Message: Kak Sinar
[Dek, nanti gue balik sekitar jam tujuh, ya.]
[Masak makan malam yang enak ya, dedeknya kak Sinar yang cantik~]
[Porsi gede pokoknya!]
[Ajak si Hala juga ya hehe *wink*]
[Salam cium dari kakak tersayang buat adek kakak yang paling gemes :*]
^^^Dibaca, 09.10 AM^^^
Rasa keterkejutan hadir di wajah Lisa ketika dia menerima pesan yang mengatakan bahwa kakak laki-lakinya akan datang dalam waktu kurang dari tiga jam dan menyuruh Lisa menyiapkan makan malam. Mungkin wajar bagi sebagian orang, tetapi tidak untuk Lisa karena Sinar tidak pernah mengatakan kapan dia akan pulang atau pergi, kapan dia akan makan di rumah atau hanya membawa makanan dan menghabiskan malam film adik dan kakak bersama.
Tidak, bukan maksudnya Sinar tidak perhatian atau apapun kepada Lisa. Sinar tentu saja sangat menyayangi sang adik dengan sepenuh hati. Bahkan jika bisa dibilang sayangnya sang kakak sangat berlebihan sekali. Sinar itu tipikal kakak yang begitu perhatian, yang akan mengabulkan permintaan apapun untuk Lisa sebodoh ataupun setidak berguna apapun permintaan itu. Tapi masalahnya, sang kakak ini suka sekali mengejutkan Lisa atas kedatangannya.
Sinar memang jarang berlama-lama di rumah ataupun di kota. Dia akan selalu pergi keluar kota untuk mengurus bisnis yang dipercayakan Ayah mereka padanya. Tidak jarang juga Sinar akan pulang-pergi luar negeri untuk bisnisnya itu, tetapi tidak pernah sekalipun dia akan mengatakan dengan lantang bahwa dia akan pulang dan menyuruh Lisa untuk memasak makan malam.
Lisa menatap bingung pada layar ponselnya sebelum disenggol dengan keras oleh Alpino. Dengan mata melotot sebal, perempuan itu menatap sang tersangka yang sekarang sudah menekan kaleng soda dingin ke wajahnya, membuatnya menjerit dengan sebal.
“Apaan sih lo, Al?! Niat ngasih nggak, sih? Ini bedak gue luntur semua lo buat” Dia mengomel pada Alpino, tetapi tangannya tetap terulur untuk menerima soda pemberian sang tersangka. Alpino memutar mata malas sebelum mengambil duduk di sebelah Lisa.
“Halah nggak penting. Pake bedak nggak pake bedak juga sama aja sih lo, Lis” Lisa melotot pada Alpino sebelum melempar ponselnya diatas meja, meneguk minuman dingin yang dibelikan Alpino dan menghela napas lega. Alpino yang sejak tadi memperhatikan dengan bingung sekaligus juga penasaran kembali bertanya. “Lo kenapa sih, Lis? Wajah lo kayak kaget gitu tadi. Ada yang salah?”
Lisa cemberut dengan matanya yang berkeliaran ke sekeliling taman yang ramai. Orang yang mereka tunggu juga masih belum datang dan dia harus segera mengganti jadwalnya untuk membeli bahan makanan karena di kulkas jarang sekali ada stok bahan. Soalnya, Lisa dan rombongannya lebih senang membeli makanan di luar jika mereka berkumpul di rumah, atau ada juga kak Sinar yang terus mengisi stok bahan makanan hanya untuk satu atau dua hari saja. Biar segar, katanya.
“Salah banget sih menurut gue” Lisa menoleh ke arah Alpino yang memegang ponselnya di tangan, wajahnya masih terlihat sangat ingin tahu. Biasanya si Alpino ini sudah masuk ke dalam dunia game-nya ketika sedang menunggu anak-anak lain.
“Kenapa?”
“Itu, si kak Sinar tiba-tiba ngirim pesan ke gue bilang kalau dia bakalan datang tiga jam lagi. ‘Kan biasanya dia nggak pernah ngabarin ke gue kalau pulang. Huh, mana gue harus belanja lagi nih, ah malesin” Lisa mengetuk wajahnya di atas meja, kemudian kembali mengeluh. “Ini si Hala sama Heksa kemana, sih? Cuma beli es krim aja lama banget! Lo juga sih, Al, ngapain nggak sekalian ngebeliin es aja kalau emang tuh dua makhluk lamanya minta ampun begini”
Lisa merengek, kebiasaan kalau sedang badmood. Alpino menepuk kepala Lisa dengan malas, sekarang layar ponselnya sudah menunjukkan bahwa dia menunggu waktu loading untuk masuk ke dalam permainan. “Ya mana gue tau. ‘Kan gue tadi sekalian ke toilet, elah”
“Ya kenapa lo nggak tau? Harus tau pokonya!” Lisa menatap Alpino kesal, sedangkan yang ditatap memberi decakan geram sebelum menarik helai rambut Lisa dengan gemas. “Tuh, tuh, tuh! Kalau udah kesal ke orang malah nyalahinnya gue. Udah deh, lo tenang aja, mungkin kak Sinar cuma lagi kangen sama lo, ‘kan. Makanya dia minta lo masakin buat dia. Emang lo nggak bisa mikir positif apa sama kakak lo?”
Lisa memutar bola matanya malas sebelum mengerjap dengan sinis. Kemudian perempuan itu malah tersenyum lebar di depan wajah Alpino ternag-terangan yang membuat Alpino bergidik. “Nggak” jawabnya kemudian.
“Yaelah” Alpino mendorong wajah Lisa main-main. “Punya temen gini semua, sedih amat hidup gue. Pantes gue nggak pinter-pinter. Satu spesiesnya begini semua”
Lisa tertawa keras, menepuk punggung Alpino dengan gemas. “Dah ah, gue harus belanja nih. Gue butuh si Hala buat bantuin gue juga. Kak Sinar sendiri juga nyuruh ngajakin dia buat makan bareng. Gue jadi sangsi dia kangen gue apa kangen si Hala”
“Abang lo bucin banget, ya? Sayang si doi nggak peka. Gue turut berduka cita” Alpino tertawa, disusul dengan Lisa yang memang suka sukurin kakaknya sendiri itu.
“Sama, Al, Gue juga kasian sama dia. Kadang bosen juga gue dengerin dia nanyain si Hala mulu. Eh, itu orangnya muncul. Panjang umur dah”
Dari jauh, Hala dan Heksa datang dengan es krim di masing-masing tangan. Dua yang paling tinggi dan banyak dengan varian rasa berbeda dan wafer yang melimpah berada di tangan Heksa, dimana orang itu kini membawanya dengan ogah-ogahan dan pastinya es krim itu sendiri adalah pesanan Alpino dan Lisa. Sedangkan dua lainnya di tangan Hala, rasa vanilla greentea dan cokelat biasa miliknya dan Heksa.
“Hai, Lis. Lama banget ya?”
Hala berlari kecil ke arah Lisa dan Alpino, dua insan yang sudah menunggu kedatangan dua makhluk itu dalam waktu yang relatif lama. Perempuan dengan rambut pendek sebahu itu duduk dengan santai di sebelah Lisa dan menyuruh Heksa untuk cepat memberikan pesanan pada dua orang yang sudah menunggu. Lisa mengambil dengan matanya yang melotot pada Hala, berpura-pura kesal meskipun dia sudah lebih dulu kesal dengan sang kakak dan pemberitahuan yang tiba-tiba.
“Lama banget” Suaranya terdengar jengkel, tetapi ada selipan main-main di dalam nadanya. “Sampai gue jadi nggak kepengen es krim lagi, nih” Canda Lisa yang malah disahut semangat oleh Heksa setelah mengumpat sedikit pada Alpino yang langsung merampas es krim pesanannya.
”Oh, lo nggak mau, nih? Syukur deh, buat gue aja ya?” Heksa nyengir, yang kemudian terhapus seketika ketika Lisa ikut-ikutan merampas es krim dari tangan Heksa sebelum pria itu bisa menjilat bahkan sedikit pun.
“Santai dong, ah. Gue juga nggak doyan yang banyak banyak gitu. Hala, siniin punya gue”
Dia meminta es krim pada Hala yang langsung menyerahkannya seketika. Heksa duduk dengan nyaman di sebelah Alpino dan menjilat es krim nya dengan damai sebelum dia mulai mengoceh tentang ini itu pada Alpino yang sudah larut dalam permainannya.
Dua-duanya ini anak game, jadi langsung cocok kalau sudah menyangkut hal-hal berbau game. Lagian juga Heksa ingin kerja di perusahaan game. Kalau tidak sampai di Sony Interactive Etertainment sih, katanya dia mau di Nintendo. Kalau bisa, langsung di Jepang nya sekalian. Jadi dia semangat sekali kalau sudah bermain game bersama Alpino. Terkadang kalau mereka sudah berada lebih jauh di dalam zona-nya mereka, yang lainnya tidak akan digubris sama sekali.
“Eh, lo beli kola, Lis?”
Lisa yang sibuk dengan es krimnya menoleh pada Hala yang bertanya. “Oh, itu tadi si Alpino sekalian beli, sih. Gue minum aja karena gue haus. Kalau lo mau boleh ambil, deh” yang kemudian di tolak Hala dengan gelengan sebeum sibuk kembali pada ponsel dan es krimnya sendiri.
Hari ini sebenarnya mereka ber-enam, tetapi karena Jihan dan Fajri sedang sibuk jalan-jalan bersama hanya berdua saja entah karena ada event apa, jadi disini hanya ada mereka ber-empat saja. Biasanya mereka menghabiskan weekend sampai sore di tempat karaoke, lalu lanjut ke rumah salah satu dari mereka. Seringnya mereka berada di basecamp, yaitu rumah Lisa karena ada wifi. Tapi tidak jarang juga di tempat Hala karena tempatnya agak lebih dekat dari taman.
“Hala, kayaknya habis ini kita nggak bisa nge-room, deh”
Lisa berbicara di tengah acara makannya ketika dia ingat kalau dia harus belanja buat masak makan malam. “Loh, kenapa? Nggak seru dong kalau nggak ada lo, Lis. Kapan seneng-senengnya? Besok udah sibuk lagi kita tuh” Hala cemberut.
“Bukan gue doang yang nggak nge-room. Lo juga, tau” Lisa menggigit oreo cokelat kesukaannya sebeum meraih wafer yang lain. Hala menatap takjub pada sahabat se-remajaannya yang sudah berhasil mengabiskan setengah es krim raksasa dalam waktu singkat sebelum mengeluh bingung.
“Loh kok gue juga?”
“Kak Sinar tadi ngechat gue katanya bakalan pulang ntar jam tujuh. Makannya lo harus belanja bareng gue. Dia juga ngajakin lo buat makan malam bareng”
Lisa mengalihkan kesibukannya dari menikmati es krim. Dua orang yang berisik dengan permainan di ponsel mereka sudah tenggelam jauh di dunianya, bahkan sampai heboh berkali-kali ketika mereka berhasil dalam taktik penyerangan yang sudah di atur sedemikian rupa dengan bangga. Sudah paham dengan kelakukan dua lelaki dewasa dengan mental anak kecil itu, Lisa kembali mengarahkan atensinya pada Hala yang bingung.
“Ah, lo kayak nggak tau kakak gue aja. Dateng aja lagi sih, La. Bantuin gue masak juga sekalian biar kak Sinar seneng lo ada kontribusi dalam makanan yang mau masuk ke perutnya”
Lisa menjilat sedikit sisa lelehan es di jemarinya sebelum menarik tisu yang selalu senantiasa berada di dalam kantung celananya sebelum melanjutkan ucapannya ketika Hala ingin memotong dengan geli.
“Lagian juga kalau lo nggak dateng ntar kak Sinar galau, terus ngerusuhin gue. Males gue, La”
Perempuan itu memberikan mata anak anjing terbaiknya yang berbinar-binar ke arah Hala yang tertawa geli. “Dih” dia melambai sebelum mengikuti mengambil sendok es krim terakhirnya. “Ngapain juga kak Sinar sampe sebegitunya kalau gue nggak dateng”
Lisa menatap Hala lama sambil menggeleng paham, menahan dirinya untuk tidak menggeplak kepala Hala dengan gemas.
Duh, anak ini!
“Yaudah, yuk. Lo udah selesai, kan?”
Hala mengangguk sebelum melompat dari acara duduknya yang nyaman dan mengikuti Lisa untuk pamit dari dua orang lainnya yang hanya melambai tanpa menghiraukan mereka.
...…....
Lisa dan Hala sudah selesai memasak makan malam. Ada rusuh yang menghambat disela-sela kegiatan mereka karena bingung dan berdebat akan memasak apa. Tetapi akhirnya mereka sepakat membuat makanan rumahan biasa dan satu kesukaan Kakak nya yang Lisa tau, yaitu tahu bacem dan pergedel daging yang biasa dibuat sendiri oleh Sinar ketika yang lebih dewasa sedang ingin.
Jadilah mereka selesai setengah jam sebelum kedatangan Sinar. Yang lebih tua sudah mengirim pesan pada Lisa kalau dia akan sampai di jam yang tepat sesuai dengan yang sudah dijanjikan dan diinfokan. Menunggu, Lisa mengajak Hala untuk menonton sebentar di ruang tamu yang disetujui Hala sehingga mereka berakhir tenggelam dalam film Disney yang sedang digemari akhir-akhir ini.
Ada dering bel ketika mereka sampai di sepertiga film. Lisa mengernyit bingung. Biasanya kak Sinar tidak sama sekali menekan bel jika dia datang. Lagi pula itu adalah rumah mereka juga, kenapa dia harus repot-repot untuk membunyikan bel pintu? Atau saja Sinar tidak sengaja membentur sesuatu di tengah jalan dan lupa ingatan tentang pin pintu mereka sendiri?
“Itu kak Sinar?” Hala bertanya. Duduk diam di sofa ketika Lisa sudah beranjak berdiri. “Kok nggak langsung masuk, sih?” Lanjutnya. Lisa berdecak sebelum mendengus malas.
“Nggak tau, tuh. Kenapa sih ya, punya kakak suka banget nyusahin adeknya” Lisa cemberut lagi, sedangkan Hala terikik geli sebelum mencuri lirik ke arah layar, mengejar tayangan yang terhambat. “Udah, ah. Sana buka pintunya. Mungkin dia lagi pengen disambut sama lo, Lis. Gue siapin dulu makanannya di meja, ya. Biar enak makannya masih panas”
Lisa mengangguk sebelum berjalan menuju pintu sambil mengomel. Perempuan itu menatap ke layar intercome. Di sana memang ada kakaknya yang menyusahkan sedang berbicara dengan seseorang. Kerutan di dahi Lisa menebal, sebelum menghela napas dalam untuk menahan diri. Kakaknya mengundang tamu tanpa pemberitahuan, membuat Lisa merasa kesal. Tetapi dengan tenang dan wajah yang tertekuk, dia memilih untuk membuka pintu dan tidak membiarkan kakaknya berlama-lama berdiri di luar.
“Kak Sinar”
Suara Lisa malas-malasan. Sinar yang tersentak segera berbalik dan tersenyum dengan begitu lebar dan cerah pada sang adik. “Halo adeknya kak Sinar yang cantik” Sinar langsung memberikan pelukan ringan untuk Lisa. Menepuk punggung Lisa dengan gemas, Lisa terkejut sebelum menggeliat untuk mendorong kakaknya yang semakin aneh itu menjauh.
“Apaan sih, kak? Udah, lepasin gue!” Lisa merengek. Disela menggeliat, dia akhirnya terdiam ketika melihat satu orang lain yang berdiri disana. Tamu kakaknya yang tidak bisa dia lihat dengan jelas melalui layar intercome tadi.
Pria itu terlihat sangat pendiam. Tampan, sih. Manis juga. Tetapi dia agak terkejut dengan wajahnya yang terlihat lucu. Lisa mengerjap sebelum wajahnya memerah dan mendapatkan kekuatan super secara tiba-tiba untuk mendorong Sinar hingga melepaskan pelukannya dari dirinya.
“Kak Sinar!” Lisa memekik, agak menahan dirinya karena disini mereka ada tamu dan Lisa merasa sedang diperhatikan sejak tadi. “Apa sih, dek. Masa kakak sendiri nggak boleh meluk adeknya? ‘kan gue kangen sama lo”
Sinar cemberut, menunjukkan sisi kekanakkannya yang membuat Lisa gemas ingin memukul wajah sang kakak yang sayangnya tampan nan rupawan itu.
“Berisik kak. Lagian lo bawa tamu nggak bilang-bilang!” Lisa membentak dengan melotot kepada sang kakak. Seolah-olah dikejutkan dengan realitas, Sinar menarik tamu yang disebutkan oleh Lisa untuk sedikit maju.
“Oh, Dek!”
Sinar terlihat sangat bahagia dan bangga secara bersamaan dengan gelagat yang agak aneh.
“Dek, coba tebak ini siapa?”
Sinar mengangkat kedua alisnya menggoda, membuat Lisa bersumpah ingin menendang kakaknya yang menjengkelkan itu jauh-jauh ke planet Mars saja sekalian.
“Teman kakak, ‘kan?” Dia melipat tangan di depan dada dengan malas. Ini kakaknya kalau ingin main-main dengan Lisa salah waktu sekali sebenarnya. Karena dia sudah sangat kesal dengan keanehan Sinar meski baru sebentar bertemu. Ditambah orang baru itu yang manis dengan pakaian formal yang membalut tubuhnya dengan sempurna menatapnya dengan tatapan yang Lisa tidak bisa deskripsikan sama sekali.
Tetapi entah bagaimana caranya, terlihat sangat familiar di matanya.
Tiba-tiba Lisa malu sendiri dengan outfit nya yang tidak terlihat menarik. Sebenarnya jauh sekali dari apa yang dikenakan oleh tamu milik kakaknya.
“Nah! Salah dek” Sinar menggeleng sebelum bergeser sedikit ke arah Lisa. “Yah, sebenarnya nggak salah-salah banget, tapi tetap salah!” Sinar tertawa jenaka, seolah-olah baru saja melemparkan lelucon yang sangat lucu disana.
Lalu, tanpa ada angin atau hujan, dengan tiba-tiba layaknya petir di siang hari, sang kakak bersrur dengan ringan di depan wajahnya.
“Kenalin dek, ini calon suami lo!”
Kemudian, jangan salahkan Lisa jika wajah Sinar yang tampan itu sekarang menabrak pintu rumah dengan tidak etis dan tatapan kaget setengah mati Hala di depannya menandakan bahwa dia berhasil memukul wajah kakaknya karena lelucon bodoh mengerikan yang di semburkan padanya beberapa waktu yang lalu.
“NALISA!!!”
...…....
...🍁...
...Chapter 01 : Calon Suami Dan Perjalan ****Pertama-End****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Angel Beats
real kakak sayang adek
2024-04-21
1
⍣⃝ꉣꉣ❤️⃟Wᵃf◌ᷟ⑅⃝ͩ●diahps94●⑅⃝ᷟ◌ͩ
hahaha kalau aku adeknya ku balas cuihhh
2024-04-21
1
JW🦅MA
lah salah kok ya mendadak sekali kenalan nya
2024-04-20
1