Lisa akan suka. Juga, membuka aplikasi belanja supermarket agar dia bisa membeli camilan seperti cokelat dan marshmallow untuk makanan penutup. Dia tidak tahu berapa lama marathon movie yang Lisa sebutkan, jadilah dia membeli mungkin lebih banyak dari pada yang mungkin dia harapkan.

“Aku rebahan aja boleh ya?” Noren meminta dengan lembut berbanding terbalik dengan Lisa yang menatapnya dengan tatapan yang sedikit mengintimidasi sebelum menghela napas, agak sebal. “Ya rebahan aja gapapa. Terserah lo asal jangan ganggu gue”

Noren terkekeh lucu sebelum akhirnya meletakkan bantal dan mengambil selimut yang diberikan Lisa dan meletakkannya di tempat yang menurutnya nyaman, dan mungkin-, dia bisa sedikit curi-curi pandang ketika Lisa sedang asyik menonton tanpa perempuan itu merasa risih dan mendepaknya keluar.

Noren memejamkan matanya sejenak untuk mengambil napas yang dalam. Hari ini sejujurnya dia ingin keluar dari ruangan yang seperti mengurungnya, namun pada akhirnya dia kembali ke dalam ruangan lain yang membuatnya terperangkap. Namun ruangan yang menjebaknya kali ini bukanlah ruangan yang seperti mencekiknya dan membuatnya mual, tetapi lebih ke arah.. nyaman?

Tentu saja. Noren merasa lebih nyaman dan aman. Ketika dia memejamkan mata dan mendengarkan suara dari film yang ditonton oleh Lisa, dan dengan mendengarkan hembusan napas Lisa yang teratur, Noren merasa sangat nyaman. Dia merasa seperti sedang dipeluk dan di buai. DIkeluarkan dari kemelut gelap dan berisik otaknya. Dan, mungkin,

Mungkin inilah yang dia cari. Tempat untuk melarikan diri dari saat terlemahnya, dari saat dia akan menjadi gila dan merobek isi otaknya.

Hanya suara televisi, hembusan napas dari seseorang yang berharga, ruangan dingin yang membuatnya dipeluk kehangatan dari selimut kecil berbulu yang lembut. Noren merasa bisa bernapas. Kali ini, Noren bernapas dengan sangat baik dan lega.

Dan di suatu titik, dia tertidur.

...…....

Noren tidak yakin dengan apa yang membuatnya terbangun dengan tiba-tiba. Ketika dia membuka matanya, dia masih dihadapkan dengan ruangan yang semi gelap, dengan langit-langit taburan bintang dan suara omelan perempuan yang terdengar sangat jauh. Noren segera terduduk.

Tidak, kepalanya tidak pusing. Tubuhnya tidak juga terasa pegal dan sakit. Noren hanya terkejuut, agak bingung. Tetapi dia juga merasa bahwa dirinya sangat segar seolah dia baru saja tertidur di tempat yang tepat dalam beberapa bulan terakhir. Dia juga tidak merasa mual. Tubuhnya baik-baik saja.

Noren mencoba untuk mencari keberadaan Lisa. Yang ia yakinkan tidak sedang berhalusinasi ataiu sedang bermimpi bahwa Lisa mengajaknya untuk menonton. Dan benar saja, dia masih berada di ruangan yang sama. Di rumah Sinar dengan keadaan yang sama dengan ketika Lisa mengajaknya untuk masuk menonton. Noren terkesiap, tidak enak hati karena dia pada akhirnya tanpa sadar tertidur.

Matanya terangkat untuk melihat sofa yang sedikit berantakkan, itu masih hangat, tetapi Lisa tidak ada disana. Baru saja dia ingin berdiri untuk mencari keberadaan perempuan itu, si beruang cokelat mungil dengan rambut cepol sedikit berantakkannya itu sudah datang dari balik ruangan lain, menenteng banyak plastik ditangannya dan dengan cemberut besar. Dia agak kesusahan sehingga Noren dengan sigap membantu.

“Udah bangun lo, kak?” Lisa berbasa-basi ketika dia menyerahkan kantong plastik makanan itu pada Noren.

“Ah iya, sorry. Aku juga nggak tau kenapa bisa ketiduran. Maaf ya” Dengan agak tidak enak hati Noren segera membawa makanan itu ke atas meja di dekat sofa. Meletakkan seraya langsung menata makanan yang ia yakin bahwa itu tadi yang dia pesan di atas meja. Lisa sendiri menyingkirkan bekas makanan sebelumnya.

“Kalau emang nggak suka dengan filmnya, sih, mending nolak aja tadi” Suara Lisa agak ketus, tetapi segera menyangkal. “Nggak gitu, Lis-“

“Iya, gue tau kalau tontonan gue kayak anak-anak” Lisa kembali mengomel, memotong ucapan Noren dengan sengaja. “Tapi ini kesukaan gue, lo nggak berhak ngejudge kesukaan gue, Kak”

Noren meringis. Sumpah, dia tidak berniat untuk membuat perempuan itu kesal. Dia juga tidak tau kenapa dia bisa tertidur begitu saja. Dan tentu saja, Noren juga tidak merasa bahwa dia menghakimi kesukaan perempuan itu. Sejujurnya, Noren malah senang bahwa dia mengetahui lebih banyak informasi tentang kesukaan Lisa sendiri. Sehingga dia memiliki banyak alasan dan banyak hal yang bisa dia lakukan untuk menarik Lisa semakin nyaman dengan dirinya.

“Tapi kalau lo nonton lagi, ini film nggak sepenuhnya buat anak-anak, lho. Lo nya aja mungkin yang terlalu gengsi buat nonton ginian. Padahal film bagus”

“Nalisa-,”

“Ini tuh film yang juga nargetin peonton remaja sampe dewasa. Gue aja nontonya sampe nangis karena bener semengharukan dan sebagus itu. Jangan kira karena ini kartun isinya bakalan aneh, kartun juga punya pesannya tersendiri. Sama kayak anime. Malahan kartun sama anime juga lebih bagus dari pada sinetron, cih”

Noren pada akhirnya memilih untuk menutup mulutnya dan menata makanan yang memang sangat banyak sekali di atas meja, higga dia memilih untuk hanya membiarkan beberapa camilan tetap berada di dalam plastik sedangkan dia memberikan es krim pada Lisa untuk disimpan di dalam kulkas. Lisa menatapnya dengan sengit, tetapi dia memilih untuk mengambilnya dan meletakkan di dalam kulkas mini di sebelah pintu ruangan yang baru Noren sadari berada disana.

“Jangan kira gue juga ga bisa nonton Marvel atau sejenisnya. Gue juga suka film aksi barat juga yang biasa di tonton orang-orang. Gue juga ngikutin series Divergent sama Harry Potter. Ini minggu Disney marathon Movie gue, jadi lo nggak berhak merendahkan tontonan gue”

Perempuan itu masih terus mengomeli apapun di bawah napasnya hingga dia kembali duduk di singgasananya. Seolah-olah mempertahankan harga diri, dia mengomel kembali yang kemudian membuat Noren semakin merasa bahwa Nalisa sangat menggemaskan. Noren hanya ingin tertawa dan mengusak kepala perempuan itu atau hanya ingin memeluknya dengan erat karena kadar kegemasan yang dibawa sudah terlalu berlebihan.

Untunglah jantungnya Noren saat ini masih berfungsih dengan sempurna dan tidak jatuh ke rongga dadanya karena terlalu meleleh dengan kelucuan yang Lisa berikan.

“Lagian juga ngapain lo beli makanan sebanyak itu, sih? kan Cuma kita doang yang disini. Perut lo karet banget apa, Kak? Tapi untung banget tadi lo udah bayarin tuh makanannya. Kalau nggak lo langsung gue usir dari sini sekalian dari hidup gue, huh”

Kali ini Noren tidak bisa menahan tawanya. Dia tertawa ditengah ruangan yang hanya ada dirinya dan Lisa. Sangat puas sekali. Dia merasa terhibur, gemas, dan senang menjadi satu. Topengnya benar-benar dia lepaskan saat ini. Tidak lagi berusaha menjadi seorang yang dewasa dan jaim, tidak lagi menjadi Noren yang berusaha menjaga citra dirinya meskipun sedang berada di hadapan Lisa.

Ini adalah Noren yang merasa bebas. Dia merasa bahwa dia sedang menjadi manusia sekarang. Kulitnya yang awalnya terasa begitu tebal, sekarang sudah menjadi tipis. Dulu, hanya Sinar yang bisa membuatnya seperti ini. Dia tidak menyangka, bahwa perempuan yang dia cintai bisa membuatnya menjadi seperti ini juga.

Atau ini hanyalah hal yang dimiliki oleh Cakrawijaya, Noren tidak begitu mengerti.

“Sumpah, ini orang malah ketawa” Lisa memutar bola matanya dengan kesal. Noren mencoba menghela napasnya dengan dalam setelah tertawa dengan kekuatan yang tidak begitu dirinya sadari. Lantas menyeka kedua matanya yang tergenang air mata. Ada diam sejenak sebelum dia kembali menyamankan diri di kaki sofa dan bernapas dengan tenang.

“Maaf ya, bukannya aku mengejek atau apa. Aku juga nggak pernah ngatain kesukaan kamu. Lagian aku malah seneng kalau aku bisa sedikit tau apa yang kamu suka, apa yang buat kamu nyaman” Noren tersenyum pada dirinya sendiri. Tatapannya jatuh pada layar televisi yang kali ini berupa naga biru yang sedang memegang Kristal yang pecah. “Aku juga minta maaf karena ketiduran padahal kamunya ngajakin buat nonton bareng yang aku senang banget. Cuma mungkin karena tempat ini nyaman banget, dan apalagi ada orang lain disekitar aku yang aku percayai, aku nggak sadar kalau aku ketiduran. Sumpah, ya Lisa. Aku ngga pernah senyaman ini dalam beberapa bulan terakhir, dan sekarang, aku nemuin kenyaman itu disini. Dan bareng kamu”

Noren pada akhirnya memaksakan dirinya sendiri untuk mendongak. Dia mengharapkan wajah imut Lisa yang jutek padanya, namun dia berhasil menangkap sedikit kejutan di wajah perempuan itu yang sembab.

Tunggu sebentar.

“Kamu nangis, dek?”

Lisa sedikit gelagapan sebelum mendorong kepala Noren ke bawah dengan tiba-tiba karena refleks.

“Ih ngapain sih lo noleh-noleh ke gue” Perempuan itu lagi lagi mengomel di bawah napasnya. Suaranya terendam dari balik selimut seperti dia sedang mengusap kedua matanya. “Kan udah gue bilang kalau filmnya tuh semengharukan itu. Nggak usah ke-geeran gue nangisin, lo. Aneh”

Noren bisa merasakan Lisa memutar bola matanya untuk yang kesekian kali. Dia terkekeh untuk dirinya sendiri sebelum berbicara di bawah napasnya bagai bisikan.

“Makhluk ciptaanmu ini kenapa lucu banget sih, ya Allah.. Gue kan jadi secepatnya pengen nge-halalin”

“ngomong apa lo, hah?”

Noren tersentak saat Lisa sedikit menendang pahanya. Dia melotot pada Noren ketika Noren mengintip, tetapi Noren menggeleng dengan cepat, tidak ingin membuat mood yang lebih muda semakin buruk. Bisa-bisa dia benar akan di depak dari tempat nyaman ini.

“Nggak ngomong apa-apa kok. Yaudah lanjut nonton aja. Kali ini filmnya tentang apa, Lis?”

Ada hening yang agak lama ketika Lisa mulai kembali memainkan film yang sempat ia hentikan tadi, Noren mengamati bahwa mereka masih di awal film. Dan dia yakin bahwa dia hanya sebentar tertidur. Meskipun begitu, dia merasa sangat segar kali ini. Diam-diam, Noren menyerahkan satu toast Crispy Chicken Mentai yang ia letakkan di dekat tempatnya berada. Untungnya, Lisa menyadari dan mengambilnya begitu saja. Ada ucapan terimakasih kecil yang sepertinya tidak begitu sadar ia keluarkan saat tatapan dan fokus perempuan itu sudah jatuh jauh pada film yang diputar.

“Tentang naga. Pokoknya lo nonton aja, Kak. Nanti gue tanyain biar gue tau kalau lo ikutan nonton apa nggak. Awas lo ketiduran lagi” ancamnya kemudian dengan fokus yang masih sepenuhnya mengikuti subtitle dan layar.

“Nggak tidur kok, janji”

“Hm hmm”

Itu ucapan terakhir dari Lisa sebelum perempuan itu benar-benar berada dalam dunianya sendiri. Dan mungkin tanpa Lisa sadari, ketika dia menonton film, perempuan itu akan lebih lembut dari biasanya. Noren mengamati ketika dia dengan perlahan mengambil bungkusan toast yang sudah habis di satu waktu ketika menonton, dan kemudian menggantikannya dengan minuman soda dimana dia diam-diam mendorong sedikit tangan Lisa agar perempuan itu menenggak minumannya.

Sangat menggemaskan.

Hari ini, Noren harus berterimakasih pada Sinar dengan benar.

Mungkin sebuah mobil baru untuk Sinar, atau reservasi restoran bintang Lima untuk Sinar bisa berkencan dengan Hala secara spesial.

Apapun itu.

...…....

Sinar berhenti di sebuah perumahan yang dia hapal luar kepalanya. Dimana dia menurunkan perempuan yang sejak pagi tadi berada di sebelahnya dan bersenang-senang bersama. Hala terlihat sangat lelah ketika Sinar menatap wajah perempuan yang sedang menggendong kucing hitam nya dengan menggemaskan. Mengusap kepala bulu si kucing sebelum pada akhirnya menciumi puncak kepala itu dengan gemas.

Sinar meleleh di dalam. Dua-duanya sangat menggemaskan. Dan hari ini adalah hari yang sangat luar biasa. Menoleh ke arah rumah yang bahkan belum pernah ia injakkan kakinya ke dalam sana, dia yakin bahwa ruangan dimana Hala berada di sana adalah yang terhangat dan yang paling nyaman. Sinar akan menunggu saat dimana perempuan itu akan mengajaknya untuk masuk dan menawarkan kenyamanan yang sama dengan yang Sinar rasakan ketika berada disekeliling perempuan dengan uraian rambut pendek yang menyentuh bahu. Kali ini rasanya lebih panjang beberapa senti ketika dia melihatnya terakhir kali sebelum dia pindah secara permanen ke kota ini.

“Makasih ya, kak buat hari ini. Seneng banget gue, hehe” tawa lucunya keluar saat ia berterimakasih. Sinar tersenyum dengan sangat lebar. Bagaimana tidak? Ini adalah hari sabtu yang sungguh terasa bahwa ini adalah milik mereka berdua. Seperti kencan pada umumnya. Mereka makan bersama di tempat yang sederhana dimana itu adalah tempat kesukaan Hala sendiri. Berjalan-jalan ke café kucing, lalu menjemput Pipang si kucing sebelum pergi ke vet untuk perawatan kucing hitam gemuk itu.

Sementara itu, Sinar juga mengajak Hala untuk menonton bioskop mobil sebentar. Hal itu setidaknya membuatnya harap-harap cemas karena lagi-lagi Hala beralasan dia tidak bisa pulang terlalu malam karena dia harus memastikan bahwa Heksa setidaknya sudah menyentuh makanannya hari ini dan anak itu sudah produktif hari ini tidak bermalas-malasan seharian.

Lagi-lagi nama Heksa muncul diantara mereka. Sinar merasa sedih, mungkin lebih patah hati karena Hala tidak mengerti bagaimana hari ini begitu spesial untuknya. Tetapi kemudian ketika keheningan ada diantara mereka sementara Pipang sedang di apa-apakan oleh professional, dan perasaan Sinar yang campuraduk kala itu, Hala tiba-tiba saja menggenggam tangannya dan berdiri seraya tersenyum dan mengiyakan ajakannya.

Jadilah Sinar menghalau semua perasaan cemburu dan sakitnya. Apapun yang terjadi, hari ini adalah untuknya dan Hala. Tidak ada apapun yang bisa menyakitinya hari ini. Bunga di hatinya bermekaran lagi kala Hala menyanggupi dan mereka pada akhirnya menonton drama komedi bagus di bisokop mobil seraya Sinar mendengarkan bagaimana Hala mengomentari cerita di film itu.

Sangat menyenangkan, bahkan untuk Sinar sendiri.

“Makasih kembali buat, Lo, dek. Gue juga seneng banget hari ini. Makasih ya udah nemenin gue seharian” Sinar menoreh senyum saat Hala terkekeh gemas. Dia dengan lembut memasukkan Pipang kembali ke dalam keranjangnya. “Gimana? Jalan sama gue nggak ngecewain, lo kan?”

Hala menggeleng dengan lucu. Rambutnya bergerak ke sana-kemari mengikuti gerakannya dan Sinar hanya ingin mengacak rambut itu dengan gemas, namun dengan kuat ia tahan sebanyak apapun dia ingin merasakan kelembutan surai itu dan melihat cemberut lucu yang dihasilkan dari reaksi yang ia yakin akan dia dapatkan.

“Gue nggak pernah bilang juga jalan sama lo ngecewain, kak. Lo nya aja yang terlalu merendah. Lagian gue juga orangnya nggak masang ekspektasi berlebih juga, tau” Sinar mendapati cemberut itu bahkan ketika dia tidak sedang membuat ulah. Jadilah Sinar menutup wajahnya dengan kedua tangan besarnya karena dia lemah untuk hal-hal gemas seperti apa yang ditampilkan perempuan itu padanya

“Harusnya lo masang ekspektasi tinggi kalau jalan sama gue, dek” Sinar menyeringai. “Biar lo tau kalau gue bakalan ngasih hal di luar ekspektasi yang lo bayangkan. Coba aja sini, kalau lo keluar lagi sama gue, lo mau kemana?”

Hala menatapnya dengan sengit. Sinar tau bahwa dirinya sedang melancarkan aksi modusnya untuk mengajak Hala keluar lagi. Dia tau bahwa dia tidak seharusnyamengatakan bahwa Hala harus memasang ekspektasi tinggi padanya karena Sinar tidak yakin tingkat kepuasan mana yang harus dia langkahi dalam standar yang ditetapkan oleh Hala. Namun, dia sudah melempar bom. Dan dia akan menyanggupi apapun yang telah dia lontarkan. Sinar bersumpah dia harus menampar dirinya sendiri nanti karena sudah meracau yang tidak-tidak.

Namu disana Hala hanya kembali tertawa, mengikuti permainan yang mungkin dia sudah tau. “Kalau lo mau ngajak gue keluar lagi ya tinggal ajak aja, kak. Gue nggak bisa ekspektasi tinggi-tinggi, sih. gue puas dengan apapun yang lo usahain kok, kak”

Sinar tersentak sedikit. Meringis di dalam ketika Hala berkata dengan manis dan lembut bahwa dia menyuarakan, dia suka apapun yang Sinar usahakan untuknya.

“Kalau lo puas dengan apapun yang gue usahain, kenapa lo nggak ngeliat gue?”

Sinar bersumpah demi apapun dia ingin menghajar dirinya sendiri karena lepas kendali. Hening yang tercipta diantara keduanya membuat Sinar merutuk dalam hati. Dia tidak ingin kecanggungan ada diantara mereka untuk hari ini. Kenapa? Kenapa Sinar hanya terlena untuk mengutarakan isi hatinya pada saat yang seharusnya menjadi penutup selamat malam untuk mereka dan membuatnya mengenang hari ini menjadi hari yang menyenangkan? Kenapa dia harus merusak malam ini dengan hal-hal aneh hanya karena hatinya sedang membuncah bahagia?

Sinar tidak tau, dia hanya sangat mencintai. Dia hanya sangat menyukai. Dia hanya sangat-, transparan.

Dan penasaran.

“Gue ngeliat lo, kok, kak”

Seketika tubuh Sinar kaku saat Hala mengatakan hal itu. Dengan gerakan patah dan mata yang membola, Sinar melihat bagaimana wajah lembut Hala terpampang manis di depannya setelah mengatakan hal yang membuat jantungnya porak-poranda dengan angina ribut yang seakan ingin menariknya ke dunia merah muda.

Apakah selama ini..

“Gue harus periksa mata dong kalau gue nggak ngeliat lo. Lo nya aja sebesar ini di depan mata gue. Kak Sinar lucu banget, sih”

Sinar dengan refleks membenturkan kepalanya ke atas kemudia dengan keras. Membuatnya mengaduh kesakitan dan Hala yang panik.

“Kak? Lo nggak apa-apa? Aduh,kok bisa sih? Sini coba gue liat dahinya”

Kemelut kepalanya yang penuh dan hatinya yang terasa ditarik hingga ke mata kaki membuatnya lesu, tidak yakin apa yang bertengkar di dalam kepalanya dan hatinya, Sinar bahkan tidak sadar bahwa kedua telapak tangan Hala kali ini sudah melingkupi bagian pipinya dan wajah Hala yang panik berada tepat di depannya dengan jarak yang teramat sangat tidak baik untuk kesehatan jiwanya.

“Aduh, kak. Kok bisa gini, sih?” Suara panik Hala dan hembusan yang menerpa dahinya membuatnya sedikit tersadar dari apapun fase yang tengah ia alami. Matanya terpaku pada wajah Hala yang sangat dekat dan Sinar hanya membeku. Begitu saja layaknya orang bodoh.

“Masih sakit?” Hala bersuara, bertanya. Kepalanya mundur sedikit untuk memastikan ketika perempuan itu mengusap pipi Sinar pelan dengan ibu jarinya. Mungkin, tanpa sadar.

“E-enggak, kok. Maaf ya, bikin lo panik”

Sinar menarik bibirnya dengan susah payah. Berusaha menghentikan debaran jantungnya yang menggila. Dia merasa di angkat ke atas awan dan dijatuhkan dalam persekian detik dan kemudian diangkat kembali ke awan merah muda. Sinar rasanya hampir gila.

“Aduh, lain kali hati-hati, kak. Gue jantungan gara-gara lo, nih” Hala berdecak sembari menyentuh dadanya dimana jantungnya bersemayam. Mungkin berusaha mengontrol debaran jantungnya yang panik tadi.

“Ya.. habisan..” Sinar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Bagaimana dia harus menjawab apapun yang Hala katakana padanya ketika kepalanya masih belum bisa menyatu dan berfungsi dengan baik. Anak itu benar-benar harus memperbaikinya atau tidak sama sekali.

Sinar melirik bagaimana Hala berusaha mengatur napasnya sejenak. Perempuan itu diam cukup lama seperti sedang berpikir. Dia melirik ke arah rumahnya yang sudah terang benderang. Matanya sedikit membola kala dia berhasil menangkap apapun yang ada di sana sebelum akhirnya dia kembali beralih pada Sinar.

“Kalau gitu, buat pertanyaan tadi” Sinar memperhatikan ketika lidah kecil itu terjulur untuk membasahi bibirnya yang bakan tidak kering menurut Sinar sendiri. Dan pergerakan itu membuat Sinar ingin menjambak rambutnya karena-,

Tidak. Dia tidak akan mengatakan apapun yang ada di dalam kepalanya saat ini.

“Gue pengen jalan ke akuarium besar buat nonton pertunjukan singa laut.. sama mungkin pergi ke planetarium lain kali?”

Sinar mengerjap. Ini berarti, ada hari lainnya untuk hanya jalan-jalan berdua saja, kan?

“Eh?”

“Gue juga rasanya pengen ngeliat Harimau sama Zebra deh kayaknya”

Sinar tertawa ketika mendengar penuturan lembut dari Hala yang seolah-olah dia sedang mengutarakan keinginan terberat yang belum sempat dia lakukan.

“Kalau gitu lain kali kalau gue ajakin jangan ga bisa mulu, lo, dek. Jangan juga pergi sama yang lain ketempat yang baru lo sebutin itu, ya? Awas aja, lo kalau sampe ngelakuin itu”

Kali ini Sinar tidak tinggal diam. Kedua tangannya tanpa bisa dihentikan mencubiti kedua pipi gembil milik Hala yang merengek dan segera menangkup kedua tangan Sinar untuk meminta lepas.

“Kalau sampe lo ngajakin orang lain ketempat yang lo bilang ke gue, gue ngga bakalan segan-segan maksa lo buat marathon nonton horror sama gue seharian penuh. Kalau lo nggak mau, gue yang bakalan ngehampirin lo dan nyulik lo buat dijadiin hukuman!”

“Ih sumpah ngeri banget anceman lo, kak!” Hala merengek ketika dia mengusap pipinya yang memerah, matanya melotot pada Sinar dengan tatapan bengis yang menggemaskan di mata Sinar. Jangan tanyakan mengapa, karena dia sungguh sedang dimabuk asmara.

“Ya makanya” Sinar berucap final.

“Ih” Hala mendengus, pura-pura kesal. “Iya deh iyaaa” ucapnya dengan nada yang panjang diakhir. SInar tertawa lepas. Dia sangat bahagia hari ini. “Yaudah kak kalau gitu gue masuk dulu, ya. Biar besok bisa tidur lama karena hari minggu, hehe” Hala merapikan dirinya dan bersiap untuk turun. Sinar yang sudah menghela napas untuk menetralkan perasaannya dan bibirnya yang sakit karena tersenyum hanya mengangguk kemudian melihat bagaimana Hala pada akhirnya mengucapkan selamat malam dan keluar dari mobilnya.

“Sekali lagi makasih buat hari ini ya, kak. Hati-hati di jalan, Lo jangan ngebut-ngebur. Kalau ada apa-apa nanti gue dimarahin Lisa, pawang Lo” Dia terkekeh kecil seraya melambai. “Pokoknya habis ini langsung tidur jangan kemana-mana, ya kak? Istirahat yang nyenyak, Kak Sinar”

Dan itu adalah ucapan penutup dari Hala sebelum perempuan itu dengan bersemangat masuk ke dalam rumahnya. SInar tidak ingin menunggu untuk melihat bahwa Heksa berada disana karena dia tidak ingin orang lain merusak perasaannya hari ini.

Jadi, mengabaikan kehadiran Heksa ditengah mereka yang sedang menyambut Hala pulang kerumah, Sinar melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju rumahnya sendiri.

Dia tidak akan cemburu hanya karena Heksa ada di kediaman Hala dan menyambutnya pulang. Yang pasti dan yang paling terpenting, hari ini sepenuhnya Hala adalah milik Sinar, dan untuk pertemuan yang nanti-nanti, Hala sudah berjanji bahwa mereka akan menghabiskan waktu bersama lagi.

Hanya berdua.

Dan Sinar akan memastikan hal itu.

...…....

Sinar baru saja menginjakkan kakinya di pekarangan ketika dia melihat mobil milik Noren ada disana. Dengan penasaran dan bingung, dia segera memasukkan mobilnya di dalam garasi dan bergegas untuk masuk ke dalam rumahnya, meyakinkan diri bahwa itu benar adalah Noren dan dia sedang tidak melakukan apapun kepada adik perempuannya yang membuat Lisa marah atau mengamuk. Dengan langkah penasaran dan sedikit was-was, Sinar masuk kedalam rumah. Mendapati suasana hening di depan pintu, dirinya semakin melangkah ketempat dimana dia meninggalkan adiknya pagi tadi. Dan benar saja, dia mendapati Noren disana, tengah menyelimuti adiknya yang tidur di atas sofa dengan berbagai selimut disekelilingnya dan plushie panda yang disematkan di kedua tangannya. Terlihat sangat pulas sekali.

“Ren?”

Noren tersentak sebelum dia menatap tajam pada Sinar. Mengangkat jari telunjuknya di depan bibirnya, Sinar tahu bahwa Noren sedang menyuruhnya untuk diam. Sinar mengikuti sampai ketika Noren berhasil meletakkan bantal dengan benar di bawah kepala Lisa.

“Takut banget sih lo gue apa-apain adek, lo” Bisikan Noren mulai terdengar di ruangan yang sudah sunyi ketika lelaki itu mematikan film ketika credit bergulir. Sinar menghela napasnya saat dia mendekat dan memastikan bahwa Lisa baik-baik saja. “Ya gimana, soalnya itu lo, Ren”

Noren menarik bibirnya menjadi garis lurus dan menatap Sinar dengan tatapan datar. “Tapi gue udah minta restu dari keluarga Lo? Apa yang harus lo takutin?”

“Tapi adek gue belum kasih consent-nya ke lo? Dan belum sepenuhnya percaya sama lo?”

“Tuh kan, Jiwa posesif lo keluar llagi, nih” Noren memutar matanya dengan malas sebelum mengabaikan Sinar untuk membereskan bekas makanan yang ternyata hanya tinggal sedikit yang utuh. Noren sendiri tidak mengerti bagaimana mereka bisa menghabiskan sebagian besar dari makanan yang begitu banyak di meja ini.

“Sumpah gue nggak ngapa-ngapain adek lo, Nar. Secintanya gue sama dia nggak bakalan gue nyentuh dia tanpa persetujuan dia. Gue licik tapi ga bejat, ya, anjir”

“Ya, kan gue khawatir?” Sinar berjalan menuju Lisa yang tertidur nyenyak. Melihat keadaan sang adik yang terlihat sangat damai.

“Sumpah pengen gue tonjok lo sekarang, ya. Gue kira habis lo ngedate bakalan bahagia, ini balik kerumah ngamuknya sama gue”

Sinar mengerjap sedikit. Diam sejenak dan menghentikan kegiatanya mengusap rambut sang adik sebelum menghela napas. Yakin sekali lagi kalau dia pada akhirnya gagal menghilangkan kecemburuan yang hanya ada sepersekian detik ditangkap oleh matanya. Pikiran jeleknya kali ini menguasainya dan dia sangat menyesali itu.

“Yaudah tonjok aja gue sekarang. Emang udah gila gue, Ren”

Noren yang baru saja memasukkan bungkusan makanan ke dalam plastik sampah bangun dari kegiatannya dan memukul kepala Sinar dengan keras. Membuat Sinar hampir saja menjerit yang langsung Noren apit dari belakang dan menutup mulut lelaki itu untuk tidak berteriak agar tidak mengganggu ketenangan Lisa.

“Aduh, sialan. Kan gue suruh tonjok, bukan mukul kepala gue, setan!” Sinar mengomel di bawah napasnya seraya mengusap kepalanya yang terasa berdenyut ketika Noren berhasil melepaskan kunciannya pada Sinar. Noren mengusap kedua tangannya sebelum kembali mengerjakan kegiatannya.

“Soalnya kan yang bikin lo bego kepala lo, bukan wajah lo”

Noren melengos begitu saja, berusaha mencari dapur untuk membuang sampah yang kini sudah sepenuhnya terkumpul di dalam plastik. Sinar duduk dengan helaan napas yang dalam. Dia seharusnya menghargai waktu kebersamaannya dengan Hala, namun kenapa dia harus kesal karena Heksa yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah Hala ketika dia menurunkan Hala disana?

“Gue nggak tau apa yang terjadi sama lo tadi, tapi kali aja lo bisa hargai waktu yang lo habisin sama Hala berdua doang. Masa gitu aja nggak bisa?” Noren tiba-tiba datang dari dapur dengan keadaan tangan membawa dua buah kaleng kola dingin yang langsung ia lemparkan pada Sinar sebelum akhirnya mendudukkan diri di sebelah Sinar yang terlihat lesu.

“Lagian, bukannya Lo, ya, yang ngajakin gue buat keluar tadi pagi karena gue, yah, lo tau sendirilah?”

Sinar terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Noren. Kepalanya menoleh dengan cepat ke arah Noren yang sedang membuka kaleng kola dan segera meneguk isinya.

“Ya Allah, sorry banget, Ren gue lupa. Sumpah”

Noren segera melambaikan tangannya pada Sinar untuk berhenti bersuara. Lelaki yang kini sudah terlihat agak segar saat mengkonsumsi minuman dingin mengacak rambutnya yang memang sudah lurruh ke bawah menjadi uraian yang berantakkan kembali jauh berantakkan sebelum jatuh diantara kedua matanya. Noren menggelengkan kepalanya ke kanan dan kiri dengan sedikit ceria.

“Awalnya gue mau kesel sama lo, tapi ya udah nggak apa-apa karena kapan lagi lo bakalan maju buat deketin dan nunjukkin perasaan lo sama tuh anak. Gue kasih lo waktu senang-senang. Eh taunya lo balik malah ngamuk sama gue” Sinar meringis, merasa bersalah dengan perilakunya hari ini. Lagian, kenapa dia harus moody seperti perempuan saja, sih? rasa-rasanya pukulan dari Noren belum berpengaruh appaun padanya sama sekali.

“Coba deh lo tonjok gue sekali lagi, Ren. Biar gue nyadar diri dikit. Belum sadar nih gue”

“Nggak ah” Noren tersenyum. Matanya melirik ke arah Lisa yang masih tidak terganggu. “Soalnya gue lagi seneng banget hari ini”

“Rencananya gue mau hadiahin lo tadi, tapi sayang banget lo pulang-pulang sulking kayak bayi besar yang nggak dapat perhatian padahal udah diperhatiin dari pagi sampe malem cuma karena hal yang mungkin kecil doang bikin lo sebel”

Sinar menendang kaki Noren dengan keras, mengutuk lelaki itu kemudian. “Sialan lo, Ren. padahal gue belum cerita apa-apa. ngeri banget lo, kayak cenayang”

Noren tertawa geli. Pada akhirnya dia yakin Sinar akan segera melupakan hal jelek yang hanya kecil kemungkinannya merusak hari lelaki itu disbanding dengan kebahagiaan yang dia terima lebih banyak sebelumnya. Sinar hanya harus melemparkan sedikit kekesalannya sebelum membuangnya begitu saja dan kembali menjadi seseorang yang memikirkan kesenangan yang ia alami saja. Mungkin jika bisa dibilang, Sinar itu bisa mengatur suasana hatinya jika hal-hal jelek sudah dibuangnya dengan umpatan yang dia butuhkan.

“Lo tau nggak?” Noren memulai ketika dia melihat layar televisi yang kosong. Ruangan masih bernuansa gelap yang hanya disinari oleh lautan bintang di dinding dan langit-langit ruangan. “Adek Lo yang ngajak gue masuk dan nonton bareng, tadi”

Noren tertawa seraya menganggukkan kepalanya sebelum menoleh ke arah lawan bicaranya. Sinar terlihat sangat terkejut seperti apa yang dia harapkan dari reaksi lelaki itu dalam benaknya.

“Sumpah, lo? Demi apa?”

“Ya ngapain gue bohong, Nar” Kembali ia taruh lirikan pada sosok Lisa yang sedang tertidur dengan manis. Noren tersenyum kecil. “Tadi aja gue sempet mau beliin lo mobil baru karena udah ngasih kesempatan berharga ini buat gue, sayang aja lo nya ngamuk gitu. Hilang rezeki, lo”

“Si anjir”

Lagi-lagi Noren dihadiahkan dengan tendangan maut Sinar di kakinya, membuatnya mengaduh dan melemparkan tendangan balasan ke lelaki yang kini ikut meringis.

“Terserah deh mau hilang itu mobil, lagian gue juga ga butuh mobil baru?” Sinar mengangkat kedua alisnya, berusaha untuk tidak sedikit kesal karena kehilangan kesempatan untuk mengganti mobilnya tanpa membuat tagihannya membengkak.

“lo kalau bohong keliatan, Nar”

Sinar memutar matanya, memilih diam.

Rasanya agak sunyi, hanya dari suara hembusan napas teratur Lisa dan kedua orang yang berada di ruangan itu. Suara jangkring di luar samar-samar terdengar dan juga suara desingan pendingin ruangan tidak sertamerta mengganggu hening yang mereka ciptakan. Ada banyak hal yang terlintas di dalam kepala mereka sebelum pada akhirnya salah satu dari kedua lelaki itu membuka suara kembali.

“Lo ingat ‘kan, Nar, sejak kapan gue suka sama adek lo?”

Sinar meneguk kolanya dengan ringan sebelum memperhatikan gerakan dari bulu karpet yang menyentuh kakinya yang baru saja sedikit lelah. Kepalanya mulai kembali pada nostalgia ketika Noren bertanya.

“Lo ketemu sama Lisa waktu dia umur sebelas tahun sebelum lo pindah ke Eropa, ‘kan?”

Noren mengangguk. “Waktu itu gue inget banget ngikutin lo kemana-mana sebelum pindah buat nanyain tentang adek lo. Cinta monyet banget gue waktu itu” lelaki itu tertawa puas. Memori yang kembali di bongkar membuat atmosfer indah masa lalu menggenang disekitar mereka.

“Ya rupanya bukan cinta monyet karena lo aja sampe sekarang walaupun nggak ketemu adek gue lo dengan berani minta restu ke Papa Mama gue buat nikahin nih anak”

Sinar bergerak untuk membenarkan tangan Lisa yang menjulur keluar ketika perempuan itu bergerak dalam tidurnya. Dengan lembut, Sinar membantu agar sang adik tidak terlalu kedinginan dan lebih merasa nyaman sebelum menorehkan kecupan sayang singkat di dahi sang adik yang sekarang sudah sangat dewasa itu. Noren bisa melihat bagaimana rasa sayang Sinar yang begitu dalam untuk sang adik.

“Gue yakin itu cinta monyet karena setelah lebih dari sebulan gue ngerusuhin lo tentang adek lo, gue berhenti selama beberapa tahun, ‘kan?” Noren kembali melanjutkan. “Waktu itu, waktu lo mulai dituntut untuk ngambil alih perusahaan keluarga lo di Jepang, gue diundang ke acara pengenalan lo ke rekan-rekan bisnis keluarga lo di sana. Lo pasti nggak inget karena emang lo nggak ketemu sama gue waktu itu”

Sinar mengernyit, sedikit terkejut saat Noren mengatakan hal itu. Dulu dia pernah marah pada Noren karena anak itu tidak datang ke acaranya yang mana dia sudah mengundang Noren dan memintanya untuk datang namun Sinar sama sekali tidak mendapati kehadiran Noren disana.

“Sumpah lo dateng waktu itu?”

“Dateng” Noren tersenyum, matanya menatap ke langit-langit ruangan, melihat satu bintang yang besar disana seraya mengingat bagaimana dia bisa mengatakan dengan jelas bahwa,

Ah, aku jatuh cinta.

“Tapi gue nggak liat lo disana?” Sinar masih meminta tanya. Noren mengangkat tangannya sebentar untuk menghentikan ucapan Sinar dan memilih untuk menatap wajah Nalisa. Benar-benar sedang mengamati perempuan itu seraya mengenang bagaimana akhirnya Noren bisa mengatakan bahwa Nalisa Rembulan Cakrawijaya inilah orang yang dia tunggu dalam hidupnya. Seseorang yang akan dia katakana bahwa dialah pemilik hati dari Noren sendiri.

Bahwa Nalisa adalah orang yang selama ini Noren inginkan.

“Lo tau nggak, sih, kalau benih dandelion itu bisa terbang jauh banget?”

Lantas tatapan itu dia layangkan pada Sinar. Dengan segala banyak kenangan indah dan perasaan yang ingin dia sampaikan bahwa dia sedang ingin bercerita.

Menceritakan bagaimana benih dandelion itu bisa membawanya ketempat yang jauh di dalam hatinya. Dimana pada akhirnya dia bisa mengatakan dengan jelas bahwa,

You are the one that I’ve been looking for and I see forever in your eyes, Nalisa.

...….....

Noren Agustion Giovano, 16th, Indonesia.

“Kak Noren?”

Noren yang kala itu baru berusia enam belas tahun dikejutkan oleh panggilan dari anak perempuan dengan topi putih berpiercing dan rambut sebahu yang lucu, dengan gaun berwarna biru langit dan sepatu dengan pita merah muda yang terlihat sangat menonjol menatapnya dengan bingung. Disebelahnya ada Sinar yang melambai padanya. Noren menghentikan kegiatan yang beberapa waktu terakhir dia kerjakan hari itu dan menghampiri kedua orang yang sepertinya memiliki kepentingan dengannya.

“Noren, sorry banget. Gue boleh minta tolong banget sama lo, nggak?” Sinar meminta dengan raut yang gelisah. “Kelompok gue belum ngerjain tugas gue dari Pak Fuadzi yang batesnya hari ini. Sementara gue disuruh ngurusin nih bocah, bantuin dia ngerjain tugas sekolahnya”

Sinar meringis dan Noren tau kemana arahnya pembicaraan mereka. “Pasti lo mau nyuruh gue buat bantuin adek lo bikin tugas sekolahnya sementara lo ngerjain pr dari Pak Fuadzi?”

Sinar menyeringai, seakan tidak merasa bersalah. “Tau banget lo, Ren. Sumpah tolong banget gue, ya? Nanti kalau udah selesai gue langsung jemput adek gue deh. Lagian Lo juga bentar lagi mau pindah ke Eropa. Bantuin gue lah sekali-kali”

“Yaudah, gue bantuin lo. Sumpah lo, Nar. Nggak ada berubahnya ngerjain tugas kelompok mepet waktu banget”

“Ya gitu.. kapan sih kelompok gue nemu yang bener?”

Sinar meringis seraya menyerahkan adiknya pada Noren, membuat Noren harus menggenggam tangan perempuan itu yang belum berbicara sama sekali.

“Yaudah gue ngerjain dulu, ya. Sebentar aja kok. Jagain adek gue jangan sampe dia kenapa-kenapa! Bye!”

Dan dengan begitu Sinar berlari menuju lokasi dimana dia dan kelompoknya akan melakukan sistem kebut untuk mengerjakan tugas yang sejatinya telah di berikan seminggu belakangan. Noren menggeleng sebelum melihat ke arah perempuan yang masih saja diam, tau bahwa dia sedang menggenggam tangan adik perempuan Sinar itu yang dia yakini membuat perempuan itu sedikit risih.

“Halo..” Ini adalah kali pertama Noren melihat adiknya Sinar. Selama ini dia hanya tau bahwa Sinar memiliki adik hanya dari ucapannya tentang adiknya yang melakukan ini dan itu sehingga dia pun tidak tahu harus memanggil perempuan itu dengan sebutan apa. Noren berdehem sejenak sebelum berusaha menjadi lebih dewasa, Lagipula umurnya sudah enam belas tahun dan dia harus jadi manusia dewasa yang sudah terkontrol untuk berhubungan dengan orang lain.

“Halo, namanya siapa, ya?”

Noren berjongkok untuk melihat dengan lebih jelas wajah perempuan yang hanya melihat ke sekeliling seolah sedang mengamati keadaan. Perempuan itu sedikit terkejut ketika Noren berada di depan wajahnya dan dengan refleks memekik hingga dia melompat kebelakang. Membuat Topi yang dipakainya terjatuh dan dengan panik anak itu berusaha untuk mengacak rambutnya, mencari topinya yang terhempas.

Noren tertawa. Anak umur sebelas tahun memang menggemaskan.

“Ini topinya. Maaf ya kalau kakak ngagetin” Noren memberikan topi yang telah ia ambil dan menyerahkannya kembali pada perempuan itu. Wajah yang ia amati sekarang begitu manis dan lucu. Pipinya masih gembil dengan poni rata yang berada di dahinya serta matanya yang lucu seperti sedang panik. Noren tersenyum seraya memakaikan kembali ke atas kepala anak perempuan itu yang tingginya hampir mencapai bagian dadanya.

“Maaf ya kakak ngangetin kamu” Noren berusaha untuk menjadi lebih lembut dengan perempuan itu. Kemudian dia mengulang kembali pertanyaannya. “Kalau boleh tau, nama kamu siapa? Nama Kakak, Noren. Tadi kamu manggil aku, kan?”

Perlahan perempuan itu mengangguk sebelum tertawa kecil. “Nama aku Nalisa, kak. Kakak boleh panggil aku Lisa!”

Itu adalah suara yang sangat bersemangat dari anak perempuan itu. Membuat Noren tertawa dengan lepas.

“Oke Lisa, salam kenal, ya”

Lisa terlihat mengangguk. Perempuan itu tiba-tiba melepaskan topi yang telah dipakaikan kepadanya dan menyangkutkannya di tali gaun di belakang punggungnya sebelum beranjak ke kegiatan yang ditinggalkan oleh Noren tadi.

Noren sedang menanam beberapa tanaman untuk mengisi waktu luangnya, dan dia sedang senang melakukan kegiatan bercocok tanam. Jadi, ketika Lisa berjongkok di depan pot dan sekop yang baru saja dia gunakan, anak itu terlihat sangat antusias.

“Lisa suka bunga?” Noren bertanya. Anak perempuan itu mengangguk dan tangannya mulai meraba kelompak daun yang berada dalam jangkauannya.

“Aku punya tugas sekolah” Anak perempuan itu mengingatkan. Membuat Noren tersadar bahwa dia ditugaskan untuk membantu pekerjaan rumah anak perempuan itu.

“Kalau boleh tau, apa tugasnya?”

Lisa diam sejenak sebelum memandangi berbagai macam jenis tanaman disana sebelum dia melompat untuk berlari ke ujung petak halaman milik Noren, menyebabkan Noren dengan refleks mengejarnya. Lisa terlihat begitu bersemangat untuk menghampiri suatu tempat disana.

“Kak Noren, lihat!” Suaranya sangat antusias, membuat Noren sangat penasaran.

“Apa?”

“Itu! Lisa mau bawa tanaman itu”

Noren melihat sepetak rumput liar dan dandelion yang baru saja mekar dengan bunga kuningnya yang cantik. Noren tersenyum kecil seraya berjongkok.

“Tapi ini bukan bunga, Lisa. Ini rumput liar”

Lisa menggeleng seolah-olah sedang menghakimi Noren. “Kak Noren nggak tau, ya?” Tukasnya dengan tatapan yang menusuk. Anak berusia sebelas tahun itu terlihat begitu serius dengan ucapannya.

“Apa?”

“Menurut Lisa, Dandelion itu adalah bunga cantik dan terkuat!”

Noren mengangkat kedua alisnya, tidak serta merta berusaha menahan diri untuk tidak menghakimi sang bocah. “Tapi dia rumput liar, Lisa”

Anak perempuan itu menggeleng.

“Bagi Lisa, dia bunga. Bunga yang sangat canrik dan kuat” Anak perempuan itu berjongkok dan mengusap bunga kuning mekar itu. “Karena dia bisa hidup dimanapun bahkan saat dia sendirian. Dia bisa bertahan hidup dan tetap menampilkan versi bunga terbaiknya bahkan ketika di terjang badai hingga pada akhirnya dia bisa menuai benih untuk kembali mengelilingi dunia dan menghadapi semua bahaya demi untuk tetap hidup!”

Mata anak perempuan itu berbinar saat mengusap kelopak kuning kecil. “Akarnya kuat, bunganya cantik, benihnya bisa hidup dimanapun dia mendarat. Bukannya ini keren banget, kak?”

Noren tertegun dengan apapun yang diucapkan oleh Lisa dari bibir kecilnya itu.

“Suatu saat nanti, Lisa akan jadi seperti bunga dandelion dengan versi terbaik dari Lisa sendiri. Bunga dandelion Lisa suatu hari bakalan mekar, berkelana kemanapun yang Lisa inginkan, dan berhasil menebarkan kebahagiaan bagi setiap orang yang berada di sekeliling Lisa. Dandelion Lisa!”

Mata Noren terpaku pada sosok anak perempuan berusia sebelas tahun dengan kata-katanya yang sangat dewasa. Mungkin pada hari itu dirinya telah tersegel oleh seluruh ucapan Lisa, dengan seluruh penantian dimana dia ingin melihat tumbuh dari perempuan itu.

Mungkin bukan hanya rasa kagumnya saja yang menyegel Noren di hari itu, tetapi hati dan perasannnya pun telah tersegel hanya dari ucapan sok dewasa anak berusia sebelas tahun.

Anak perempuan dengan gaun biru itu cantik. Memang. Namun hati dari anak bergaun biru itu sangat indah.

Dan Noren jatuh untuk perempuan muda yang membuatnya tidak memilih jalan untuk menyerah.

“Kak Noren, nanti kalau bunganya sudah jadi benih putih yang cantik, ayo tiup sama-sama, ya? Kita buat harapan dan bawa kebahagiaan buat orang-orang di seluruh dunia”

Perasaan putih yang murni.

Anak-anak dan perasaan kecilnya.

...🌾...

Noren Agustion Giovano, 22th, Japan.

Satu bingkisan sebagai hadiah dan oleh-oleh bertengger ditangannya sejak pertamakali dia menginjakkan kaki di Negara sakura itu. Berpegang pada hasi research serta maps di ponsel pintarnya dan juga kemampuan bahasanya yang lumayan bisa dia banggakan, Noren berhasil untuk setidaknya sampai dengan selamat ke area di mana undangan yang diberikan oleh Sinar untuk menghadiri acara pengenalan pewaris Cakra Eston Spareparts.Ltd. yang dimana adalah sahabatnya sendiri yang bahkan sampai dengan sekarang masih dengan rutin bertukar kabar dengannya.

*Reaksi pertamakali yang diberikan oleh Noren adalah kebanggan dan kekaguman tersendiri untuk Sinar karena sudah dengan suka rela menuruti garis takdir yang diinginkan oleh orang tuanya. Sebenarnya mereka sama. Noren dan Sinar adalah anak pebisnis yang memiliki perusahaan cukup berpengaruh pada bidangnya dan negaranya masing-masing.

Anak lelaki pertama keluarga, tumpuan dan banyaknya harapan serta ekspektasi yang dibebankan di kedua pundak mereka sehingga mereka di haruskan untuk mengikuti keinginan dan jalan yang dibuat oleh orang tua mereka sendiri. Mimpi-mimpi yang berkeliaran dan manis yang pernah mereka inginkan harus dihapus begitu saja dengan paksa, sehingga sampai saat ini, mereka akan mengejar sesuatu hal yang disebut dengan tiang penyangga nama keluarga seorang pembisnis*.

Lelaki yang kini menginjak angka 22 tahun itu berkeliaran seorang diri dengan hasil nekat yang telah dia rencanakan sejak undangan itu sampai di tangannya. Tanpa meminta izin pada Ayah dan Ibunya, Noren kabur dari kungkungan yang diberikan orang tuanya hanya untuk kali ini. Dia sudah selama sebulan belajar terus menerus demi bisa mengambil Ujian masuk untuk melanjutkan sekolah pasca sarjana di INSEAD dalam bidang bisnis. Kali ini, biarlah dia menyegarkan otaknya yang hampir gila terlebih dahulu.

Noren tidak membawa apapun dalam acara kabur nya ini, toh dia tau bahwa nanti adiknya akan sadar bahwa dia tidak ada di manapun lelaki itu dapat menemukannya dan langsung mengadu kepada Ayahnya sehingga mau tidak mau dia akan di seret untuk pulang. Setidaknya, Noren ingin memberikan hadiah pada sahabatnya untuk sekali ini saja sebelum menyelesaikan apapun tuntutan orang tuanya.

Itu berlokasi di sekitar daerah prefektur Aichi, Nagoya. Dimana dia pada akhirnya bisa menemukan Gedung miliki keluarga Cakrawijaya yang terselip dan berdiri dengan gagah diantara gedung pencakar lainnya.

Cuacanya terik, dan disana sangat ramai. Noren terus berjalan, melangkahkan kakinya menuju tempat didakannya acara. Memang benar, sangat ramai dan ada banyak karangan bunga yang di pajang didepan gedung dengan berbagai macam ucapan selamat dalam kanji dan hiasan lainnya dari para rekan bisnis milik keluarga Cakrawijaya.

Namun kemudian, dalam tiga langkah yang Noren ambil, matanya tidak sengaja menangkap benih dandelion yang berterbangan, tepat di depan kedua matanya yang tertutup kaca mata hitam miliknya. Dengan kerjapan mata, Noren dengan cepat melepas kacamatanya dan menoleh untuk mendapati benih-benih putih halus yang terhembus angin melewati kepalanya.

Dandelion.

Dari mana benih itu datang?

Benih bunga dandelion yang ditangkap oleh matanya mengingatkannya akan sosok perempuan berusia sebelas tahun yang dengan berbangga hati mengatakan bahwa dia adalah representasi dari bunga dandelion itu sendiri.

Jantungnya yang telah lama mati dalam semerawut tuntutan keluarga, dengan dinding baja yang dia bangun disekelilingnya mulai mencair begitu saja saat nalurinya membawa Noren untuk mengikuti arah dari benih-benih dandelion itu berasal.

Rasa-rasanya benih itu dihembus secara manual oleh seseorang dalam jarak yang berdekatan dengan dirinya. Karena setiap kali dia berhenti untuk melihat benih dandelion yang berterbangan melewati kepalanya, dia dihadapkan lagi dengan benih lain yang terbang beberapa saat kemudian.

Nalisa.

Satu nama yang membuat jantungnya menjadi tidak karuan dan wajahnya yang mulai menghangat. Dia melupakan apapun yang akan dia lakukan ketika dengan tidak sabar Noren melangkahkan kakinya mengitari gedung. Ada kilasan gaun biru muda lembut yang terlintas di matanya, entah apakah dia sedang mengigau atau apa, tetapi dia bisa merasakan itu semua.

Topi berpiercing, rambut pendek yang mengibas dengan lembut di atas bahu, senyum lebar yang tulus dan bersungguh-sungguh, gaun biru dan sandal berpita norak-, dandelion yang baru mekar dengan kuning yang menyengat mata, kini bermunculan dalam kepalanya hingga membuatnya pusing.

Noren tidak sadar kapan dia kemudian masuk ke dalam suatu tempat yang sempit. Disekitarnya gelap, itu adalah gang yang sedikit kotor. Tetapi rasanya kakinya sama sekali tidak ingin berhenti. Dia terus berjalan. Benih dandelion semakin menghilang di tengah kegelapan sebelum akhirnya dia terhenyak.

Di depannya ada sebuah taman kecil yang baru dia sadari adalah sebuah halaman belakang rumah kecil tidak berpenghuni yang sepertinya akan segera di robohkan untuk memperluas gedung. Bukan hanya itu saja, disana banyak bermekaran bunga berwarna-warni. Ada cosmos dan juga beberapa bunga liar kecil yang cantik. Lalu ada itu, petakan tanah yang diisi dengan dandelion ranum yang siap untuk menebarkan benihnya.

Untuk sesaat, Noren terpesona.

Halaman kosong yang ditinggalkan itu diubah menjadi taman bunga mini yang dikuasai oleh rumput liar yang jika di rawat dengan baik akan menghasilkan bunga-bungaan yang cantik dan terawat. Terlebih di bagian dimana hampir sepenuhnya yang menguasai adalah dandelion itu sendiri.

Bukan hanya itu. Disana berdiri seorang perempuan yang mungkin tingginya mencapai dagu Noren sendiri. Dengan rok tutu berwarna biru muda manis dan cardigan putih semi formalnya. Kali ini dengan heels tinggi, sulur ikatan heels yang menjulur hingga mencapai ujung rok-nya, juga rambut lembut yang kali ini sudah sepanjang pinggang kecil perempuan itu.

Aroma vanilla yang vamiliar bisa Noren rasakan ketika dia menarik napas di udara,bersamaan dengan nuansa dan aroma musim panas yang menyatu. Noren merasakan nostalgia kehangatan membasuhnya. Dia yakin dan tau pasti bahwa itu adalah perempuan yang sama. Perempuan berusia sebelas tahun yang mengidolakan dandelion dan perempuan yang sama itu kini memiliki taman rumput liarnya sendiri.

Noren tidak bisa berkata-kata saat dia akhirnya melihat wajah yang baru saja dia sadari bahwa dia rindui sampai saat ini. Rasanya perempuan itu tidak banyak berubah. Semuanya masih sama. Kegemasan, lembut dan kelucuan serta mata seperti bulan sabitnya yang sama persis dengan milik Sinar. Namun wajah itu kali ini diselimuti dengan lebih banyak kedewasaan disana.

Lisa merendahkan dirinya, berjongkok di salah satu petakan dandelion ranum yang sudah diap untuk menempuh perjalanan jauh mereka. Ada diam sejenak dengan hembusan angin lembut yang mematahkan beberapa benih yang tidak bisa berpegang lebih lama lagi, hingga akhirnya Lisa memutuskan untuk membantu angin dalam perjalanan yang dinantikan oleh benih-benih itu sendiri.

Senyuman tertoreh di wajah perempuan itu dengan lembut, tetapi sorot kesedihan tidak luput hilang dari kedua belah matanya yang indah. Namun, tekad kuat dan penyemangatan diri dari Lisa yang sudah berusia tujuh belas tahun itu membuat Noren tidak bisa berkata-kata.

“Sekarang Lisa sudah besar. Sudah lebih kuat dari sebelumnya. Dan sekarang Lisa sedang berada dalam perjalanan untuk menjadi benih ranum yang siap berpetualang”

Suara perempuan itu masuk ke dalam telinga Noren seperti bisikan yang memeluk hatinya. Sedikitnya, dia merasakan ada kebanggaan aneh yang menyertai. Dia merasa sedikit tidak enak karena mengintip dan tidak langsung datang untuk menyapa. Tetapi rasanya, ini adalah moment yang tidak ingin ia rusak dengan kehadirannya yang tiba-tiba.

Noren memperhatikan ketika Lisa membelai rumput liar dengan bunga kuning merekah sebelum dengan berhati-hati memetik tangkai dandelion lainnya. Perempuan itu berdiri dengan hati-hati. Membisikkan sesuatu yang lain lagi kemudian.

“Mulai saat ini, Lisa nggak boleh gangguin dan manja lagi sama kak Sinar. Soalnya Kak Sinar bakalan lebih sibuk ke depannya dan nggak sepenuhnya ada buat Lisa. Tapi Lisa nggak ngambek atau marah, kok. Lisa memang sedih, tapi Lisa juga punya jalan sendiri yang harus Lisa tempuh. Sendiripun rasanya Lisa bisa. Karena Lisa nggak bakalan kalah dari kalian”

Matanya memicing pada benih ranum dandelion di tangannya. Noren menahan napasnya ketika Lisa berdiri berhadapan dengannya dari jarak yang cukup jauh.

“Sekarang, mari berharap kelancaran dan kebahagiaan untuk Kak Sinar” Senyuman indah itu merekah di wajahnya sebelum dia berbisik lagi. “Kak Sinar, Lisa sayang kakak. Bahagia selalu, Kakak!”

“Tolong, ya, dandelion”

Lalu kemudian ada hembusan dari bibir ranum kemerahan yang membuat dandelion berterbangan di sekitar mereka bersamaan dengan hembusan angin. Itu membuat sosok Lisa di bawah sinar matahari yang terpantul dari balik dedaunan di pohon rindang-, menjadikannya seperti dikelilingi dengan rintik salju yang berkilau terkena cahaya.

Hal yang Noren sadari kemudian adalah kedua mata yang terkejut menatap ke arahnya dan hatinya yang berteriak,

I've been in love with her. and it's always her.

...…...

...Dandelion into the wind you go, won’t you let my darling know that...

...I’m in a field of dandelions wishing on everyone that you’d...

...Be Mine....

...…...

Noren menarik napas lega setelah dia menceritakan apapun yang berada dalam bayangannya yang penuh kenangan saat ini. Dia tidak peduli apapun yang dipikirkan oleh Sinar saat ini. Apakah lelaki itu bisa menangkap seberapa besar perasaan yang mampu Noren keluarkan atau bahkan hanya sekadar mengetahui bahwa, oh, Noren sangat mencintai adiknya. Begitu.

Namun dia tidak ambil pusing. Noren segera beranjak berdiri dan meluruskan sendinya yang terasa kaku sebelum dia meminta izin kemudian.

“Gue bawa Lisa ke kamar, ya?”

Dari matanya saja, Noren tau bahwa Sinar ragu untuk memperbolehkan, tetapi ketika hembusan napas yang dikeluarkan oleh Sinar terdengar terlalu berat dengan persetujuan yang dia keluarkan dalam bisikan sebelum menghabiskan langsung sekaleng kola, Noren mengirimkan jempol pada Sinar dengan cengiran yang lebar.

“Makasih, bro. Gue gentle ‘kok”

Noren berdecih ketika Sinar mendorong kepalanya saat dia bangkit berdiri.

“Hati-hati jangan sampe jatuh” itu titahnya kemudian sebelum dia menuju dapur untuk membuang sisa sampah mereka.

Sebelum mengangkat Lisa untuk memindahkannya ke dalam kamar perempuan itu, Noren lagi-lagi tidak bisa melepaskan bagaimana bayangan wajah indah anak berusia sebelas tahun dan tujuh belas tahun itu bergabung di wajah dewasa perempuan usia dua puluh tiga ini. Masih sama cantiknya, dan masih sama indahnya. Meskipun bukan dari kecantikan wajah, dan bagaimanapun rupa Lisa, sejak dulu dia sudah berjanji pada dirinya bahwa dia yakin Lisa adalah orangnya. Orang yang akan dia jaga sampai akhir hidupnya. Yang telah menyegel diri dan hatinya bersamaan dengan ratusan benih dandelion yang tertiup hari itu.

“Kok kamu bisa lupain aku gitu aja, sih, Lisa? Ini aku loh, Kak Noren yang dulu pernah kamu ajak buat niup benih dandelion sama-sama. Kapan kita bisa ngelakuin hal yang udah kamu janjiin ke aku dulu?”

Noren dengan perlahan mengangkat tubuh Lisa dalam genggamannya sebelum langkahnya menapak menuju kamar perempuan itu.

“Tapi jangan khawatir, ya. Aku nggak cuma nunggu. Aku lagi usahain biar kita bisa bareng-bareng lagi. Tungguin aku, ya? Dan coba deh, buat buka sedikit hati kamu buat aku biar aku bisa nunjukin kalau benih dandelion yang kamu tiup hari itu adalah sumber dari kekuatan dan kebahagiaan aku sampai hari ini”

..........

...🍁...

...Sedikit Dari Zona Nyamannya-End...

Terpopuler

Comments

Ry🦢

Ry🦢

Semangat terus Kak!

2023-10-16

1

Hiatus

Hiatus

semangat up kk🤗🤗

2022-04-07

2

Blalazrn17

Blalazrn17

bukan gitu loh maksudnya mbak hala😂

2022-01-23

0

lihat semua
Episodes
1 Prolog 0.0 : Planning to Escape With The Fire On Top
2 Calon Suami Dan Perjalan Pertama
3 Bukan Lelucon
4 Percaya
5 Bom Pertama
6 (Tidak) Saling Mengenal
7 Siapa Pemenangnya
8 Awal Gangguan
9 Perlakuan Aneh
10 Perlahan-lahan, Sedikit Demi Sedikit
11 Kejutan Baru, Terus Berlanjut
12 Belum Terbiasa
13 Ajakan Yang Tidak Terduga
14 Sedikit Dari Zona Nyamannya
15 Senin Belum Sepenuhnya Berakhir
16 Akhir Hari Senin : Berantakkan Dalam Satu dan Lain Cara
17 Bro Time: Perasaan dan Keputusan Satu Sisi (Kembali ke Masa-Masa Itu)
18 Bro Time: Perasaan dan Keputusan Satu Sisi (Menyakiti atau Disakiti)
19 Tentang Rasa (Sinar Sight) Part.1
20 Tentang Rasa (Sinar Sight) Part. 2
21 Tentang rasa (Fajri Sight) : Perasaan yang Sama; Pengecut VS Sembrono
22 Tentang Rasa (Fajri Sight) : Perasaan Yang Sama; Pengecut VS Sembrono Part. 2
23 Tentang Rasa (Hala Sight) : Bibir Terkatup, Hati Berbisik
24 White Bear Dandelion Doll dan Pembicaraan Tengah Malam Part. 1
25 White Bear Dandelion Doll dan Pembicaraan Tengah Malam Part.2
26 Kegigihan Yang Tak Pernah Padam
27 If You Cant Fight Him, Join Him Part.1
28 If You Cant Fight Him, Join Him Part.2
29 If You Cant Fight Him, Join Him Part.3
30 Mesin Capit dan 20 Pertanyaan Part.1
31 Mesin Capit dan 20 Pertanyaan Part.2
32 Mesin Capit dan 20 Pertanyaan Part.3
33 Dua Sisi : Intermezzo; Rubah
34 Perasaan Yang Mulai Terbiasa
35 Penjadwalan: Intermezzo; Saran
36 Feels Like Dejavu But Not At The Same Time
37 Plain Milo V.S Daging Panggang Bumbu Part.1
38 Plain Milo V.S Daging Panggang Bumbu Part.2
39 Daun Gugur; Intermezzo: Spesial Untuk Dua Orang
40 Daun Gugur; Intermezzo: On Their Way 0.5
41 Daun Gugur; Spesial Untuk Dua Orang : Lainnya
42 Daun Gugur : Impian Dan Pilihan Terakhir
43 Impian Dan Pilihan Terakhir Part. 2
44 Daun Terakhir Yang Telah Gugur: Tak Bisa Lebih Dari
45 Tak Bisa Lebih Dari Part. 2 End
46 Sudah Terbiasa; Kakak Beradik Dan Nama Keramat
47 Sudah Terbiasa; Familiar
48 Sudah Terbiasa; Kebersamaan dan Ajakan ; Rindu
49 Sudah Terbiasa; Bus, Halte dan Awal lain?
50 Sudah Terbiasa; Teman.
51 Rencana Noren; Bola Kristal Dan Keputusan
52 Rencana Noren; Pertemuan Rahasia Keluarga
53 Keputusan Sinar; Kabar Pertama
54 Keputusan Sinar; Reaksi
55 Keputusan Sinar; Desak Langkah Mundur
56 Tempat Pelarian; Intermezzo: Pertanyaan
57 Tempat Pelarian; Calon Rumah Dimana Hati Tertuju. Part 1
58 Tempat Pelarian; Calon Rumah Dimana Hati Tertuju. Part 2
59 Tempat Pelarian; Calon Rumah Dimana Hati Tertuju. Part 3
60 Kekhawatiran Saudara; Maaf
61 Hari Baik; Percakapan Santai Yang Tidak Terduga Part 1
62 Hari Baik; Percakapan Santai Yang Tidak Terduga Part 2
63 Date? Double Date? Nah
64 Double Date. Hala Si Obat Nyamuk.
65 Double Date? Hala Si Obat Nyamuk Part. 2
66 Kepanikan Sinar
67 Pengakuan Sinar
68 Perjalanan Yang Direncanakan
69 Perjalanan Yang Direncanakan Part. 2
70 Perjalanan Yang Direncanakan Part. 3
71 Perjalanan Yang Direncanakan; Dicampakkan?
72 Permintaan Maaf Diterima Dengan Banyak Syarat
73 Acara Kelompok; Presented by Noren
74 3 Bulan Yang Hilang
75 Acara Kelompok; Presented by Noren Part. 2 - End
76 Hancur Yang Tak Terduga
77 Tempat Pelarian Yang Dipaksakan
78 Tampilan Baru dan Undangan Makan Malam
79 Acara Makan Malam Dua Keluarga Besar
80 Amukan Nalisa
81 Kakak dan Adik; Pertengkaran Saudara
82 Kakak dan Adik; Hubungan Darah Yang Kental
83 Perayaan Tahun Baru dan Harapan Kecil
84 Tentang Rasa (Heksa Sight) : Emosi Yang Tidak Bisa Dijabarkan
85 Kunjungan Noren
86 Undangan Pernikahan
87 Ibu dan Alasan Restu
88 Kembalinya Nalisa; (Nalisa dan Rencana Gilanya)
89 Hati Yang Dingin; Noren dan Perasaanya
90 Konfrontasi; Hasil Reaksi Heksa 1/2
91 Konfrontasi; Hasil Reaksi Heksa 2/2
92 Pengkhiatan Dan Rencana Yang Harus Terus Berjalan
93 Misi Rahasia Dan Kekhawatiran Alpino
94 Tentang Rasa (Jihan Sight); Realisasi Hati
95 Permintaan Maaf Dan Rasa Bersalah; Takut 1/1
96 Permintaan Maaf Dan Rasa Bersalah; Takut 2/2
97 Hari Pernikahan (Noren Sight)
98 Hari Pernikahan (Nalisa Sight)
99 Pernikahan Yang Hancur; Antara Hidup Dan Mati
100 Pernikahan Yang Hancur; Rumah Sakit
101 Pernikahan Yang Hancur; Noren
102 Intermezzo; Nalisa & Alpino; Something Shifted
103 Pangeran Berkuda Putih; Cinta Pertama?
104 New Season Just Arrived [Going to Season 2 ]
105 [SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; Pantai dan Kemuliaan Senja
106 [SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; Blooming
107 [SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; Kecurigaan Kecil
108 [SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih: Kunjungan Alpino
109 [SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; ARSENIO
Episodes

Updated 109 Episodes

1
Prolog 0.0 : Planning to Escape With The Fire On Top
2
Calon Suami Dan Perjalan Pertama
3
Bukan Lelucon
4
Percaya
5
Bom Pertama
6
(Tidak) Saling Mengenal
7
Siapa Pemenangnya
8
Awal Gangguan
9
Perlakuan Aneh
10
Perlahan-lahan, Sedikit Demi Sedikit
11
Kejutan Baru, Terus Berlanjut
12
Belum Terbiasa
13
Ajakan Yang Tidak Terduga
14
Sedikit Dari Zona Nyamannya
15
Senin Belum Sepenuhnya Berakhir
16
Akhir Hari Senin : Berantakkan Dalam Satu dan Lain Cara
17
Bro Time: Perasaan dan Keputusan Satu Sisi (Kembali ke Masa-Masa Itu)
18
Bro Time: Perasaan dan Keputusan Satu Sisi (Menyakiti atau Disakiti)
19
Tentang Rasa (Sinar Sight) Part.1
20
Tentang Rasa (Sinar Sight) Part. 2
21
Tentang rasa (Fajri Sight) : Perasaan yang Sama; Pengecut VS Sembrono
22
Tentang Rasa (Fajri Sight) : Perasaan Yang Sama; Pengecut VS Sembrono Part. 2
23
Tentang Rasa (Hala Sight) : Bibir Terkatup, Hati Berbisik
24
White Bear Dandelion Doll dan Pembicaraan Tengah Malam Part. 1
25
White Bear Dandelion Doll dan Pembicaraan Tengah Malam Part.2
26
Kegigihan Yang Tak Pernah Padam
27
If You Cant Fight Him, Join Him Part.1
28
If You Cant Fight Him, Join Him Part.2
29
If You Cant Fight Him, Join Him Part.3
30
Mesin Capit dan 20 Pertanyaan Part.1
31
Mesin Capit dan 20 Pertanyaan Part.2
32
Mesin Capit dan 20 Pertanyaan Part.3
33
Dua Sisi : Intermezzo; Rubah
34
Perasaan Yang Mulai Terbiasa
35
Penjadwalan: Intermezzo; Saran
36
Feels Like Dejavu But Not At The Same Time
37
Plain Milo V.S Daging Panggang Bumbu Part.1
38
Plain Milo V.S Daging Panggang Bumbu Part.2
39
Daun Gugur; Intermezzo: Spesial Untuk Dua Orang
40
Daun Gugur; Intermezzo: On Their Way 0.5
41
Daun Gugur; Spesial Untuk Dua Orang : Lainnya
42
Daun Gugur : Impian Dan Pilihan Terakhir
43
Impian Dan Pilihan Terakhir Part. 2
44
Daun Terakhir Yang Telah Gugur: Tak Bisa Lebih Dari
45
Tak Bisa Lebih Dari Part. 2 End
46
Sudah Terbiasa; Kakak Beradik Dan Nama Keramat
47
Sudah Terbiasa; Familiar
48
Sudah Terbiasa; Kebersamaan dan Ajakan ; Rindu
49
Sudah Terbiasa; Bus, Halte dan Awal lain?
50
Sudah Terbiasa; Teman.
51
Rencana Noren; Bola Kristal Dan Keputusan
52
Rencana Noren; Pertemuan Rahasia Keluarga
53
Keputusan Sinar; Kabar Pertama
54
Keputusan Sinar; Reaksi
55
Keputusan Sinar; Desak Langkah Mundur
56
Tempat Pelarian; Intermezzo: Pertanyaan
57
Tempat Pelarian; Calon Rumah Dimana Hati Tertuju. Part 1
58
Tempat Pelarian; Calon Rumah Dimana Hati Tertuju. Part 2
59
Tempat Pelarian; Calon Rumah Dimana Hati Tertuju. Part 3
60
Kekhawatiran Saudara; Maaf
61
Hari Baik; Percakapan Santai Yang Tidak Terduga Part 1
62
Hari Baik; Percakapan Santai Yang Tidak Terduga Part 2
63
Date? Double Date? Nah
64
Double Date. Hala Si Obat Nyamuk.
65
Double Date? Hala Si Obat Nyamuk Part. 2
66
Kepanikan Sinar
67
Pengakuan Sinar
68
Perjalanan Yang Direncanakan
69
Perjalanan Yang Direncanakan Part. 2
70
Perjalanan Yang Direncanakan Part. 3
71
Perjalanan Yang Direncanakan; Dicampakkan?
72
Permintaan Maaf Diterima Dengan Banyak Syarat
73
Acara Kelompok; Presented by Noren
74
3 Bulan Yang Hilang
75
Acara Kelompok; Presented by Noren Part. 2 - End
76
Hancur Yang Tak Terduga
77
Tempat Pelarian Yang Dipaksakan
78
Tampilan Baru dan Undangan Makan Malam
79
Acara Makan Malam Dua Keluarga Besar
80
Amukan Nalisa
81
Kakak dan Adik; Pertengkaran Saudara
82
Kakak dan Adik; Hubungan Darah Yang Kental
83
Perayaan Tahun Baru dan Harapan Kecil
84
Tentang Rasa (Heksa Sight) : Emosi Yang Tidak Bisa Dijabarkan
85
Kunjungan Noren
86
Undangan Pernikahan
87
Ibu dan Alasan Restu
88
Kembalinya Nalisa; (Nalisa dan Rencana Gilanya)
89
Hati Yang Dingin; Noren dan Perasaanya
90
Konfrontasi; Hasil Reaksi Heksa 1/2
91
Konfrontasi; Hasil Reaksi Heksa 2/2
92
Pengkhiatan Dan Rencana Yang Harus Terus Berjalan
93
Misi Rahasia Dan Kekhawatiran Alpino
94
Tentang Rasa (Jihan Sight); Realisasi Hati
95
Permintaan Maaf Dan Rasa Bersalah; Takut 1/1
96
Permintaan Maaf Dan Rasa Bersalah; Takut 2/2
97
Hari Pernikahan (Noren Sight)
98
Hari Pernikahan (Nalisa Sight)
99
Pernikahan Yang Hancur; Antara Hidup Dan Mati
100
Pernikahan Yang Hancur; Rumah Sakit
101
Pernikahan Yang Hancur; Noren
102
Intermezzo; Nalisa & Alpino; Something Shifted
103
Pangeran Berkuda Putih; Cinta Pertama?
104
New Season Just Arrived [Going to Season 2 ]
105
[SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; Pantai dan Kemuliaan Senja
106
[SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; Blooming
107
[SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; Kecurigaan Kecil
108
[SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih: Kunjungan Alpino
109
[SEASON 2] Pangeran Berkuda Putih; ARSENIO

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!