Setelah dititahkan oleh Sinar untuk melihat Lisa, Hala segera beranjak menuju ruangan yang selalu menjadi tempat bersarang mereka, yang biasanya juga digunakan sebagai ruangan pribadi untuk anak-anak yang luar biasa berisik.
Membuka pintu putih dengan papan gantungan yang lucu yang sudah dirinya hapal sampai ke detail-detailnya, Hala menemukan Lisa yang sedang duduk frustasi di atas kasur. Kedua tangannya menjambak rambut depannya yang sudah berantakkan dan tidak terikat sempurnya lagi dengan kepala yang menunduk. Diam disana lama sebelum akhirnya menghela napas kasar dan mendongak untuk memperlihatkan cemberut besarnya pada Hala.
Perempuan yang menjadi sahabat terdekatnya itu tersenyum lembut untuk menenangkan sebelum duduk bersebelahan dengan Lisa. Hala mengayunkan kakinya, berharap untuk Lisa berbicara lebih dulu karena memang ketika Lisa sedang gelisah, kesal, ataupun marah dia akan membiarkan dirinya lebih dulu berkelakar sebelum nanti akan ditenangkan oleh Hala dengan kata-kata bijak yang kebal terhadap dirinya sendiri.
Lisa menatap Hala dengan perasaan campur aduk sebelum mengacak kembali rambutnya dan menjatuhkan diri di atas kasur. Perempuan yang sudah terlihat sangat berantakkan itu mulai mengacak-acak selimut dengan kesal sebelum akhirnya kembali duduk dengan rambut yang sangat tidak tertata, lebih dari kata berantakkan. Hala mengangguk kecil pada dirinya sendiri, terlalu paham sifat sahabatnya itu.
“Gue kesel, La”
Untungnya Lisa memulai. Hala mengangkat kedua kakinya untuk menyilangkan diatas ranjang. Matanya yang bulat menatap penuh perhatian pada perempuan lainnya yang terlihat tersakiti dan kecewa dengan apa yang menimpanya. “Dia kira ini jaman Siti Nurbaya apa? main jodoh-jodohan segala?! Gue kan nggak suka kalau masa depan gue dengan suami impian gue dirusuhin kayak begini”
Lisa mulai mengomel, matanya jatuh dengan berapi-api ketika meremas selimut bergambar hello kitty yang dibelikan Sinar dari Singapura khusus untuknya. Katanya sih, waktu Sinar melihat selimut itu dia langsung kangen pada adiknya dan memutuskan mengambil satu.
Waktu itu, Lisa mengomel dan tidak mau menerima karena kakaknya memperlakukannya seperti anak kecil, tetapi dengan wajah sedih Sinar dan tatapan bak anak anjing yang kehilangan induknya itu, Lisa akhirnya menerima dengan berat hati meski akhirnya selimut hello kitty itu menjadi sesuatu yang berharga baginya dan pelepas rasa rindunya ketika dia sendirian dan kakaknya sedang pergi menjelajah dunia untuk urusan bisnis.
“Lagian juga Mama sama Papa nggak ada ngomong sama sekali sama gue! Mereka lupa apa sama impian gue pengen nyari calon sendiri? Pengen nemuin pangeran gue sendiri” Lisa mendengus. Ingat dulu dia dengan mata besar berbinar cerah mengatakan pada Mama dan Papanya dia akan menemukan orang yang dia cintai seperti Papanya dan hidup bahagia layaknya putri yang menemukan pangerannya sendiri. Sekarang, Mama dan Papanya ternyata sudah menerima lamaran dari orang asing yang baru Lisa temui, dan juga kakaknya menyimpan hal itu selama banyak bulan berlalu.
“Gue nggak mau sampai dinikahin orang yang nggak gue cinta, La. gue harus gimana?”
Lisa meratap, menatap Hala masih dengan tatapan kekesalannya. Lisa tidak menangis, dia juga bukan anak kecil yang gampang menangis meskipun masa depannya sedang ada ditangan orang lain dan terancam digunakan seperti dia tidak punya hak di dalamnya. Hala tau, dari pada menangis, Lisa lebih suka untuk menunjukkan kekesalan dan kemarahannya dengan caranya sendiri dan biasanya berhasil untuk menggagalkan sesuatu dengan banyak cara pintar diotaknya.
Hala mengangguk ringan sebelum menepuk bahu Lisa dengan prihatin. “Kalau lo emang nggak mau atau nggak suka, lo tolak aja, Lis. Lagian kak Sinar ‘kan sayang banget sama lo. Dia pasti bakal ngeduluin Lo dari pada apapun, kok” Hala meyakinkan, tapi Lisa melotot padanya dengan sebal.
“Lo nggak denger ya apa kata Kak Sinar? dia udah setuju, La. lagian juga itu si Noren Noren itu temen dekatnya dia dan dia bilang dia pengen yang terbaik buat gue, ‘kan? Kalau kak Sinar udah ngomong serius begitu, itu tandanya emang udah selesai, La. Dia nggak bakalan ngubah pandangan dia sesayang apapun dia ke gue”
Lisa mendengus, memainkan ujung bajunya sebelum bergerak- gerak gelisah di atas selimut. Hala berdiri dan menyelimuti Lisa yang sudah meringkuk, memikirkan banyak hal dikepalanya.
“Gue paham. Yang namanya kakak pasti pengen yang terbaik buat adeknya dan dia tau apa yang menurut dia emang bagus buat Lo, Lis” lisa mengintip dari balik selimut, menatap Hala dengan tidak setuju “Tapi gue juga tau apa keinginan lo yang terbesar. Mungkin emang kata kak Sinar dia tau yang terbaik buat lo, dia paham apa yang bagus buat lo, tapi dimata lo, emang lo pengen banget ketemu pasangan hidup sesuai dengan yang lo mau. Jatuh cinta kayak orang-orang biasa kan?” Hala mengacak rambutnya sebelum menatanya kembali.
“Kak Sinar bilang dia pengen ngomong sama gue kalo gue udah selesai nenangin lo. Mungkin gue nanti bisa minta sama kak Sinar buat ngebebasin elo dari ini. gue bakalan minta kak Sinar buat nggak ikut campur urusan pasangan masa depan lo”
Hala memberikan senyum terbaiknya untuk sahabatnya. Sudut bibir lisa tertarik haru sebelum mengangguk dan mengeratkan cengkeramannya disekitar selimut.
“Tapi kalau emang kak Sinar keras kepala dan tetap pengen lo sama kak Noren itu, gue juga nggak bisa apa-apa. Tapi gue bakalan ngebantuin lo dan ada disamping lo. Gue bakal ngelakuin hal segila apapun sama lo buat nolak acara perjodohan ini. Gue siap ada di samping lo waktu lo mau demo ke kak Sinar sama Mama Papa lo buat nuntut hak kebebasan lo, Lis”
Hala terkikik, begitu pula Lisa ketika mendengar nada bercanda sahabatnya di akhir. Diam-diam Lisa begitu bersyukur memiliki Hala di sisinya. Meskipun terkadang Hala suka sekali membuat dia sebal atau geram gara-gara tidak tau modus yang dilemparkan kakak kesayangannya ke perempuan itu, atau bahkan saat sudah terlalu tenggelam dengan dunianya sendiri dan tidak menggubris keadaan dunia. Lisa mendengus sebelum berterimakasih dengan suara kecil. Kepalanya sakit dan dia ingin istirahat.
Hala mengangguk ketika lisa melambaikan tangannya untuk mengatakan bahwa Hala sudah boleh pergi.
“Oke, lo istirahat yang bener, besok jadwal kita bakal full. Jangan lupa bawa berkas yang udah di revisi buat dikasih ke Pak Leo besok atau nggak dia bakalan ngomel sepanjang hari dan buat hari lo lebih sengsara dari pada apapun”
Hala berjalan menuju pintu, mematikan saklar lampu dan mendengar kekehan Lisa yang di layangkan dengan mata tertutup.
“Iya, gue inget. Makasih. Lo juga pulangnya jangan kemaleman. Kalau bisa terima ajakan kak Sinar buat nganter lo balik”
Hala merengut, tidak setuju. “Nggak ah, gue bisa pulang sendiri. Dah ya, lo jangan ngomel mulu, tidur lagi. Malem, Lisa” Hala melambai kecil dan menutup pintu tanpa menunggu respon dari Lisa kemudian.
...….....
Hala bisa melihat Sinar yang mengantar Noren ke depan. Mungkin Noren sudah harus kembali. Sinar terlihat begitu serius. Hala sebenarnya jarang sekali melihat Sinar yang serius seperti itu. Dia biasanya melihat Sinar yang kekanak-kanakkan dengan senyum manis, mata anak anjing yang berkaca-kaca, yang suka menjahili meskipun dia sudah sebesar itu dan siap untuk menikah. Dia memang tidak sering melihat Sinar dikarenakan pria itu memang terlalu sibuk mengurus bisnisnya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi, memang kehadiran Kak Sinar adalah yang selalu ditunggu Lisa.
Hala tau bahwa Lisa juga menyayangi Sinar lebih dari apapun. Dia seringkali merasa kesepian karena kak Sinar tidak hadir di malam-malam ketika dia membutuhkannya. Itulah kenapa rumah Lisa lebih sering dikunjungi anak-anak yang berisik untuk mencegah Lisa sedih karena kesepian. Hala juga sering memperhatikan, sekesal apapun Lisa dengan Sinar, dia tetap tidak bisa marah berlama-lama.
Itu yang menyebabkan interaksi antara kakak dan adik itu benar-benar membuat Hala bersemangat. Dia suka memperhatikan keduanya bertengkar ataupun saling bercanda jikapun ada waktu-waktu hangat seperti itu. Menurut Hala, Lisa dan Sinar itu tipikal hubungan saudara yang akan membuat kalian iri.
Hala juga punya adik, Asa. mereka mungkin dekat, tetapi dia dan Asa sulit sekali berkirim pesan karena adiknya sedang melakukan pertukaran pelajar di Eropa. Makanya, ketika dia memperhatikan pertukaran antara Sinar dan Lisa, dia sungguh menikmatinya dan merindukan Asa. Dia pasti akan menghubungi sang adik setelah menyaksikan hubungan Lisa dan Sinar.
Hala duduk diatas sofa, membuka ponselnya dan menggulir aplikasi media sosialnya ketika Sinar akhirnya muncul di depannya dengan senyum lelahnya, tetapi masih tetap menawan seperti biasanya. Hala mengulas senyum kecil sebelum bergeser menempati sofa paling ujung. Sinar duduk disampingnya dan Hala bergerak untuk memperhatikan.
“Gimana Lisa, La?” Sinar angkat suara. Hala menghela napas sebelum melirik ke arah pintu kamar Lisa. Yakin bahwa Lisa sekarang sudah tidur dengan baik karena ketika dia sakit kepala, Lisa akan mudah tertidur.
“Dia nggak apa-apa kak, cuma kesal aja. Kayaknya juga dia udah tidur sekarang”
Sinar mengangguk, ikut melirik pintu kamar Lisa sebelum dia mengalihkan fokus pandangannya pada orang yang selalu menjadi beban pikirannya setelah Lisa.
Hala, Perempuan yang sudah ditaksirnya lama sekali hanya untuk tidak mendapatkan pergerakan yang nyata dari sang perempuan. Sinar sendiri bahkan yakin seratus persen bahwa Hala tidak tahu dia punya rasa padanya.
“Oh syukur deh kalau gitu, Kakak nggak enak kalau dia mewek di dalem sana” Sinar mengendurkan bahunya yang tegang sebelum bersandar jauh di bahu sofa. Hala memperhatikan sebelum akhirnya terkekeh.
“Kakak kayak nggak kenal Lisa, deh. Dia nggak bakalan nangis cuma karena hal beginian kak. Adeknya kakak itu kuat banget. Dia juga pinter, dia bakalan cari jalan keluar buat masalah dia daripada nangis tapi nggak dapat hasil yang dia mau. Lo beruntung punya adek begitu kak” Hala tersenyum sedikit bangga. Tangannya kemudian bergerak untuk menyembunyikan ponsel di dalam tas kecil miliknya.
Sinar memperhatikan ekspresi Hala dengan sayang. Dia berdehem sebelum melanjutkan pembicaraannya.
“Dek, gue mau nanya sama lo”
Hala mengangguk, mengarahkan pandangannya pada Sinar. “Kalau menurut lo, apa yang kakak lakuin ini bener nggak, sih?”
Hala mengernyit, diam-diam kesal dengan pertanyaan. “Maksud lo apa sih, kak? ‘kan kakak sendiri yang bilang kalau kakak tau yang terbaik buat adek kakak sendiri. Kenapa sekarang jadi nggak yakin kayak begini? Kak, gue sebenernya nggak pengen Lisa dibeginiin karena dia punya mimpi dia sendiri buat nemuin pasangannya sesuai dengan hatinya. Kalau lo udah ngasih yang begini ke dia, ngomong kalau Kak Noren itu pantes buat dia dan sekarang lo nggak yakin, gue jadi kesel sama lo, kak”
“Bukan maksud gue gitu, La” Sinar menghela napas frustasi. “Gue tau yang terbaik buat Lisa. Gue sayang banget sama Lisa. Gue sendiri juga yakin Noren itu yang terbaik buat Lisa karena gue udah kenal Noren sejak lama dan gue tau dia luar dalam”
Hala menatap terang-terangan ke arah Sinar.
“Tapi?”
Hala bertanya, tau ada tapi yang menggantung di balik ucapannya itu. Sinar menghela napas gusar.
“Tapi gue tau Noren itu nggak sehalus yang terlihat. Dia bisa agak gila, La”
“Hah?!”
Hala hampir berteriak histeris, tetapi Sinar lebih dulu meletakkan jari telunjuk di bibir Hala, hampir kelabakan sebelum Hala hanya mengerjap dengan bingung. Mata Sinar yang kecil membesar panik dan jika itu di situasi lain, Hala akan tertawa. Tapi dia tidak sekarang.
“Maksud kakak apa?”
“Dek” Sinar menarik tangannya sebelum turun untuk meremas bahu Hala. Perempuan itu mengernyit bingung bercampur dengan perasaan aneh. Masa iya, kakaknya Lisa yang mengaku sayang padanya ini akan menyerahkan adiknya ke orang gila?
“Noren nggak suka yang mudah. Noren bakalan ngelakuin apapun untuk dapetin Lisa dengan cara yang ekstrim. Maksud gue, Noren suka tantangan dan dia pengen kalau hubungan dia dengan Lisa itu agak unik. Dia pengen ngeliatin ke Lisa kalau perasaan dia benar-benar yakin buat Lisa. Noren agak terobsesi dengan cara pendekatan yang lumayan liar. tapi La, dia udah janji nggak bakalan nyakitin Lisa seujung kuku pun”
Sinar bersungguh-sungguh sedangkan Hala mencoba cara terbaik untuk memproses ucapan Sinar. Tetapi tatapannya masih tajam pada Sinar.
“Bentar”
Hala hampir berhenti bernapas. “Lo ngejual adek lo sama psikopat, kak?!” Hala histeris di akhir dan Sinar dengan panik berusaha menenangkannya.
“Kakak gila, ya?” Hala menuding, dia sudah berisap untuk berada dibarisan paling depan untuk menjaga Lisa dan memukul mundur Noren.
“Dia bukan psikopat dan dia sahabat gue, La” Sinar tersenyum kecil, menenangkan. “Gue percaya sama dia kayak gue percaya sama Lisa dan juga kayak kakak selalu percaya sama lo, La. Tolongin kakak, ya?”
Sinar mengusap ibu jarinya di bahu Hala, menenangkan yang lebih muda yang masih terlihat panik. Tetapi Sinar tetap berusaha menenangkan dengan begitu baik. Hatinya berputar kala Hala menatapnya dengan ragu.
“Gue emang nggak tau apa yang bakal dia perbuat. Karena itu, sepercaya apapun gue sama dia, gue tetap pengen lo selalu ada di sisi Lisa ya, La? gue pengen lo tetep jagain Lisa karena gue nggak tau mau ngasih kepercayaan sama siapa lagi selain lo. Lo percaya ‘kan sama kakak? Noren orang yang baik, dia emang agak unik tapi tetap bisa dipercaya. Lo cuma harus nenangin Lisa disetiap aksi uniknya si Noren, ya?”
Hala mendesah. Diam sejenak sebelum menarik diri dari Sinar. Dia berdiri, mengusap rambutnya dengan perasaan yang campur aduk sebelum diam dan menekan telapak tangannya dengan kukunya yang panjang untuk menenangkan diri, kebiasaan yang belum bisa dia hentikan.
“Kakak tenang aja. Lo nggak nyuruh gue buat gitu pun gue udah ada dibarisan terdepan buat jagain sahabat gue. Gue mungkin lagi sakit kepala sekarang, gue masih belum bisa ngerti maksud lo, kak. Tapi jangan khawatir, gue selalu di dekat lisa, kok” Hala membungkuk sopan pada Sinar. “Gue harus pulang sekarang. Bsok masuk pagi dan kerjaan full. Makasih ya kak, gue pulang dulu”
Hala berbalik sebelum ditahan oleh Sinar. Yang lebih tua tersenyum lucu dan menggoyangkan kunci mobil di depan wajahnya. “Kakak anter ya?” Hala mengernyit sebelum menolak dengan sopan. “Nggak kak, gue bisa pulang sendiri”
Sinar mendengus sebelum menarik Hala dengan sedikit paksaan.
“Pulang sama gue. Nggak baik cewek pulang sendirian malem-malem. Udah nggak usah banyak penolakan. Lo duduk aja yang manis di mobil, oke?”
“Kak, gue bisa pulang sendiri, kok”
“Ionatta.Alyssum.Andromeda.Hala.”
Sinar berucap dengan penuh tekanan di tiap suku kata nama perempuan hatinya itu.
Hala medengus, matanya menatap kesal ketika dia melotot kepada Sinar yang terihat menang dengan cengengesannya.
“Oke, oke. Gue pulang sama lo, kak. Tapi berhenti manggil nama panjang gue buat anceman” Sinar tertawa dengan senang hati sebelum menarik tangan Hala untuk ikut berjalan bersamanya.
Menatap Sinar dari belakang, Hala bertanya- tanya, jika Sinar tau bahwa Noren itu akan melakukan hal-hal aneh untuk mendapatkan Lisa bahkan dengan cara yang termasuk gila sekalipun, tetapi tetap mengatakan bahwa dia percaya pada Noren, apakah benar sebesar itu rasa cinta Noren pada Lisa?
Sinar sayang Lisa seperti dia menggenggam dunia. Sinar tidak akan suka adiknya disakiti oleh siapapun termasuk sahabatnya. Tetapi dia percaya pada sahabatnya yang unik itu.
Mungkin-, Hala juga menantikan aksi Noren dikemudian hari dengan penasaran.
Dan tentunya, waspada.
...…...
...🍁...
...Percaya - End...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Angel Beats
bener kali. jangan mau di jodohkan
2024-04-21
2
Chacha shyla
dah terima aja lamarannya😁
2022-06-07
1
Your name
Waah, sahabat kayak Hala nih nyarinya susah. Beruntung banget ya Lisa.
2022-04-16
1