18

"Dan ketahuilah, sesungguhnya kemenangan itu beriringan dengan kesabaran. Jalan keluar beriringan dengan kesukaran. Dan sesudah kesulitan pasti akan datang kemudahan."

[ HR. Tirmidzi]

Setelah kejadian itu Famira hanya diam membisu dan pandangan matanya mengarah ke luar jendela mobil untuk menikmati setiap perjalanannya. Famira tak henti-hentinya mengucapkan istighfar dalam hati. Setidaknya dengan begitu hati Famira bisa menjadi tenang.

Satu jam perjalanan, akhirnya mobil Bara tiba di halaman rumah kedua orangtuanya. Ani dan Andi sudah berdiri di depan pintu rumah untuk menyambut anak dan menantunya.

"Menantu Mama, uu cantiknya." kata Ani girang dan berlari kecil untuk memeluk tubuh Famira. Dan Famira membalas pelukan itu.

"Kau begitu cantik Nak." kata Ani tidak henti-hentinya memuji Famira. Mencium pipi kiri dan kanan Famira. Famira hanya tersipu malu dengan perlakuan mertuanya.

Andi hanya menggelengkan kepalanya melihat perlakuan istrinya. Yang memperlakukan menantunya layaknya anak kecil.

"Mama, kasihan mantu kita. Udah dong, Papa juga ingin kenalan." protes Andi.

"Ih Papa, kan Mama sudah amat rindu dan ingin bertemu dengan menantu Mama. Papa belakangan saja." protes Ani tak mau kalah.

"Khem." Bara berdehem melihat perilaku kedua orangtuanya.

"Anak sendiri di hiraukan. Nggak kangen apa," ucap Bara dengan ekspresi pura-pura kecewa.

Ani yang mendengar penuturan anak laki-laki semata wayangnya itu langsung menoleh ke arah Bara.

"Jangan cemburu dong anak Mama. Siapa yang tidak rindu dengan anak Mama yang keras kepala ini." kata Ani beralih memeluk Bara. Bara pun membalas pelukan Mama dengan manja.

Sementara Famira menyungging senyum tipis, Famira tak menyangka Bara bisa berperilaku seperti anak kecil di balik sikap kasarnya.

Pandangan Famira beralih kepada lelaki paruh baya yang sedang memperhatikannya dengan senyuman manis yang terukir di bibirnya.

Famira menyalami tangan mertuanya. Dan tak terasa bulir air mata Famira lolos dari pipinya. Famira hanya rindu momen ini ketika menyalami tangan abinya.

"Kenapa kau menangis Nak. Apakah Bara melukaimu lagi?" tanya Andi khawatir.

Bara yang mendengar perkataan papanya pun tersentak kaget.

Famira segera menghapuskan air matanya dan menggelengkan kepala.

"Nggak Pak, saya cuman teringat dan rindu dengan almarhum Abi saya Pak. Di saat saya menyalami tangan Bapak," ucap Famira dengan sedikit gugup.

Andi tersenyum tipis. "Mari peluklah saya, saya juga Ayahmu Nak." kata Andi, dia mengetahui semua penderitaan menantunya.

Famira dengan gugup melangkahkan kakinya, dan memeluk tubuh Andi dengan penuh rasa kegembiraan.

"Pa, Mama juga ikut ya." kata Ani tidak mau ketinggalan moment bersama menantunya.

Bara yang melihat kebahagiaan kedua orangtuanya itu pun, menyungging senyum tipis.

"Sekarang kamu itu anak kami juga. Jadi panggil kami dengan panggilan Mama dan Papa juga ya." kata Ani dan dibalas anggukan oleh Famira.

"Ma, udah dong cium menantunya. Pasti kaki menantu kita pegal karena lama berdiri. Emang Mama mau menantu kita sakit apa," ucap papa Andi memberikan saran.

"Nggak lah Pa. Ayo masuk sayang, maafin Mamanya," ucap Mama Ani sambil mengandeng tangan Famira untuk masuk ke dalam rumah. Sementara putra dan suaminya di tinggalkan begitu saja.

Andi menepuk pundak putranya.

"Jangan pernah melukainya lagi, lihatlah betapa senangnya Mama kamu. Jadilah lelaki yang bertanggung jawab Nak." tutur Andi dan Bara menanggapi dengan senyuman kecut. Mereka berdua pun berjalan beriringan masuk ke dalam rumah.

Famira tak henti-hentinya memuji kebesaran Allah kepadanya. Famira tidak pernah menyangka bahwa kedua orangtua Bara sangat menyayangi dan menghormatinya.

Mata Famira kagum dengan rumah orangtua Bara. Rumah yang sangat besar dan sangat mewah sekali. Famira seperti memasuki sebuah kerajaan. Dan Famira di perlakukan layaknya Tuan Putri.

Asisten rumah tangga di rumah itu memberikan hormat kepada Nyonya besar di rumahnya.

"Ini Famira, menantu saya. Jangan membuat menantu saya sampai lecet dengan pekerjaan kalian." kata Ani memperkenalkan Famira dan memberikan peringatan kepada para asistennya.

"Baik Nyoya," jawab serempak asisten rumah tangga dan membungkukkan badannya.

Ani mengajak Famira untuk duduk di ruangan tamunya. Sementara Famira hanya melongo melihat berbagai barang mewah di rumah mertuanya.

"Nak, tunggu di sini sebentar ya. Mama mau ambil sesuatu," titah Ani dan segera berhamburan berlari ke kamarnya.

Bara dan papanya pun ikut bergabung duduk bersama Famira.

"Nak, Mamamu kemana?" tanya Andi.

"Mama mungkin pergi ke kamarnya sebentar Pak, maksudnya Papa," jawab Famira yang masih tidak biasa memangil mertuanya.

"Lama kelamaan kamu akan terbiasa Nak." kata Andi untuk menenangkan menantunya. Karena melihat Famira seperti gugup. Sementara Bara acuh melihat Famira.

"Pa, kakak Anita dan kakak Doni ke mana. Mereka belum pulang?" tanya Bara karena belum melihat kemunculan dari kakak kandungnya dan kakak iparnya itu.

"Sebentar lagi datang k–" jawab Andi terpotong karena mendengar teriakkan dari arah pintu.

"Kek, Kila datang ...," teriak cempreng dari anak kecil. Di susul oleh Anita dan Doni di belakangnya.

Bara yang mendengar suara cempreng itu mulai risih karena akan terjadi perdebatan sengit. Antara paman dan keponakan.

"Bisa nggak jangan teriak. Kuping paman sakit dengarnya," omel Bara menatap sangar kepada Kila. Kila tak acuh malah memancing emosi Bara.

"Serah Kila lah, dasar monster," ejek Kila sambil menjulurkan lidahnya.

"KILA AKU INI PAMAN KAMU, BUKAN MONSTER!" teriak Bara geram ingin mencubit pipi keponakan yang menurutnya kurang ajar dan sangat nyebelin.

Terjadi aksi kejar-kejaran antara Bara dan keponakannya. Seperti kucing dan tikus.

"Kila tidak pernah mengaku bahwa paman adalah pamanku," ejek Kila di sela-sela larinya.

"Awas saja kamu bocah tengil, paman akan memakanmu."

"Kila tidak takutnya," sahut Kila di sela-sela larinya.

Sementara yang lainnya sudah terbiasa melihat kelakuan antara mereka yang tak pernah akur.

Anita dan Doni kemudian memperkenalkan diri kepada Famira.

"Selamat datang adik ipar. Kakak sangat beruntung karena kamu jadi istri dari adikku." kata Anita memeluk tubuh Famira.

"Famira juga beruntung kak," jawab Famira tersenyum manis.

Keluarga itu larut dalam kebahagiaan di hari itu. Mereka sangat bahagia atas kedatangan menantunya. Itulah keluarga Bara, memiliki sifat yang sangat ramah kepada semua orang. Keluarga Bara tidak pernah memandang status sosial seseorang, mereka menganggap semua orang mempunyai kedudukan yang sama. Keluarga Bara sangat baik dan gemar membantu kepada sesama. Wajar saja, bila banyak keluarga lain banyak yang iri dengan keluarga ini. Tetapi, cuman Bara yang agak berlagak sombong di keluarga itu. Dan mempunyai hati sekeras batu.

Di balik perkenalkan dengan keluarga Bara. Ada satu hal yang membuat Famira ketakutan di dalam hati Famira yaitu pertemuan dengan Doni, yang menjadi kakak iparnya sekarang. Ada kejadian dua tahun yang lalu yang membuat tubuh Famira bergetar ketakutan.

Doni yang melihat Famira, cukup kaget. Tapi, senyuman yang tidak bisa di tebak mengembang di bibirnya.

"Dunia ini sempit, sehingga mempertemukan kita kembali Mira. Kau masih sama seperti dulu," batin Doni memandang dalam Famira, sementara Famira hanya menunduk ketakutan.

Terpopuler

Comments

Anthy Khalid

Anthy Khalid

ada rahasia apa doni dng famira...???
knp famira takut dng doni...???

2021-11-19

0

Kendarsih Keken

Kendarsih Keken

duhhh apalagi yakk kisah nya Doni sm Famira

2021-06-17

0

Hasna Waty Rasyid Hasnawaty

Hasna Waty Rasyid Hasnawaty

banyak sekali orang yg mencontainya, tapi laki2 boadab itu telah menekannya

2020-11-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!