Matahari sudah mulai terbenam di ufuk barat, wanita yang menggunakan gamis warna pink soft, dipadukan dengan jilbab yang senada itu, tengah berjalan sendirian menyelusuri jalan setapak menuju rumahnya.
"Baru pulang kerja, Famira?" tanya salah seorang ibu yang sedang menyapu teras rumahnya.
"Iya, Bu," sahut Famira dengan seulas senyum di bibirnya. Wajah wanita ini sangat teduh, membuat siapa saja yang memandangnya sangat kagum.
"Mampir dulu ke sini."
"Lain kali aja, Bu," tolak Famira halus. Ibu tadi mengangguk paham.
Setelah mengatakan itu Famira melanjutkan perjalanan pulangnya. Banyak ibu-ibu lainnya, yang menyapa hal serupa.
Beberapa menit kemudian, Famira sampai di rumahnya. Rumah minimalis yang sederhana.
Famira kaget saat memasuki rumah. Ia mendapati barang-barang di rumahnya berserakan dimana-mana.
'Ya Allah ada apa ini?' batin Famira saat memasuki rumah.
"Ummi!" teriak Famira khawatir mencari keberadaan umminya. Tetapi, dia tidak menemukan seorang pun di dalam rumahnya. Netra milik Famira terus menyapu setiap sudut ruangan rumahnya yang minimalis itu mencari keberadaan umminya.
Dengan suara ngos-ngosan dan penuh khawatir Bu Sinta, yang merupakan tetangga Famira berjalan masuk ke dalam rumah, seraya berkata, "Famira kamu pergi tolong ummi dan adikmu sekarang," ucap ibu Sinta. Raut wajah wanita paruh baya ini terlihat sangat ketakutan membuat Famira kian khawatir.
"Ummi dan adik saya k--kenapa, Bu?" tanya Famira.
"Ummi dan adikmu diseret paksa oleh anak buah tuan Bara tadi, gara-gara hutang ummi kamu belum terbayar. Mungkin dibawa ke rumah Tuan Bara itu," ujar ibu Sinta.
"Astagfirullah, aku harus segera ke sana. Aku takut terjadi apa-apa dengan ummi dan Fikri, Bu," sahut Famira, bening air matanya jatuh saja di pelupuk matanya, ia sangat ketakutan, "Bu Sinta tahu, di mana rumah Tuan Bara itu?" tanya Famira lagi.
"Ibu tahu Famira, rumahnya di depan jalan raya sana."
"Terima kasih, Bu. Saya pergi dulu. Assalamu'alaikum," ucap Famira lalu pergi menyusul ummi dan adiknya.
"Wa'alaikumussalam, kamu hati-hati Famira. Karena Tuan Bara itu orangnya kejam," teriak Ibu Sinta kepada Famira. Famira mengangguk kecil dari kejauhan.
****
Bara Sadewa, pemuda tampan yang lahir dari keluarga yang sangat terpandang. Di usia yang masih muda, ia sudah sukses dalam urusan bisnis. Dibalik kesuksesan pemuda ini, ia memiliki sikap kasar dan suka menindas terhadap orang-orang di bawahnya. Masa lalunya yang menjadikan ia seperti itu.
Rumah Bara, terjaga ketat oleh anak buahnya. Famira pun sampai di sana dan mencoba masuk ke dalam rumah tersebut.
"Ada keperluan apa kamu di sini?" tanya pria bertubuh besar dan kekar di depan gerbang. Ia menatap, Famira dengan tatapan sinis dan juga benci.
"A---ku, mau bertemu dengan ummi dan adik saya," sahut Famira takut.
"Sebentar," ucap dari pria itu dan mengambil teleponnya di saku celananya.
"Bos ada gadis yang datang, dia mau bertemu ummi dan adiknya," ucap pria itu melalui telepon dan Famira masih dapat mendengarkan perbincangan mereka.
Anak buah Bara itu pun, mengizinkan Famira masuk setelah mendapat persetujuan dari bosnya.
"Ikut aku sekarang," titah pria itu sambil berjalan ke dalam rumah.
Famira mengikuti ke mana pria itu membawanya dan pada saat sampai di dalam rumah. Terlihat ummi dan adiknya dengan keadaan tangan di ikat dan beberapa luka di tubuhnya. Hati Famira saat itu sedih dan sakit, melihat kedua orang yang disayangi tersiksa.
"Ummi!"
"Dek!"
Famira berlari kecil lalu memeluk tubuh ummi dan adiknya yang terduduk lemah di lantai.
"Famira, kenapa kamu harus datang ke sini?" tanya ummi Famira lemah.
"Aku mau bantu, Ummi," sahut Famira menangis.
Pemuda yang duduk di kursi kehormatannya itu tersenyum sinis, menatap gadis yang baru saja datang.
"Berhenti menangis!" gertaknya yang masih duduk di kursi kehormatannya, terlihat sekali kesan sombong dari pria itu.
"Jadi ini yang namanya Tuan Bara Sadewa?"
"Kenapa?!" tanyanya dingin. Ia bangkit berdiri, memasukkan kedua tangannya dalam saku jaketnya.
"Anda ini tidak berperikemanusiaan dan Anda tidak memiliki hati sama sekali!" ucap Famira tegas dan tanpa ada rasa takut sedikit pun.
Plak!
Satu tamparan keras mendarat tepat di pipi mulus Famira.
"Kamu orang miskin, jaga omongan kamu. Kalau tidak aku akan membunuhmu ...!" ancam Bara.
"Aku memang miskin, tapi masih memiliki hati dan belas kasihan kepada orang lain. Dan tidak seperti Tuan, coba Tuan pikir bila ibu dan adik Anda di siksa begini, apakah Anda tidak sedih dan sakit hati?" tanya Famira meneteskan air mata. Tatapan benci, ia arahkan pada Bara.
Bara, hanya diam membisu mendengar perkataan gadis tersebut. Hatinya seperti tertusuk pisau oleh perkataannya.
"Tuan, maafkan anak saya," ucap ummi Famira dengan suara kian melemah. Sekujur tubuhnya terasa sakit. Ummi Famira tidak mau putrinya berurusan panjang dengan seorang Bara Sadewa.
"Ummi, tidak usah minta maaf kepada orang ini," sahut Famira, pipinya terasa perih mendapat tamparan keras itu.
"Aku hanya menuntut hak, bila hutang keluarga kamu lunas, aku tidak akan melakukan semua ini," ucap Bara dengan nada suara melengking tinggi.
"Hutang keluarga kami kepada Tuan tinggal satu juta, dan Tuan sudah memberi kami waktu untuk melunasi hutang dua minggu lagi. Ini belum waktunya Tuan menagih hutang kepada kami," tegas Famira. Famira masih ingat dengan perjanjian itu.
"Hahaha ... terserahku untuk menagih hutang pada kalian kapan pun, siapa bilang hutang keluarga kamu tinggal satu juta? Total hutang kalian adalah sepuluh juta dengan bunganya," sahut Bara tersenyum miring.
"Apa sepuluh juta? Anda penipu?!" tegas Famira.
"Konsekuensinya sudah kuperjelas kepada ibu kamu, meminjam uang kepadaku memiliki bunga yang sangat besar. Dan ibu kamu setuju ...," jawabnya enteng. Senyum jahat terbit di bibirnya, "Aku mau, hutang kalian lunas hari ini dan detik ini pula!" tegasnya lagi.
"Bagaimana kami bisa melunasi hutang sebanyak itu hari ini? Dan kenapa Tuan menipu kami?" tanya Famira masih tidak bisa menerima keputusan pemuda yang berlagak sok di hadapannya.
"Aku tidak mau tahu, kalian harus melunasi hutang detik ini pula. Kalau tidak aku akan membuat keluarga kalian menderita dan ingat aku sangat tidak suka bernegosiasi dengan orang seperti kalian!" ujarnya.
Famira bingung, bagaimana ia akan melunasi hutang sebanyak itu. Famira memang memiliki tabungan kerjanya tetapi, itu belum mencukupi untuk melunasi hutang-hutangnya.
Famira diam, terus berpikir keras.
"Daripada kamu pikir lama-lama dan di mana kamu akan mendapatkan uang untuk membayar hutang kepadaku, aku akan memberikan keringanan kepada kamu dengan syarat ...." Ucapan Bara tergantung.
"Syaratnya apa?" potong Famira cepat, ia berharap pria itu masih ada sisi baiknya.
"Hutang keluarga kamu akan aku anggap lunas, dengan syarat kamu harus menikah denganku," ucap Bara memasuki kedua tangannya ke dalam saku jaketnya.
"Maaf Tuan, aku tidak mau, menikah dengan lelaki kejam seperti, Tuan!" sahut Famira menolak keras. Apa yang terjadi bila dirinya menikah dengan pria yang baru saja ia kenal, dan memiliki sikap yang sangat kejam?
"Kamu menolak tawaran ini? Kamu tidak akan menyesalinya?" tanya Bara menaikkan sebelah alisnya, sungguh wanita berani, yang menolak penawaran yang diberikan oleh dirinya. Banyak wanita luar sana yang mengejarnya, sedangkan wanita berjilbab syar'i di hadapannya itu dengan gamblang dan secara terang-terangan menolaknya. Sungguh ia tidak terima!
"Cambuk ibu dan adiknya sekarang," perintah Bara kepada anak buahnya.
Famira membulatkan kedua bola matanya, mendengar perintah pria itu.
"Berhenti!" tutur Famira memberhentikan anak buah Bara yang ingin mencambuki ummi dan adiknya, "Kumohon jangan!" Cegah Famira lagi.
Bara tersenyum culas.
"Baiklah aku—bersedia, menikah dengan Tuan," ucap Famira terpaksa dan pasrah karena ia tidak rela melihat ummi dan adiknya tersiksa.
"Jawaban yang sangat kutunggu wanita pemberani, besok juga kita akan melangsungkan pernikahan." Bara tersenyum penuh kemenangan
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Raynafsir Nafsir
Famisa cekalkan hati mu jadi lah wanita yang tegas dan pemberani. jangan jadikan diri kamu sebagai wanita penurut.
2022-10-02
0
Euis Pujasari
hallo ka ,aku kembali lagi untuk baca novel karya kaka ini ,aku udh baca yang ke 3 kali nya tapi gak pernah bosen,, novelnya bagus banget, penulisan nya rapi gak bertele² dan ada ilmu agamanya juga
2022-06-25
0
Kendarsih Keken
masih nyimakkk
2021-06-17
0