Lisa menatap horor Alpino yang sudah mengguncang tubuhnya. Anak itu sesegukan, mata berkaca-kaca. Kalau-kalau Alpino hanya sedang berakting, mungkin dia bisa menang. Karena, bayangkan, anak yang tadinya sedang berantam sana sini dengan Heksa dan Fajri bisa langsung menangis seperti itu saat mendengar Noren mengatakan bahwa Lisa calon istrinya dia.
Maksudnya, yah, Alpino dan anak-anak lain juga tahu siapa si Noren yang sudah nangkring di depan mereka ini dengan wajah sok ramahnya, yang dengan santainya langsung memesan makanan dengan porsi jumbo dan banyak sekali untuk mereka satu meja. Mungkin, Lisa berpikir jika Alpino hanya menangis karena berpikir bahwa dia yang akan membayar semua yang sidah di pesan oleh Noren, tetapi Alpino malah memfokuskan dirinya pada Lisa dan menangis karena mendengar Lisa akan menikah. Yang tentunya Lisa bahkan menentang keras ide itu.
Calon istri.
Mungkin, Alpino sangat terkejut.
“Lho, Lo ngapain sih Al?!”
Lisa mencubit lengan Alpino yang masih nangkring dengan erat di lengan bajunya, wajahnya sudah kesal maksumal melihat Alpino malah menangis seperti anak kecil yang tidak diberikan permen. Ini juga Lisa sendiri sudah menahan diri untuk tidak menghajar Noren yang dengan seenaknya saja datang tanpa diundang dan mendeklarasikan dirinya sendiri secara langsung sebagai calon suaminya Lisa. Duh, Lisa bahkan sudah bertekad dia tidak akan mau dengan Noren. Orang aneh yang sialnya ganteng dan tampan, tajir melintir itu menobatkan diri bahwa dia bisa mengambil Lisa untuk menyebrangi bahtera rumah tangga bersama.
Lisa mendengus, mencubit lebih keras lengan Alpino agar anak itu tidak mempermalukan mereka semua disini. Belum lagi, Lisa tahu bagaimana kakaknya yang sekarang sudah mengasah pisau dengan garpu, siap untuk menerkam Alpino karena berani menyentuh adiknya.
Alpino masih mengendus, merinding ketika dia menangkap tatapan Sinar dan isyarat untuk melepaskan adiknya segera. Tidak gentar, Alpino hanya merengut, air mata masih mengalir. Dia terlihat persis seperti anak kucing tenggelam dengan wajahnya yang basah dan pipi menggembung.
“Ya gue mewek gara-gara gue shock lah, pinter!”
Alpino membentak, menggebrak meja dengan keras hingga sendok garpu dan pisau yang sudah tersedia disana hampir melompat dari meja. Yang lain terkejut di tempatnya masing-masing, spechlees, tetapi kemudian paham dan menatap Alpino dengan malas.
Ini si Alpino, yang suka sekali mendramatisir keadaan. Kebiasaan. Meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa semua yang ada disana, minus Sinar, Hala dan yang pasti dua orang yang menjadi topik utama itu sendiri juga bingung dengan informasi yang di lempar secara tiba-tiba.
“Lah ini anak..”
Lisa melotot, hampi memukul kepala Alpino dengan tinjuan mautnya sebelum pria itu langsung menangkap pergelangan tangan Lisa dengan erat. “Gue serius” Alpino bersikeras, melanjutkan ucapannya dengan punggung tegap dan seolah-olah sedang memarahi Lisa. Dia sempat melirik ke arah Noren dengan tatapan yang sama yang dibalas dengan kernyitan alis oleh Noren. Mungkin berpikir bahwa dia ternyata baru saja bertemu dengan spesies aneh yang ternyata ada di dunia.
“Masa lo beneran mau nikah, Lisa? Lo beneran dilamar? beneran jadi calon istrinya si konglomerat super kaya ini?” Alpino mengedipkan matanya dengan sedih. wajahnya kembali lagi seperti ingin menangis.
“Kenapa sih? kita ‘kan udah janji nggak bakal nikah dulu! atau pacaran dulu! Masa sekarang lo udah mau nikah sih, Lisa? nanti siapa yang bakal gue sayang-sayang lagi? siapa yang bakal gue modusin lagi? siapa yang bakalan gue pake buat gue nolak cewek-cewek genit diluar sana? siapa yang bakalan jadi temen ngejomblo gue? siapa yang bakalan jadi temen main PS gue? masa lo mau ninggalin gue sendirian, sih? masa? beneran?! HUWEEE LO JAHAT LISA LO JAH---HMPHHT-“
Perempatan imajiner hadir, Lisa segera membekap bacotan Alpino dengan kedua tangannya. Tatapannya tajam. Sebal Lisa sudah ada di ubun-ubun. “Bacot banget lo, ah, dasar human bego!” Lisa menekan kedua tangannya, membuat Alpino menggeliat berusaha bernapas. Sinar menyeringai di belakang, senang. Kalau bisa mungkin dia sudah membawa spanduk untuk mendukung usaha adiknya untuk membunuh Alpino saat itu juga. Lisa kemudian memanggil,
“Heksa”
Ada suara senang dari Heksa sebelum menyeret kepala Alpino dalam lengannya. Alpino megap-megap setelah Lisa melepaskan bekapan.
“Lo mau gue mati?!” Alpino histeris, tapi kemudian Heksa dan Fajri sudah siap sedia untuk mengapa-apakan Alpino. “Anjir lo berdua! lepasin gue! kalau nggak kita nggak jadi makan! bubar! bubar semua!!”Alpino menggebu-gebu, tapi kemudian bungkam ketika Fajri tanpa kata menujukkan layar ponsel Alpino dengan permainan yang sudah di menangkannya mati-matian dan jari Fajri ada di atas tombol delete. Kedua matanya melebar sebelum dia menerjang Heksa dan Fajri yang kemudian membuat suara-suara berisik dan bising disana.
“SEPARUH HIDUP GUEEEEE!!!”
itu teriakan terakhir Alpino sebelum bergabung dengan Heksa dan Fajri.
Jihan mendengus sebal. Bocah-bocah itu mudah sekali dikecohkan dengan hal-hal bodoh. Sedangkan disini ada hal yang harus dibahas. Jihan menatap Hala yang sedang menarik pisau dan garpu dari tangan Sinar seolah-olah kehadiran Noren disini bukan apa-apa dan tidak membuatnya terkejut setengah mati karena, Noren adalah orang terpandang! terkenal! dan Hala hanya, biasa-biasa saja?
Jihan menatap Lisa yang sekarang berbalik ingin mengumpati Noren, sebelum akhirnya dia berdehem dengan keras, menarik atensi semuanya. Jihan mencibir pada anak-anak yang juga ikut terusik sebelum fokusnya jatuh pada hal yang seharusnya mereka obrolkan sejak tadi.
“Lisa!” Lisa tersentak, menatap Jihan dengan tatapan kacau. “Jangan tanya sama gue. Tanya aja sama kakak gue yang begonya nggak ketolong” Lisa menatap Sinar dengan tatapan kesal dan memilih untuk menjauhkan diri dari Noren yang tenang-tenang saja sejak tadi. Merasa senang dengan keadaan disekitarnya, menikmati hal-hal yang mungkin saja jarang dia alami di kehidupan kakunya.
“Heh nggak boleh gitu ke kakak sendiri, Dek” Sinar cemberut. Hala memutar mata. Dia bisa melihat ketiga orang berisik tadi sekarang juga fokus pada topik utama. “Gue nggak peduli, kak. Gue masih kesel sama kakak. Lagian ngapain juga kakak ke sini sama dia tiba-tiba? kakak juga tau dari mana kalau kita-kita lagi ngumpul disini? juga ngapain sih ini orang seenaknya bilang kalau gue calon istrinya dia? gue kan nggak pernah terima sama sekali. Gue juga nggak bakal mau sampai kapanpun! Jadi, lo!”
Lisa menunjuk Noren yang hanya menatapnya dengan senyum kecil di wajah hampir datarnya. Lisa mengerang, ini orang terasa sangat menyebalkan hanya dari gerakan kecil seperti itu saja. Akibat dari awal dia sudah tidak senang dengan kehadiran Noren disini.
“Ngapain juga lo bilang gitu ke temen-temen gue? Lo mau buat keributan disini, ya? gue nggak suka” Lisa mencibir. Mengusap wajahnya frustasi . Padahal ‘kan dia sudah senang karena akan makan bersama dengan teman-temannya hari ini.
Lagipula ini juga pesta kecil-kecilannya si Alpino. Kenapa, sih harus ada pengganggu? Membuatnya semakin lelah saja. Belum lagi teman-temannya yang pada berisik pasti tidak akan diam dengan masalah ini. Terlebih si cerewet Alpino yang selalu bertolak belakang dengan Sinar sendiri.
“Heh Lisa, jangan gitu dong, dek. Kita datang baik-baik. Juga, jangan salahin Noren. Ini kakak yang salah, kok” Sinar menepuk bahu adiknya, mengusap sedikit untuk menenangkan. Diam-diam Lisa jatuh ke sentuhan kakaknya. Dia lelah, tapi dia kesal, namun sayangnya dia tetap tidak bisa menolak sentuhan kakaknya yang sebenarnya merupakan kesayangannya.
Melihat Noren sekarang juga tidak membuat dirinya menjadi baik. Hanya dengan memperkenalkan diri saja, Noren sudah bisa membuat heboh teman-temannya. Lisa menutup wajahnya, melirik kearah Hala yang hanya menampilkan wajah prihatin.
“Maaf ya, kakak kesini tadi cuma nggak sengaja kok. Tadi Hala bilang ke kakak kalau misalnya dia mau pergi ke pesta kecil-kecilannya si Alpino karena menang di ajang pekerjaannya dia. Jadi, kakak nanyain kalian kemana, kakak pengen ngenalin teman kakak ke kalian. Ya, awalnya cuma mau ngenalin Noren sebagai teman kakak doang. Tapi yah, ini anak kayaknya emang jiwa kompetitifnya besar banget, jadi dia nggak mau cuma jadi sekadar teman kakaknya Lisa” Sinar tertawa kecil.
Lisa menatap Hala dengan tatapan menusuk yang dibalas Hala dengan kedua tangan terangkat dan cepat-cepat melarikan diri dari sana sebelum ditahan oleh Sinar dengan cepat. “Duduk aja sini, nggak apa-apa. Lisa nggak bakal bisa marah sama lo kok, dek” Sinar tersenyum, Hala menatap Lisa yang cemberut.
“Siapa bilang gue gabakal marah? Awas lo ya, Hala” Lisa menampilkan kepalan tanganya yang dibalas Hala dengan dengusan sebelum duduk dengan hentakkan, sebal. “Ya maaf, soalnya kakak lo maksa gue ini. kalau nggak gue bakalan dijemput sama dia. Padahal Heksa udah nunggu di depan. Serba salah dah gue” Hala merengek, menatap Lisa dengan tatapan memohon.
Sinar. Yah, lisa tahu kakaknya akan mendukung Noren dengan sepenuh hati karena dia percaya pada Noren. Lisa menatap Noren yang sekarang sibuk mengembalikan pandangannya ke arah Lisa. Yang ditatap merasa ingin mengumpulkan kepalan tangannya di wajah Noren. Bukannya grogi, Lisa hanya bingung, hanya risih, hanya tidak terbiasa dan dia sedang kesal setengah mati. Kenapa, sih kakaknya sekarang bisa membuat harinya berantakkan? apa kakaknya sudah tidak sayang dengannya lagi?
“Bentar, bentar. Lo jangan berisik dulu deh, Hala. Buat lo Lis, gue cuma mau konfirmasi nih biar otak gue nyatu semua” Heksa angkat bicara. “Lo beneran udah dilamar sama dia?” Heksa menunjuk Noren dengan dagunya, hanya tidak mengerti karena dia tidak terbiasa dengan keadaan orang emas di antara mereka-mereka yang lusuh dan bobrok itu. Lisa merasa ingin sekali memukul dirinya sendiri, tetapi Noren terlihat begitu senang dengan ucapan Heksa.
“Lo bisa manggil gue Noren, atau Kak Noren atau senyaman lo” Noren terlihat begitu nyaman diantara teman-temannya, berbanding terbalik ketika dia masih kaku di hari pertama kali dia dan Lisa bertemu.
“Sebelumnya maaf, nih karena gue datang tiba-tiba dan buat gaduh disini. Tapi bukannya apa, sih, gue cuma mau nunjukkin diri gue di depan teman-teman terdekatnya calon pasangan hidup gue. Karena nanti, kita semua bakal sering ketemu, ‘kan?” Noren tersenyum manis sekali, wajahnya terangkat dengan gembira. Jika bisa digambarkan, ada bintang- bintang dan bunga di latar belakang seperti hero di komik, atau bahkan pancaran sinar keemasan tentang betapa luar biasanya dia terlihat. Fajri dan Alpino memasang tameng di depan kedua wajahnya, berharap mata mereka tidak meleleh dengan dramatis.
Lisa memukul kepala mereka dengan sendok, berharap anak-anak itu bisa kembali menapak tanah dan menyadari dunia.
“Jadi, Bang Kak beneran sama Lisa?”
Jihan angkat suara, terlihat tidak percaya dan kagum disaat yang bersamaan. Noren menatap Jihan dengan anggukan dan senyum kecil.
“Nggak, Jihan. Gue nggak bakal sama dia” Lisa bersikeras, tetapi Noren tiba- tiba mengangkat tangannya dan menepuk bahu Lisa dengan sayang yang langsung dihindari Lisa dengan kedua mata yang melotot kaget dan menyingkir seperti wabah.
“Iya, gue bakalan sama Lisa nanti. Mungkin Lisa emang belum bisa nerima kenyataan kalau kita bakalan nikah suatu hari nanti. Dia mungkin juga belum terbiasa. Tapi disini, dengan adanya kalian semua, gue bakalan minta restu kalian buat do’ain gue sama Lisa biar bisa maju ke jenjang yang lebih tinggi nanti. Tolong do’anya ya, gue beneran serius sama Lisa”
“WOAHHHH!!”
Alpino dan Fajri bersorak. Mata mereka berbinar-binar sedangkan Alpino sendiri berhasil menampilkan mata berkaca-kaca dengan sangat profesional. Heksa hampir ikut-ikutan karena Noren terlihat dan terdengar sangat berharga. Kemudian, ketiga anak bobrok itu mulai duduk berjejer dan berlutut, menatap Lisa dengan tatapan penuh haru.
“Akhirnya ya, Lisa..” Fajri memulai. “Akhirnya ada yang bener-bener tulus sama lo. Gue beneran terharu ini sama lo. Mana lo dapatnya orang tajir melintir. Lo beruntung banget, hiks. Gue bakalan dukung lo terus, kok. Semangat sahabatku sayang. Do’ain gue sama Jihan bisa ngikut dibelakang lo, ya”
“Temen gue, si barbar yang gue sayang.. akhirnya pujaan lo dateng juga. Gue setuju, jangan lupa bilang ke calon suami lo kalau gue orang yang pernah ngejagain lo waktu lo sakit sebulan dulu. Tolong perciki gue keberuntungan dan kekayaannya dia ke gue ya, Lis. Gue berharap yang terbaik buat lo berdua. Hidup bahagia ya!”
ini si Heksa yang sudah tersenyum penuh haru pada Lisa, sama-sama tidak berguna isi do’a yang di lontarkannya. Pria itu malah membuat Lisa ingin mengubur anak itu hidup-hidup saja. Lisa bertanya-tanya bagaimana Hala bisa tahan dengan keabsurdan satu orang ini yang tujuannya mudah sekali di lihat.
“Sahabatnya gue, cintanya gue, temen kesayangan gue, adek gue yang paling lucu, kakak bohongan gue, pacarnya gue, idola gu—ADUH! KOK GUE DIPUKUL SIH?! Gue kan belom ngomong dari hati gue yang paling dalam!!”
Alpino menggerutu. Mengeluh karena kepalanya sudah lebih dulu dipukul oleh Hala dan Jihan, menggantikan Lisa yang hampir saja ikut lepas kendali. Alpino menatap dua perempuan yang sudah berapi-api dengan ketakutan sebelum menyatukan dua tangannya untuk meminta ampun.
“Iya, dah, ampun, dah, gue nggak bakal ngomong yang aneh-aneh lagi! Ampun!!”
Alpino beringsut duduk diantara Heksa dan Fajri. Menghindari kerusakan pada wajah tampannya itu. Dia tidak ingin ambil masalah dengan Hala apalagi ditambah dengan Jihan. Sudah cukup. Dia masih ingin memamerkan tampang bak pangerannya kepada dunia dan dia tidak akan mudah dirusak oleh orang-orang barbar yang sayangnya adalah sahabatnya sendiri.
Lisa memberi dua acungan jempol pada Jihan dan Hala yang mendengus sebelum melakukan tepukan bangga dimasing-masing bahu. Sinar terkikik. Selalu senang dengan hal-hal konyol yang selalu alami terjadi di kelompok teman adiknya.
“Udah deh jangan berisik lagi. Kalian diem aja disini, gue sama Jihan bakal kebelakang bantuin Bibi Maudy buat ambil pesenan kita.” Hala mengomel, buru-buru berdiri menarik Jihan untuk segera ke belakang. “Gue juga ikut, dek!” Sinar ikut berdiri setelah sebelumnya menepuk bahu Noren memperingatkan.
Lisa menatap kepergian Jihan dan Hala juga kakaknya ke tempat Bibi Maudy mempersiapkan pesanan mereka. Matanya kembali melayang ke arah tiga orang pembuat onar dan mempelajari bagaimana Alpino, Fajri dan Heksa sedang curi-curi pandang pada Noren yang tampaknya hanya aman, tenteram dan kelihatan senang-senang saja seolah-olah ini wajar untuknya.
Lisa bergeser, meninggalkan tatapan tajam berhantu pada ketika anak bobrok yang menatapnya ngeri sebelum akhirnya menjatuhkan pandangannya pada Noren dengan serius.
“Kak Noren”
Lisa memanggil. Yang lebih tua berbalik, menatapnya dengan senyum kecil yang sempurna di wajah manisnya. Di wajah yang memang benar tampan adanya dan begitu lucu disaat yang bersamaan. Lisa hampir lupa bahwa wajah ini yang sering muncul di headline berita tentang kekayaannya, ketampanannya, keterampilannya dan tentang betapa tenangnya dia dari semua orang. Lisa hampir lupa bahwa orang ini adalah orang yang sama yang menjalankan dan menjadi ahli waris perusaan ternama. Orang yang selalu menjadi incaran orang-orang di luar sana.
Tapi kenapa? kenapa Noren malah ada disini dan membuatnya sakit kepala? kenapa malah menargetkan dirinya sebagai pasangan hidup yang katanya potensial untuk Noren.
Lisa takut. Apakah ini juga akan masuk ke dalam berita? tentang dia orang biasa yang di kejar-kejar orang yang mempunyai kedudukan tinggi di kasta masyarakat?. Dia jujur tidak siap dengan itu dan dia tidak ingin ketenangannya diganggu. Namun sepertinya, orang-orang di sekitar hanya melihat dan tidak berani untuk mengeluarkan ponselnya, memamerkan kejadian ini atau apapun itu. Lisa mencengkeram celananya, mendesah panjang sebelum akhirnya dia menyatukan kalimat yang ingin dikatakannya kepada Noren.
“Kenapa?”
Lisa menggigit lidahnya, entah kenapa hanya itu yang dia ucapkan. Terbata dari tatapan Noren yang benar-benar menembusnya. Dia keren, tapi Lisa tau, dia masih dan akan selalu marah dengan keadaan ini.
Noren mengernyit sebelum mengangkat tangannya, menyentuh dengan hati-hati sisi wajah Lisa dengan tangannya yang hangat.
“Apa?”
Noren tersenyum kecil, memiringkan kepalanya dengan manis, “Itu pertanyaan untuk apa?” Dia berbicara lagi. “Jika masih penasaran tentang kenapa aku milih kamu. itu karena..” Noren menggantung ucapannya, mengusap ibu jari di sekitar tulang pipi Lisa dengan lembut sebelum jatuh kedepan untuk bernapas di atas ibu jarinya.
“Itu karena kamu, Lisa..”
“Cuma kamu”
Untuk sesaat, rasanya seperti dia lupa cara bernapas.
...….....
Hala menangkap atmosfer aneh ketika dia mengantar makanan ke meja mereka. Dia bisa melihat bagaimana Noren yang sibuk dengan ponsel mahalnya dan Lisa yang duduk dekat sekali dengan Alpino. Canggung sendirian disana, dengan trio biang rusuh yang mencoba untuk berpura-pura tidak terjadi apa-apa, mencoba biasa saja meski mereka sendiri tidak bisa menjaga diri mereka tetap tenang.
Hala melihat bagaimana Lisa mulai mengangkat kepalanya dari kedua tangannya, wajahnya bersemu merah muda yang pudar tetapi dia mencoba untuk tidak memperlihatkannya atau hanya mengubah wajahnya menjadi jutek. Dia menangkap pandangan Hala sebelum tersenyum dengan goyah dan mengambil makanan mereka. Hala duduk dengan diam, di belakangnya ada Sinar yang sedang berbicara dengan Jihan tentang bagaimana mereka bisa menambah banyak sayuran hijau karena mereka berdua sangat suka dengan sayuran segar yang mereka saksikan di dapur Bibi Maudy tadi.
“Oh, makanannya sudah datang!!” Alpino berseru. Lisa bergerak membantu Hala menata makanan di meja, dibantu dengan Noren yang terlihat sangat tenang. Raut wajah pria dewasa itu agak aneh, lebih terlihat berseri-seri. Hala mengangkat bahu, memilih untuk tidak terlalu mengambil pusing. Perempuan itu dengan cepat menahan tangan Heksa yang hampir mengambil satu tusuk sate kambing di piring yang Hala letakkan di depannya.
“Heh, tunggu jangan asal main comot dulu, Sa!”
Dengan mata yang terbelalak memperingati, Hala bisa melihat bibir cemberut Heksa yang dibuat-buat. Cibiran hadir bersamaan dengan tatapan mata anak anjingnya ketika dia menyatukan kedua tangannya, satu jari teracung dengan yang lain menggenggam pergelangan tangannya untuk menahan acungan jarinya, membuat rengekan memohon bak anak umur lima tahun memohon pada ibunya.
“Satu aja, La. Masa lo nggak mau ngasih satu doang ke gue, sih?” Bibir Heksa di maju-majukan untuk membuat rengekannya semakin meyakinkan. Hala merinding melihat pemandangan menggelikan di depa matanya.
“Nggak ya. Kalau gue kasih ke lo, semuanya bakalan minta juga. Tuh, liat pada ngasih gue mata melas semua. Nggak pokoknya, ya!”
Satu keputusan final dari Hala membuat Heksa memutar matanya menyerah sebelum mengembalikan fokusnya ke arah lain, tangan di dekap di depan dadanya dan Hala tau pasti Heksa tidak akan berbuat mudah padanya untuk waktu-waktu ke depan. Pria bau minyak telon, bayi besarnya Hala, julukan yang sering Lisa berikan padanya. Namun Lisa tidak memiliki niat untuk ikut campur dalam urusan ini sepertinya karena dia tidak bersuara sama sekali sejak kedatangan Hala. Hal inilah yang membuat Hala ingin bertanya, tetapi Sinar dan Jihan sudah lebih dahulu datang dan anak-anak kembali pada kehebohan mereka lagi.
"Yuk makan, makan! Gue nih yang bakalan panggangin dagingnya!"
Sinar berseru dengan bersemangat. Jihan sendiri sudah meletakkan minuman di sekitar sebelum akhirnya dia duduk disebelah Fajri dan mendapat tepukan sayang dikepalanya. "Kalau kurang bisa nambah, kok. Sekarang gue yang bayarin pokonya!" Noren menawarkan dengan ringan, membuat Alpino makin heboh.
"ANJIR! ASIK DUIT GUE AMAN WOY!! MAKAN YANG BANYAK KAMBING KAMBING GUE!"
"HEH, LO KIRA KITA SATU SPESIES?!"
Fajri yang mudah terpancing mulai memakan umpan yang di lemparkan oleh Alpino dan kemudian Heksa bahkan sampai dengan Sinar mulai larut dalam olok-olokan anak-anak. Belum lagi Noren yang sekarang sudah diajak ngobrol oleh Jihan. Lisa masih diam, dia masih memikirikan banyak hal dikepalanya, tetapi terlihat sama sekali tidak bersemangat dan tidak senang dengan pemikirannya.
Hala yang datang langsung menepuk bahu sahabatnya, membuat Lisa tersentak sebelum menatap si mata bulat itu."Apaan, sih? ngagetin lo, La" Lisa mendengus, meraih air dinginnya untuk menetralkan diri.
"Lo tuh yang apaan dah? diem diem aja. Kenapa?" Lisa mendengus. meletakkan kembali gelasnya sebelum menunjuk Noren dengan dagunya."Gue sebel sama dia, La"
Hala mendengus, menepuk punggungnya dengan ringan. "Jangan sebel-sebel, entar malah jatuh lagi sama pesonanya" Ada tawa, berharap Lisa juga menganggap ini candaan, tapi sayangnya wajah Lisa mengeras dan dia terlihat jengkel.
"Ih, nggak ya! pokoknya gue gamau! gue mau nemuin pangeran gue dulu. Gue mau jatuh cinta, gue gamau dipaksa! gue kacau, La" Lisa mengusap wajahnya, jatuh dalam kelelahan. "Lo nggak kacau, Lis" Hala menenangkan.
"Apanya yang nggak kacau? orang itu datang dalam hidup gue dan mau ngerebut masa depan yang nggak gue inginkan. Kakak gue dan orangtua gue udah setuju sama dia. Kalau gitu apanya yang nggak kacau?" bahu Lisa merosot. Hala terlihat sedih tetapi dia tahu, ini semua hanya sekedar beberapa masalah yang diperberat Lisa juga.
Bagaimanapun, Hala pasti selalu memilih dimana Lisa berpijak, jadi dia tidak akan menentang ataupun mengangkat masalah ini lebih jauh jika Lisa tidak ingin. Noren tidak buruk sebenarnya, mungkin. Tapi sayangnya Lisa tidak cinta, belum?, mungkin saja.
"Ada yang bilang, cinta datang karena terbiasa. Nikmati aja jalannya, sih kalau kata gue" Hala terkikik sebelum meraih sosis siap panggang. Lisa menatapnya dengan kesal, sebelum mencubit sisi pinggang Hala. "Gue nggak mau! lo disuap apa sama kakak gue, hah?" Lisa melotot dan Hala tertawa lebih keras lagi.
"Nggak, gue nggak diapa-apain kakak lo, kok. Nih makan, jangan galau terus. Anggap aja kak Noren nggak ada disini. Atau anggap aja dia cuma temennya kak Sinar yang bobrok yang nggak ada gunanya sama sekali" Hala tersenyum menenangkan dan Lisa hanya bisa mendengus sebelum mengambil sosis panggang dari Hala.
"Mudah banget ngomong ya, lo.” Ketegangan sedikit luruh dari bahunya, dan Lisa bisa melihat bagaimana Hala ikut merasa lega dengan perasaan baru Lisa. “Yah, mungkin gue harus lebih damai ngehadapin ini ya" Lisa mengangkat bahu sembari melanjutkan, "Udah ah, males gue gini terus. Bener kata lo, anggap aja dia disini cuma pajangan" Lisa tertawa puas, menyeringai ketika dia berusaha memikirkan bahwa tidak ada pengganggu itu di ruangan ini. Hala menepuk bahunya dengan sayang kemudian.
"Nah, gini dong. senyum. Udah yuk, nikmati aja deh makanan gratis sebanyak ini. Kapan lagi, ‘kan?" Lisa mengangguk sebelum mengunyah sosis. Dia memperhatikan ke sekitarnya. Tiba-tiba merasa sayang pada teman-teman dan kakaknya. Mungkin ini tidak masalah selama dia mengabaikan Noren. Tapi sayangnya, Noren tiba-tiba datang padanya dan menawarkan sate domba yang sudah matang sepenuhnya ke depan wajahnya.
"Makan"
Noren menawarkan dengan lembut. Lisa terpaku, ada senyuman yang hadir disana dengan sayang yang membuat Lisa hilang akal untuk sesaat. "Aku panggang ini khusus buat kamu..."
Ini Noren Agustion Giovano, yang baru saja Lisa coba untuk abaikan tetapi muncul dengan tidak mengesankan tepat dihadapannya dengan uluran tangan penuh sate domba. Lisa meringis, hampir membuka suaranya untuk menolak sebelum satu suara dari Noren membuatnya menganga dengan kaget.
"....sayang"
Dan dengan kesempatan itu, Noren memasukkan daging ke dalam mulut Lisa, menggerakkan jarinya untuk mengangkat dagu Lisa untuk menutup. Ada senyuman senang disana sebelum Noren meninggalkan perempuan itu untuk kembali memanggang dan berbicara dengan Sinar seakan tidak ada masalah apapun yang baru saja dia lakukan tadi.
Lisa tersentak, memukul wajahnya ke atas meja, hampir membentur jika saja Hala tidak mendaratkan tangannya untuk mencegah dengan cepat. "Hala.." Lisa berbisik. Hala mendekat untuk mendengar, agak ngeri dengan apa yang akan disampaikan Lisa dengan tatapan berapi-api di telapak tangannya.
"Ngebunuh orang.. dosa nggak, ya?"
Ini Lisa. Anak perempuan dan bungsu dari keluarga Cakrawijaya yang merasa dipermalukan dan bodoh di saat-saat krisis hidupnya.
...…....
...🍁...
...(Tidak) Saling Mengenal-End...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
EuRo
seru thor. 👍
2022-04-21
1
Anita_Kim
The Veil mampir Kak...
2022-04-11
3
King
sifat nya Alpino bisa bikin orang jantungan
2022-03-26
2